User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:df5665df072805334c14ca0c79bbe794
           DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengawasan Pengangkutan
Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean;

Mengingat:

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
    Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
    Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

            MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

            PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN
            BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN.

            Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.  Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

2.  Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
    perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
    Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang.

3.  Barang Tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai
    barang yang pengangkutannya dalam Daerah Pabean dilakukan pengawasan.

4.  Pengawasan Pengangkutan adalah pengawasan terhadap pengangkutan Barang
    Tertentu yang diangkut melalui laut dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah
    Pabean.

5.  Sarana Pengangkut adalah kapal yang merupakan kendaraan air dengan bentuk dan
    jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda,
    termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, serta alat apung dan bangunan
    terapung yang tidak berpindah-pindah.

6.  Pengangkut adalah orang perseorangan atau badan hukum, kuasanya, atau pihak
    yang bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut, yang melakukan
    pengangkutan Barang Tertentu.

7.  Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang perseorangan atau
    badan hukum dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan
    syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

8.  Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

9.  Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
    tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

            Pasal 2

(1) Terhadap Barang Tertentu dilakukan Pengawasan Pengangkutannya dalam Daerah
    Pabean.

(2) Barang Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh instansi teknis
    terkait dan diberitahukan kepada Menteri melalui menteri yang membidangi
    perdagangan.

(3) Dalam menetapkan barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi
    teknis terkait berkoordinasi dengan menteri yang membidangi perdagangan.

(4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri
    memerintahkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk melaksanakan pengawasan
    terhadap pengangkutan Barang Tertentu.

(5) Pengawasan Pengangkutan dilakukan pada saat pemuatan dan pembongkaran dalam
    Daerah Pabean.

(6) Dalam hal tertentu, pengawasan dapat dilakukan pada saat pengangkutan di dalam
    Daerah Pabean.

            Pasal 3

(1) Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean yang dilakukan melalui laut,
    harus menggunakan Sarana Pengangkut yang dioperasikan oleh perusahaan
    angkutan laut nasional yang memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut atau
    memiliki Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus atau Pelayaran Rakyat.

(2) Sebelum melakukan pemuatan ke atas Sarana Pengangkut, orang yang akan
    melakukan pengangkutan Barang Tertentu harus memberitahukan kepada pejabat
    bea dan cukai di Kantor Pabean pemuatan, dengan menggunakan Pemberitahuan
    Pabean.

(3) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan
    dokumen yang dipersyaratkan dari instansi teknis terkait.

            Pasal 4

Pengangkutan Barang Tertentu oleh Sarana Pengangkut harus disertai dengan
Pemberitahuan Pabean.

            Pasal 5

(1) Sebelum Sarana Pengangkutnya tiba, Pengangkut yang akan melakukan
    pembongkaran harus memberitahukan rencana kedatangan Sarana Pengangkut ke
    Kantor Pabean pembongkaran.

(2) Sebelum melakukan pembongkaran, Pengangkut harus menyerahkan Pemberitahuan
    Pabean.

(3) Dalam keadaan darurat, Pengangkut dapat membongkar Barang Tertentu di luar
    pelabuhan tujuan pembongkaran terlebih dahulu.

(4) Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib:

    a.  segera melaporkan keadaan darurat tersebut ke Kantor Pabean terdekat; dan

    b.  menyerahkan Pemberitahuan Pabean ke Kantor Pabean terdekat dalam waktu
        paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam setelah pembongkaran.

            Pasal 6

(1) Terhadap Barang Tertentu dilakukan pemeriksaan pabean.

(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian
    dokumen dan pemeriksaan fisik.

(3) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal tertentu.

(4) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di tempat
    pemuatan, di atas Sarana Pengangkut, dan/atau di tempat pembongkaran.

            Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelayanan dan pengawasan terhadap
pengangkutan Barang Tertentu diatur dengan Peraturan Menteri.

