peraturan:0tkbpera:e96b07acb4f9f90f7038004ece14038f
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
25 April 2002
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 395/PJ.52/2002
TENTANG
PERMOHONAN PENGHAPUSAN PPN DAN PPh TERUTANG
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat saudara nomor : XXX tanggal 24 Oktober 2001 hal tersebut pada pokok surat,
bersama ini dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut secara garis besar disebutkan bahwa :
Yayasan XYZ adalah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat non profit dengan NPWP
X.XXX.XXX.X-XXX. Yayasan XYZ bekerjasama dengan Departemen Kelautan Dan Perikanan,
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Bina Pesisir dalam pekerjaan "Uji Coba
Pola Rehabilitasi dan Pemanfaatan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Kabupaten Pekalongan",
dengan nomor kontrak XXX tanggal 20 Agustus 2001. Jumlah harga pekerjaan tersebut dibebankan
pada DIP nomor XXX tanggal 1 Januari 2001. Karena adanya kendala kenaikan harga produksi dan
sulitnya mencari bibit bakau lokal sehingga biaya teknologi bertambah, maka Yayasan XYZ memohon
agar PPN dan PPh yang terutang dihapuskan.
2. Ketentuan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas adalah :
a. Pajak Penghasilan
(1) Dalam Pasal 1 butir 2 dan Pasal 2 ayat (1) huruf b Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan
serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya, disebutkan bahwa Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di
tingkat Pemerintah Daerah ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan PPh Pasal
22 atas pembayaran untuk pembelian barang. Atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga
pembelian.
(2) Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP - 305/PJ./2001 tanggal
18 April 2001 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana
Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur bahwa atas jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.
Besarnya tarif efektif untuk jasa teknik dan jasa manajemen adalah 6% (enam
persen) atau 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto untuk jasa
tersebut yaitu 40% (empat puluh persen).
(3) Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-545/PJ./2000 tanggal
29 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan
Kegiatan Orang Pribadi antara lain diatur bahwa pemotong PPh Pasal 21 dan atau
Pasal 26 adalah bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah, Lembaga-lembaga
lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri yang membayarkan
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
b. Pajak Pertambahan Nilai.
(1) Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis
Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, penyerahan jasa
pemborongan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 tidak termasuk dalam jenis jasa
yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Berdasarkan Pasal 1 angka 1 huruf d dan Pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan
Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis diatur bahwa bibit dan atau benih dari barang
pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan adalah
termasuk Barang Kena Pajak yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000 tentang
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai diatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah yang
pembayarannya melalui Bendaharawan Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan
oleh Bendaharawan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak rekanan
Pemerintah.
(4) Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001
tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor Dan Atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis antara lain diatur
bahwa orang atau badan yang melakukan impor dan atau menerima penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa bibit dan atau benih dari
barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan
tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 diatas, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Pajak Penghasilan
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Yayasan XYZ atas kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 wajib dipotong PPh Pasal 23 atas jasa teknik
oleh Pemimpin Proyek Pengembangan Pesisir dan Pantai Direktorat Jenderal Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar 6% (enam
persen) dari jasa yang diberikan sesuai dengan ketentuan pada butir 2 a.2. Atas
pembelian barang oleh Pimpinan Proyek tersebut wajib dipungut PPh Pasal 22
sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari jumlah pembelian barang kepada
Yayasan XYZ sesuai dengan ketentuan pada butir 2 a.1.
(2) Apabila kemudian Yayasan XYZ:
1) menyerahkan pelaksanaan dari kegiatan tersebut kepada pihak lain, dalam
hal ini disubkontrakkan, maka Yayasan XYZ diwajibkan memotong Pajak
Penghasilan Pasal 23 atas penyerahan jasa tersebut sebagaimana diatur
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP - 305/PJ./2001 tanggal
18 April 2001;
2) memperkerjakan tenaga ahli untuk pelaksanaan kegiatan tersebut, maka
Yayasan XYZ diwajibkan memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau
Pasal 26 sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.
b. Pajak Pertambahan Nilai
(1) Atas penyerahan jasa Uji Coba Pola Rehabilitasi dan Pemanfaatan Hutan Mangrove
terutang PPN yang wajib dipungut oleh Bendaharawan Departemen Kelautan dan
Perikanan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sehubungan dengan hal
tersebut maka permohonan Saudara untuk penghapusan Pajak Pertambahan Nilai
atas penyerahan jasa dimaksud dengan menyesal tidak dapat dikabulkan.
(2) Atas perolehan bibit bakau dalam kegiatan/pekerjaan Uji Coba Pola rehabilitasi dan
Pemanfaatan Hutan Mangrove Berbasis masyarakat di Kabupaten Pekalongan
dibebaskan dari pengenaan PPN dan untuk pembebasan tersebut Saudara tidak perlu
memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Demikian agar maklum.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/e96b07acb4f9f90f7038004ece14038f.txt · Last modified: by 127.0.0.1