peraturan:0tkbpera:e846fb8a4f365ca8e84393d4f34e1b07
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
15 Desember 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 589/PJ.323/2000
TENTANG
PENJELASAN PEMUNGUTAN PPN DAN PPh PSL 23
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 16 Agustus 2000 perihal seperti tersebut pada pokok
surat, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut diinformasikan bahwa :
a. PT A adalah Swasta Produsen Produk Ekspor yang menunjuk PT ABC sebagai Kontraktor
Utama untuk melakukan pekerjaan dalam rangka pelaksanaan pemasaran Produk
Ekspornya, yaitu jasa transportasi dari pabrik ke pelabuhan dengan kereta api dan jasa
pembongkaran serta pemuatan di pelabuhan/pengapalan ekspor (Ekspedisi Laut).
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut PT ABC telah menunjuk Sub Kontraktor PT KA (BUMN-
PERSERO) untuk pelaksanaan kegiatan jasa angkutan, dan PT C Swasta untuk pelaksanaan
kegiatan expedisi laut, berdasarkan perjanjian jangka panjang.
b. Besarnya nilai jasa tiap periode ditentukan atas dasar volume x tarif per ton dengan Transaksi
Perpajakan sebagai berikut :
1). PPN Jasa 10% :
a) PT C membuat tagihan kepada PT WLS atas pekerjaan pembongkaran dan
pemuatan ekspor sekaligus memungut PPN yang terutang (Pajak Masukan
PT ABC
(b) PT KA dalam melakukan tagihan kepada PT ABC tidak melakukan pungutan
PPN sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./1994
tanggal 26 Januari 1994.
c) PT ABC membuat tagihan kepada PT A atas pekerjaan jasa transportasi dan
jasa pembongkaran/pemuatan ekspor sesuai harga/tagihan dari
subkontraktor, termasuk fee atas jasa pelayanan. PT ABC juga memungut
PPN yang terutang atas total tagihan tersebut (Pajak Keluaran PT. ABC).
2) PPh Psl 23 6% :
a) Untuk pembayaran kepada PT.KA, PT.ABC tidak melakukan pemungutan PPh
Psl 23 tarif 6% sesuai SE-08/PJ.313/95 tanggal 10 Juli 1995.
b) Untuk pembayaran kepada PT.C, PT. ABC melakukan pemungutan PPh Psl 23
tarif 6% sebesar 6% x nilai jasa
c) Untuk penerimaan dari PT. A, PT. ABC dipungut PPh Psl 23 sebesar
6% x nilai jasa (termasuk fee) atas seluruh pekerjaan jasa tersebut.
c. Dengan perlakuan perpajakan tersebut di atas timbul permasalahan sebagai berikut :
1) PT.ABC secara riil hanya berperan sebagai perantara/agen yang penghasilan riil
hanya dari jasa pelayanan (fee),
2) Dengan mekanisme pemungutan PPh Psl 23 oleh PT.A, maka besarnya nilai pungutan
PPh Psl 23 yang dilakukan oleh PT.A menjadi sangat besar (nilai jasa + fee) dan
melampaui kewajaran dibanding tingkat penghasilan riil yang diperoleh PT.ABC dari
jasa pelayanan (fee)
3) Atas PPN jasa angkutan PT.KA sebesar 0% menurut hemat Saudara seharusnya
didapatkan oleh PT.A selaku pemilik riil dari produk yang diekspor.
d. Sehubungan hal tersebut di atas Saudara minta diberikan klarifikasi dan penegasan
sebagai berikut :
1) Apakah PT KA dan PT C selaku sub kontraktor PT ABC dapat mengeluarkan Faktur
tagihan a/n PT ABC QQ PT A mengingat nilai yang dibayar oleh PT ABC kepada kedua
sub kontraktor adalah sama besar/tidak ada perbedaan dibandingkan nilai yang
dibayar oleh PT.A kepada PT ABC ?
2) Apakah PT A dapat langsung memungut PPh Psl 23 dari kedua Sub Kontraktor PT ABC
atas dasar faktur QQ pada butir 1 ?
3) Apakah PT ABC dapat membuka Faktur kepada PT A hanya sebesar nilai jasa
pelayanan (fee) demikian juga kewajiban Perpajakannya (PPN/PPh) ?
4) Apakah benar sesuai Nota Dinas 230a/MK/1990 tanggal 28 April 1990 kegiatan
handling ekspor yang dilakukan oleh PT C adalah tidak dikenakan PPN jasa sebesar
10% ?
2. PAJAK PENGHASILAN.
a. Berdasarkan kontrak yang disampaikan diketahui bahwa PT A adalah PT XYZ, PT KA adalah
PT PQR, dan PT C adalah PT STU.
b. Peraturan-peraturan yang berlaku :
1) Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 TAHUN 1994 antara lain diatur bahwa atas jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan.
2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-176/PJ./2000 tentang Jenis Jasa Lain
dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
Huruf C Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994
antara lain mengatur bahwa atas imbalan jasa perantara wajib dipotong PPh Pasal 23.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan yang diterima adalah sebesar
40% x 15% atau 6% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dan PPn BM. Ketentuan ini
mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2000.
