peraturan:0tkbpera:e7364a5abd2a860cf8e33b114369b92b
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 Desember 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1031/PJ.53/2004 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PPN ATAS PERMAINAN BOWLING DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal 28 Juli 2004 hal Pajak atas Permainan Bowling, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. PT ABC yang terdaftar di KPP Jakarta Tanah Abang Dua (NPWP xx.xxx.xxx.x-xxx.xxx) bergerak di bidang permainan bowling, biliar, cafe, dan penyewaan ruangan, dimana permainan bowling merupakan segmen usaha utama PT ABC. b. Surat Keputusan Kepala Dispenda DKI Nomor 1076 tahun 2003 tanggal 12 Juli 2004 tentang Pengukuhan PT ABC Sebagai Wajib Pajak Pajak Hiburan. c. Berdasarkan hal tersebut di atas Saudara meminta penegasan - Mengingat usaha bowling dikenakan sebagai pajak hiburan, maka Saudara meminta agar permainan bowling tidak dikenakan PPN. - Apakah atas PPN impor mesin bowling yang telah dibayar dapat diminta restitusi. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 5 dan 6, bahwa Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang diKenakan Pajak Pertambahan Nilai. b. Pasal 1 ayat 24, bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. c. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai diKenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. d. Pasal 9 ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. e. Pasal 9 ayat (6), bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang Terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur : a. Pasal 5 huruf g, menyatakan bahwa kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan. b. Pasal 11, menyatakan bahwa jenis jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma. 4. Pasal 2 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 TAHUN 2000, menyatakan bahwa Pajak Hiburan adalah salah satu jenis pajak Kabupaten/Kota. Di dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggara hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan untuk fasilitas berolah raga. 5. Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 TAHUN 2001 tentang Pajak Daerah, menyatakan bahwa Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Di dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa hiburan antara lain berupa tontonan film, kesenian pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klab malam, permainan bilyar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olah raga. 6. Pasal 2 ayat (1) huruf b, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, bahwa Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang : 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dan unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan. 7. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 6, serta memperhatikan isi surat Saudara butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak (bowling dan penyewaan ruangan) yang dilakukan oleh PT PPP dikenakan PPN, dan PT ABC wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan jasa penyediaan fasililas olahraga bowling tersebut. b. Mengingat penyerahan yang dilakukan oleh PT ABC ada yang merupakan objek PPN dan ada juga yang bukan objek PPN, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan hanya Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN. c. Dalam hal terdapat Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP yang digunakan baik untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN (biliar dan cafe) maupun untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN (bowling dan penyewaan ruangan), maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya. d. PPN yang dibayar oleh PT ABC atas impor mesin bowling merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT ABC sesuai ketentuan yang berlaku, dan diperhitungkan terhadap Pajak Keluaran PT ABC atas penyerahan jasa bowling. Dalam hal PT ABC tidak melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN yang terutang atas penyerahan JKP yang dilakukannya, maka kepada PT ABC dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Demikian untuk dimaklumi. Direktur, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kepala KPP Jakarta Tanah Abang Dua; 4. Kepala Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta Raya.
peraturan/0tkbpera/e7364a5abd2a860cf8e33b114369b92b.txt · Last modified: (external edit)