peraturan:0tkbpera:e4f37b9ed429c1fe5ce61860d9902521
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 21 Oktober 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 927/PJ.52/2005 TENTANG KOREKSI POTONGAN HARGA/DISKON DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 9 September 2005 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara garis besar isi surat Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. perusahaan Saudara adalah perusahaan yang bergerak di bidang retail. Ketika bertransaksi dengan supplier, Saudara mendapat potongan harga/diskon dari supplier dan telah dicantumkan pada Faktur Pajak yang diterbitkan. Tetapi kadang-kadang terjadi koreksi harga atas potongan harga/diskon tersebut, dimana biasanya nota perhitungan koreksi potongan harga/diskon tersebut diterima oleh Saudara satu bulan kemudian atas Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh supplier. b. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Saudara mohon penjelasan tentang dokumen apa yang harus diterbitkan atas potongan harga/diskon tersebut, dan dokumen apa saja yang diperlukan untuk mendukung transaksi tersebut di atas. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000, antara lain mengatur sebagai berikut : Pasal 8 : (1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. (2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu. (4) Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang mengakibatkan : a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau c. jumlah harta menjadi lebih besar; atau d. jumlah modal menjadi lebih besar. (5) Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. Pasal 11 : (1) Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau Pasal 17C dikembalikan, namun apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Pasal 17 : Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. b. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur sebagai berikut : Pasal 1 angka 23 : Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pasal 13 : (1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. (4) Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ/2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-59/PJ./2005, antara lain mengatur bahwa : Pasal 7 ayat (1) : Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, atau salah dalam pengisian atau penulisan sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak Pengganti yang tata caranya sebagaimana diatur dalam Lampiran III huruf A Keputusan ini. Lampiran III : A. Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar yang Rusak atau Cacat atau Salah dalam Pengisian atau Salah dalam Penulisan. 1. Atas Permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, terhadap Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Standar Pengganti. 2. Pembetulan Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam butir 1. 3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti Faktur Pajak Standar yang biasa. 4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak atau cacat atau salah dalam penulisan atau salah dalam pengisian tersebut. 5. Pada Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode, Nomor seri dan tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti tersebut. 6. Faktur Pajak Standar Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti. 7. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar tersebut. 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : a. Saudara dapat meminta kepada supplier untuk menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti atas Faktur Pajak Standar yang telah diterbitkan sebelumnya. b. Faktur Pajak Standar Pengganti tersebut memuat penyerahan dan potongan harga yang sebenarnya. c. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar tersebut, sepanjang belum melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan. d. Dalam hal pembetulan SPT Masa PPN tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka Saudara harus melunasi kekurangan utang pajak tersebut dengan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran. e. Dalam hal pembetulan SPT Masa PPN tersebut mengakibatkan jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, maka Saudara dapat mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran pajak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian untuk dimaklumi. Pjs. DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd. GUNADI
peraturan/0tkbpera/e4f37b9ed429c1fe5ce61860d9902521.txt · Last modified: (external edit)