peraturan:0tkbpera:e8219d4c93f6c55c6b10fe6bfe997c6c
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
22 Februari 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 147/PJ.53/2005
TENTANG
PENGHITUNGAN KEMBALI PAJAK MASUKAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 26 Juli 2004 hal Permohonan Penjelasan mengenai
Penghitungan Kembali Pajak Masukan (PM), dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa :
a. Dalam pemeriksaan PPN tahun 2002, terkait dengan penghitungan kembali Pajak Masukan
yang telah dikreditkan, penghasilan yang tidak terutang PPN dalam formulir 1195 lampiran B3
angka I huruf a.1 (kode rumus X) yang dilaporkan oleh PT ABC dikoreksi/diminta oleh pihak
Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) agar menggunakan nilai sebesar
keuntungan atas transaksi jual-beli obligasi.
b. Untuk tahun 2003, dari transaksi jual-beli obligasi tersebut PT ABC mengalami kerugian
sehingga untuk penghitungan kembali Pajak Masukan kalau dihitung berdasarkan keuntungan
dari transaksi jual-beli obligasi akan minus, dan menghadapi kondisi ini Saudara menjadi ragu
dalam melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan yang semula telah dikreditkan
selama tahun 2003. Dengan kondisi demikian, Saudara akhirnya mengisikan "nol" pada
formulir 1195 lampiran B3 angka I huruf a.1 (kode rumus X) tersebut, karena menurut
Saudara bila "minus" juga akan aneh.
c. PT ABC kembali diperiksa oleh KPP PMB, dimana pengisian lampiran B3 angka I huruf a.1
(kode rumus X) formulir 1195 yang dilaporkan oleh PT ABC tersebut dipermasalahkan oleh
pemeriksa, dan PT ABC diberitahu oleh pihak KPP PMB untuk menggunakan "nilai penyerahan/
penjualan obligasi selama setahun" sebagai penghasilan yang tidak terutang PPN (kode rumus
X) pada lampiran B3 formulir 1195 PT ABC.
d. Saudara sangat menyayangkan hal tersebut karena Saudara baru diberitahu setelah PT ABC
diperiksa, dan Saudara mempertanyakan kenapa pemeriksa tidak konsisten (terhadap hasil
pemeriksaan tahun sebelumnya), pada PT ABC telah beritikad baik untuk melaporkan SPT
Masa PPN-nya dengan benar dengan meminta petunjuk dari KPP PMB.
e. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Saudara meminta penjelasan tentang pengisian
"penyerahan yang tidak terutang PPN" pada formulir 1195 lampiran B3 angka I huruf a.1
(kode rumus X) tersebut.
2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 9 ayat (5) menyatakan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak
selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak
Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Penjelasan Pasal tersebut antara lain menyatakan bahwa dalam ayat ini, yang dimaksud
dengan penyerahan yang terutang pajak adalah penyerahan barang dan atau jasa yang
sesuai ketentuan Undang-undang ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak
dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
b. Pasal 9 ayat (6) menyatakan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak
selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan
Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, antara lain mengatur :
a. Pasal 2 ayat (1) antara lain menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang :
a.1. melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
a.2. melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa
yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang
Pajak Pertambahan Nilai; atau
a.3. melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak
Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai;
maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak yang :
- nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
- digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau
kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas
penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai,
dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya;
- nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau
kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan.
b. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) angka 2, wajib menghitung kembali Pajak Masukan
yang telah dikreditkan tersebut dengan rumus sebagai berikut:
b.1. untuk Barang Modal:
X PM
-- x ----
Y T
dengan ketentuan bahwa :
X adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai selama satu tahun buku;
Y adalah jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku;
T adalah masa manfaat Barang Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
angka (2) yang ditentukan sebagai berikut :
- untuk bangunan adalah 10 tahun;
- untuk Barang Modal lainnya adalah 5 tahun;
PM adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
b.2. untuk bukan Barang Modal:
X
-- x PM
Y
dengan ketentuan bahwa :
X adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai dalam tahun buku yang bersangkutan;
Y adalah jumlah seluruh peredaran dalam tahun buku yang bersangkutan;
PM adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
c. Pasal 3 menyatakan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dari hasil
penghitungan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (2)
diperhitungkan kembali dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak
paling lambat pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.
4. Buku Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Formulir
1195 (Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ./1995), pada bagian Petunjuk
Pengisian Formulir 1195 B3 Lampiran Pajak Masukan II Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan
(PM) yang Telah Dikreditkan/Tidak Dipungut/Ditangguhkan/Dibebaskan (KP.PPN 1.1.6-95), antara lain
menyatakan bahwa nomor urut I huruf a angka 1 dengan uraian "Penyerahan yang Tidak Terutang
PPN, termasuk penyerahan yang PPN-nya Dibebaskan/Ditanggung Pemerintah (DTP)" diisi dengan
penjumlahan angka Dasar Pengenaan Pajak (DPP) kolom "s.d. Bulan ini" pada kode B.1.2.2 + B.2.3
Formulir 1195 Masa Pajak akhir Tahun Buku.
5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat Saudara
pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Yang diisikan pada lampiran B3 angka I huruf a.1 (kode huruf X) Formulir 1195 adalah nilai
penyerahan yang tidak terutang PPN, bukan nilai keuntungan yang diperoleh PT ABC dari
kegiatan usaha yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.
b. Dalam hal PT ABC melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya ada yang terutang
PPN dan ada yang tidak terutang PPN, dan PT ABC telah mengkreditkan seluruhnya Pajak
Masukan yang digunakan secara bersama-sama untuk kedua jenis penyerahan tersebut,
maka PT ABC harus melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 3 di atas.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,
ttd.
A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/0tkbpera/e8219d4c93f6c55c6b10fe6bfe997c6c.txt · Last modified: by 127.0.0.1