peraturan:0tkbpera:e6b4b2a746ed40e1af829d1fa82daa10
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 606/KMK.04/1994
TENTANG
PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK, TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK,
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA PENGANGSURAN
DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan ketertiban pelaksanaan pembayaran, penyetoran,
dan pelaporan, serta pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, dipandang perlu menetapkan
tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran, tempat pembayaran, tata cara pembayaran,
penyetoran, dan pelaporan, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak;
b. bahwa oleh karena itu, hal tersebut di atas ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat :
Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO
PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK, TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, TATA CARA PEMBAYARAN,
PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN
PAJAK.
Pasal 1
(1) Pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1994, harus dibayar selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(2) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1994, harus disetor selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 TAHUN 1994, harus disetor selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak.
(4) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang dalam satu Masa
Pajak, harus dibayar selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas
Impor, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan
apabila pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Impor, harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen impor.
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas
Impor yang pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam
jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
(7) Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau Badan lain sebagai Pemungut Pajak,
harus disetor selambat-lambatnya tanggal tujuh bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Pasal 2
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran
atau penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 3
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos dan Giro, atau bank-bank yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Anggaran.
Pasal 4
Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana
administrasi lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 5
(1) Pemotong dan Pemungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal
23, dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, harus memberikan tanda bukti
pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar
Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut, kecuali terhadap karyawan atau pegawai tetap, bukti
pemotongan hanya wajib diberikan apabila diminta oleh yang bersangkutan.
(2) Tanda bukti pemotongan dan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak .
Pasal 6
(1) Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang
ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya dua puluh hari
setelah Masa Pajak berakhir.
(2) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (6) harus melaporkan hasil
pemungutannya selambat-lambatnya tujuh hari setelah penyetoran pajak.
(3) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (7) wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya tujuh hari setelah penyetoran pajak.
(4) Surat Pemberitahuan Masa atau pelaporan hasil pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak, Pemotong
Pajak atau Pemungut Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan.
Pasal 7
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan
likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya
pada waktunya.
Pasal 8
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, harus diajukan sebelum saat jatuh tempo pembayaran
utang pajak berakhir, kecuali dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaannya, dapat diajukan
setelah batas waktu tersebut, disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau
ditunda.
Pasal 9
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berupa menerima seluruhnya atau sebagian atau
penolakan dalam jangka waktu sepuluh hari sejak permohonan diterima dengan lengkap.
(2) Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat lagi diajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran.
(3) Masa angsuran atau penundaan diberikan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
keputusan diterbitkan.
Pasal 10
Tata cara pelaksanaan pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Pajak 11
Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 948/KMK.04/1983 tanggal
31 Desember 1983, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 949/KMK.04/1983 tanggal 31 Desember 1983 dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 376/KMK.01/1985 tanggal 16 April 1985, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,
ttd
MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/e6b4b2a746ed40e1af829d1fa82daa10.txt · Last modified: by 127.0.0.1