3) Berdasarkan hal-hal tersebut dengan ini kami sampaikan bahwa :
a) Atas pembayaran oleh PT XYZ kepada PT ABC berupa bagian penghasilan riil
yang diterima PT ABC sebagai imbalan jasa pelayanan (fee) sebesar +/- 20%
dari total yang dibayarkan dan sisanya merupakan pembayaran kepada Sub
kontraktor, tatacara pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal
23-nya dilakukan sebagai berikut :
- PT XYZ memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran yang dilakukan
kepada PT DDSP melalui PT ABC dan membuat bukti pemotongan PPh
Pasal 23 dimana identitas pemotong ditulis nama dan NPWP PT XYZ
sedangkan identitas yang dipotong adalah PT ABC qq PT XYZ;
- PT XYZ wajib menyetorkan PPh Pasal 23 yang dipotongnya;
- SSP diisi nama dan NPWP PT XYZ
- SSP lembar ke-5 dan lembar ke-3 bukti pemotongan PPh Pasal 23
dikirimkan kepada PT STU
- PT XYZ membuat laporan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 23
berdasarkan SSP dan bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
karena PT XYZ yang mempunyai kewajiban memotong PPh Pasal 23
(sebagai pemberi hasil).
b). Atas penghasilan (fee) yang diterima PT ABC dari PT XYZ termasuk dalam
imbalan jasa perantara sebagaimana diatur dalam Kep 176/PJ/2000. Oleh
karena itu atas penghasilan tersebut wajib dipotong PPh pasal 23 oleh PT XYZ
sebesar 40% x 15% atau 6% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dan
PPn BM.
3. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
a. Peraturan-peraturan yang berlaku :
1) Dalam penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1988 tentang
PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 11 TAHUN 1994 disebutkan bahwa Faktur Pajak merupakan bukti pungutan
pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan.
Pengisian Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan PPN
yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.
2) Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.531/2000 tanggal
28 Maret 2000 perihal Penggunaan Metode QQ pada Faktur Pajak Standar disebutkan
bahwa :
a) Penggunaan Metode qq pada Faktur Pajak Standar dapat dilakukan sepanjang
harga yang diajukan kontraktor utama kepada pemilik proyek adalah sama
dengan harga yang diajukan oleh subkontraktor kepada kontraktor utama
(tidak terdapat perubahan harga). Kontraktor utama hanya mendapat komisi
saja.
b) Faktur Pajak keluaran yang diterbitkan oleh sub kontraktor, pada kolom
"Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak" agar dicantumkan
"Nama Kontraktor Utama qq Nama Pemilik Proyek". Alamat dan NPWP pada
Faktur Pajak dicantumkan Alamat dan NPWP Pemilik Proyek. Asli lembar
ke satu Faktur Pajak tersebut hanya untuk pemilik proyek, sehingga dengan
demikian yang berhak mengkreditkan Pajak Masukan adalah Pemilik proyek.
c) Kontraktor Utama selaku agen wajib memungut PPN dan membuat Faktur
Pajak atas penyerahan jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang
diterima, dan menyetorkan serta melaporkannya sesuai ketentuan yang
berlaku.
d) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh kontraktor utama selaku agen
hanya yang berhubungan langsung dengan jasa keagenan.
3) Dalam Pasal 9 angka 9 jo Pasal 18 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 50 TAHUN 1994
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun
1999 diatur bahwa jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, maupun di sungai
yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta dikecualikan dari pengenaan
PPN.
4) Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-25/PJ.32/1989 tanggal 6
Desember 1989 dan SE-19/PJ.32/1990 tanggal 29 Mei 1990 yang menunjuk Nota
Dinas Menteri Keuangan Nomor ND-230a/MK/1990 tanggal 28 April 1990 disebutkan
bahwa jasa handling ekspor yang tidak dikenakan PPN adalah jasa yang diserahkan
oleh eksportir pemilik nama/quota kepada eksportir pemilik barang untuk
menggunakan quota ekspor, sedangkan seluruh kegiatan sehubungan dengan ekspor
tersebut dilakukan oleh eksportir pemilik barang.
b. Berdasarkan hal-hal tersebut dengan ini disampaikan bahwa :
1) PT KA dan PT STU selaku sub kontraktor PT ABC dapat menerbitkan Faktur Pajak
Standar menggunakan metode QQ, karena nilai yang dibayar oleh PT ABC kepada
kedua sub kontraktor adalah sama besar/tidak ada perbedaan dibandingkan nilai
yang dibayar oleh PT XYZ kepada PT ABC. Dengan demikian pada Faktur Pajak
kolom "Pembeli BKP/Penerima JKP" supaya dicantumkan identitas "PT ABC qq
PT XYZ". Alamat dan NPWP pada Faktur Pajak dicantumkan Alamat dan NPWP
PT XYZ.
2) PT.ABC selaku agen wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas
penyerahan jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan
serta melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Atas pekerjaan jasa pembongkaran dan pemuatan di pelabuhan/pengapalan
(Ekspedisi Laut) yang dilakukan oleh PT. STU tidak termasuk pengertian handling
ekspor sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-25/PJ.32/1989 tanggal 6 Desember 1989 dan SE-19/PJ.32/1990 tanggal 29 Mei
1990 yang menunjuk Nota Dinas Menteri Keuangan Nomor ND-230a/MK/1990 tanggal
28 April 1990, sehingga terutang PPN 10%.
4) Mengingat pekerjaan pengangkutan barang yang akan diekspor dari Pabrik ke
Pelabuhan yang dilakukan oleh PT PQR dilaksanakan berdasarkan kontrak/perjanjian
jangka panjang, maka tidak termasuk dalam pengertian jasa di bidang angkutan
umum, namun merupakan jasa transportasi dengan cara persewaan. Dengan
demikian atas penyerahan jasa dari PT PQR terutang PPN.
Demikian agar Saudara maklum.
A.n DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR
ttd
IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/0tkbpera/e846fb8a4f365ca8e84393d4f34e1b07.txt · Last modified: by 127.0.0.1