peraturan:0tkbpera:dbd22ba3bd0df8f385bdac3e9f8be207
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 7 Agustus 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 22/PJ.21/1995

                        TENTANG

         HASIL PEMERIKSAAN BEPEKA SEMESTER I TAHUN ANGGARAN 1994/1995

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

     Bersama ini diberitahukan bahwa dari hasil pemeriksaan BEPEKA Semester I Tahun Anggaran 1994/1995
pada KPPBB di Malang, Sidoarjo, Bandung Satu, Bekasi, Purwakarta, Semarang, Tangerang, Jakarta Barat, 
Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara telah ditemukan pada berbagai pelaksanaan 
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai KPPBB yang menunjukkan kurangnya koordinasi antar seksi yang 
terkait, kurang tertibnya administrasi, kurang aktifnya kegiatan penagihan pada wajib pajak, dan pengawasan 
yang masih perlu ditingkatkan. Adapun temuan dan saran BEPEKA dalam hasil pemeriksaannya adalah 
sebagai berikut :
1.  Administrasi pendataan obyek dan subyek PBB  belum tertib. Terdapat perbedaan data jumlah Wajib 
    Pajak (WP) dan pokok ketetapan PBB, antara Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) 1994 dan 
    hasil pendataan tahun 1993. Hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi antar seksi yang terkait
    dan hasil DHKP belum sepenuhnya dikoreksi sebelum disampaikan kepada wajib pajak. Untuk itu perlu 
    dilakukan verifikasi lebih dahulu atas hasil pendataan dari Seksi Pendataan dan Penilaian. Juga 
    diperlukan pengawasan dan koordinasi antar unit kerja yang terkait untuk mendapatkan hasil yang 
    maksimal.

2.  Laporan bulanan mutasi tanah dan bangunan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) belum 
    dimanfaatkan secara maksimal sebagai dasar penetapan PBB, seperti adanya SPPT yang masih atas 
    nama pemilik lama dan hilangnya potensi penerimaan PBB karena sebagian pemilik atau subyek pajak 
    baru terhindar dari pengenaan pajak. Untuk itu perlu disampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak 
    (SPOP) kepada wajib pajak sebagai tindak lanjut atas laporan PPAT serta meningkatkan kerja sama 
    dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Apabila ada data dalam laporan bulanan PPAT yang kurang 
    lengkap agar dilengkapi dengan mengutip data akta di Kantor Pertanahan/BPN.

3.  Kurang tertibnya administrasi dalam penatausahaan, penyampaian, dan pengembalian SPOP 
    menyebabkan tidak dilaksanakannya pengenaan denda atau sanksi atas tidak kembalinya atau 
    keterlambatan pengembalian SPOP. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan atasan langsung 
    terhadap kegiatan tersebut.

4.  Adanya beberapa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun 1993 dan 1994 yang belum 
    disampaikan kepada wajib pajak yang disebabkan oleh tidak diketahuinya obyek dan subyek pajak, 
    kesalahan nama, luas tanah dan bangunan, dan pendataan ganda terhadap obyek pajak yang sama. 
    Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan verifikasi lapangan guna pemutakhiran data serta meningkat-
    kan kualitas hasil pendataan Sistem Informasi Manajemen Obyek Pajak (SISMIOP).

5.  Dari pemeriksaan terhadap PBB ditemukan beberapa masalah sebagai berikut :
    a.  Pencairan pokok ketetapan dan tunggakan PBB tidak mencapai persentase minimum seperti 
        yang telah ditetapkan;
    b.  Sejumlah tunggakan PBB yang cukup material jumlahnya belum ditagih dengan aktif;
    c.  Belum tertibnya tata usaha tunggakan PBB.

    Untuk mengatasi hal tersebut di atas, KPPBB diminta agar melakukan kegiatan penagihan aktif,yaitu 
    dengan menerbitkan surat tagihan pajak (STP), surat paksa, sita, dan lelang. Penundaan Pembayaran 
    harus didasarkan atas keputusan KPPBB. Untuk menertibkan tata usaha tunggakan PBB, dapat 
    dilakukan konfirmasi dengan bank tempat pembayaran untuk mendapat data yang lebih akurat. Hal ini 
    dimaksudkan juga untuk menghilangkan tunggakan fiktif.

6.  Terdapat kelambatan penyetoran atas penerimaan PBB oleh petugas pemungut ke bank tempat 
    pembayaran dan terdapat pengendapan uang penerimaan PBB di beberapa bank. Untuk mengatasi 
    hal ini, perlu ditingkatkan adanya pengawasan dan kerja sama antar instansi terkait.

Sejalan dengan hasil pemeriksaan BEPEKA tersebut diminta perhatian Saudara pada hal-hal sebagai berikut :
a.  Jenis kelalaian dalam pelaksanaan tugas seperti yang ditemukan BEPEKA tersebut baru sebagian dari 
    jenis pelaksanaan tugas DJP, dan permasalahan yang sama mungkin dapat saja terjadi pada unit 
    kantor Saudara.

b.  Dapat disimpulkan bahwa timbulnya kelalaian dalam pelaksanaan tugas karena kurangnya pembinaan 
    keterampilan/pengetahuan di bidangnya dan sikap mental serta pengawasan atasan langsung terhadap 
    bawahannya. Untuk itu agar Saudara secara konsisten memperhatikan dan melaksanakan pembinaan 
    dan pengawasan untuk terciptanya ketaatan kepada peraturan dan prosedur kerja di semua bidang 
    pelaksanaan tugas sehingga permasalahan seperti temuan BEPEKA itu tidak perlu terjadi lagi.

c.  Terhadap karyawan yang lalai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya agar dikenakan sanksi 
    oleh atasan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian agar menjadikan perhatian Saudara dan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/dbd22ba3bd0df8f385bdac3e9f8be207.txt · Last modified: (external edit)