            Pasal 8

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di   :   Jakarta
Pada tanggal    :   16 Januari 2009

Presiden Republik Indonesia,
ttd,

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono



Diundangkan di  :   Jakarta
Pada tanggal        :   16 Januari 2009

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
ttd,

Andi Mattalatta



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 16



            PENJELASAN
            ATAS
            PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
            NOMOR 3 TAHUN 2009
            TENTANG
            PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU
            DALAM DAERAH PABEAN

I.  UMUM

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
    diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menyebutkan bahwa
    kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah melakukan pengawasan atas
    lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean. Namun mengingat letak
    geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung
    dengan negara tetangga, sering terjadi penyelundupan terhadap barang-barang yang
    mendapat subsidi, atau barang-barang yang dibatasi/dilarang ekspornya, yang
    dilakukan pengangkutan antar pulau.

    Untuk menghindari hal tersebut maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
    Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
    2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
    Kepabeanan memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
    untuk melakukan pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu yang
    diangkut melalui laut. Kewenangan ini diberikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan
    Cukai sepanjang ada permintaan dari instansi teknis terkait untuk melakukan
    pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu oleh Direktorat Jenderal Bea
    dan Cukai.

II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

        Cukup jelas.

    Pasal 2

        Ayat (1)

             Cukup jelas.

        Ayat (2)

             Dalam hal kementerian atau lembaga pemerintah non departemen
            yang berwenang melakukan pengaturan terhadap suatu barang
            merasa perlu dilakukan Pengawasan Pengangkutan barang tersebut di
            dalam Daerah Pabean yang dilakukan melalui laut, maka kementerian
            atau lembaga pemerintah non departemen tersebut menyampaikan
            rincian jenis barang yang telah ditetapkan untuk diawasi dan
            ketentuan atau dasar hukum yang melandasi pengawasan barang
            tersebut kepada menteri yang membidangi perdagangan. Berdasarkan
            usulan tersebut menteri yang membidangi perdagangan harus
            menyampaikannya kepada Menteri Keuangan.

        Ayat (3)

             Koordinasi antara instansi teknis terkait dengan menteri yang
            membidangi perdagangan dapat dilakukan melalui pertemuan atau
            melalui surat-menyurat.

        Ayat (4)

             Cukup jelas.

        Ayat (5)

             Cukup jelas.

        Ayat (6)

             Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" antara lain adanya
            informasi intelijen mengenai adanya dugaan pelanggaran dalam
            pengangkutan Barang Tertentu.

    Pasal 3

        Ayat (1)

             Cukup jelas

        Ayat (2)

             Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau
            badan hukum.

        Ayat (3)

             Cukup jelas.

    Pasal 4

        Pemberitahuan Pabean atas keberangkatan Barang Tertentu harus dibawa
        dalam pengangkutan dan menjadi dokumen pelindung atas pengangkutan
        Barang Tertentu tersebut.

    Pasal 5

        Ayat (1)

             Cukup jelas.

        Ayat (2)

             Yang dimaksud dengan "sebelum melakukan pembongkaran" adalah
            Sarana Pengangkut telah tiba di pelabuhan pembongkaran yang
            berada di bawah pengawasan Kantor Pabean dan akan dilakukan
            pembongkaran Barang Tertentu dari Sarana Pengangkut.

        Ayat (3)

             Pada dasarnya Barang Tertentu hanya dapat dibongkar di pelabuhan
            tujuan setelah diajukan Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu. Akan
            tetapi, jika Sarana Pengangkut mengalami keadaan darurat seperti
            mengalami kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki,
            terjebak dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi diluar
            kemampuan manusia, dapat diadakan pengecualian dengan melakukan
            pembongkaran tanpa menyampaikan Pemberitahuan Pabean Barang
            Tertentu terlebih dahulu.

        Ayat (4)

             Huruf a

                Yang dimaksud dengan "Kantor Pabean terdekat" adalah
                Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.

                Melaporkan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam
                ketentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan radio
                panggil, telepon, atau faksimile.

             Huruf b

                Cukup jelas.

    Pasal 6

        Ayat (1)

             Cukup jelas.

        Ayat (2)

             Cukup jelas.

        Ayat (3)

             Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" antara lain terdapat
            indikasi atau bukti permulaan yang cukup tentang adanya pelanggaran
            terhadap jumlah, jenis atau persyaratan teknis lainnya.

        Ayat (4)

             Cukup jelas.

    Pasal 7

        Cukup jelas.

    Pasal 8

        Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4971
peraturan/0tkbpera/df5665df072805334c14ca0c79bbe794.txt · Last modified: (external edit)