User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:db53e24fbc4e5a62aaa6e92f6bd1167f
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     3 Maret 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 120/PJ.53/2004

                            TENTANG

    PERMOHONAN PENEGASAN PENGKREDITAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JASA LUAR NEGERI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ............................... tanggal 29 September 2003 hal permohonan
penegasan pengkreditan PPN Jasa Luar Negeri (PPN Jasa LN) yang disetorkan setelah 3 (tiga) bulan dari Masa 
Pajak terutang dan PPN Jasa LN yang belum disetorkan, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

1.  Dalam surat terebut dikemukakan bahwa :
   a.  Berdasarkan hasil penelitian Tim Itjen, terdapat setoran PPN Jasa LN yang dilakukan oleh PB 
        & Co. untuk masa Desember 2001 yaitu PPN atas pembayaran jasa kepada EPIC Consulting 
        Corp. - Eas Malaysia, sebagai berikut :
      1.  PPN Jasa LN masa Desember 2001 (saat terutang) disetorkan pada tanggal 20 Mei 
            2002 sebesar Rp.847.214.275,- dan dikreditkan dalam SPT Masa PPN pembetulan 
            Masa Pajak Januari 2002 yang dilaporkan 5 Juli 2002.
        2.  Atas PPN Jasa LN tersebut tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN (baik normal 
            atau pembetulan), karena disetor lewat dari 3 (tiga) bulan.
        3.  Tanggapan Saudara atas temuan Itjen tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan 
            himbauan pembetulan SPT.

   b.  Menindaklanjuti temuan Tim Itjen tersebut, Saudara telah melakukan himbauan pembetulan 
        SPT Masa PPN melalui surat, yang memuat hal-hal sebagai berikut :
      1.  Atas PPN Jasa LN masa Desember 2001 yang disetorkan pada tanggal 20 Mei 2002 
            harus dilaporkan pada SPT Masa Mei 2002.
        2.  PPN Jasa LN masa Desember 2001 hanya dapat dikreditkan sampai dengan Maret 
            2002, namun karena baru disetorkan pada tanggal 20 Mei 2002, maka tidak dapat 
            dikreditkan.
        3.  PPN Jasa LN masa Desember 2001 yang telah disetor Wajib Pajak (WP) pada tanggal 
            20 Mei 2002 bukan termasuk Faktur Pajak yang terlambat diterima, tetapi termasuk 
            dalam Faktur Pajak yang terlambat diterbitkan dan telah melewati batas waktu 3 
            (tiga) bulan, sehingga Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan meskipun melalui 
            mekanisme pembetulan SPT.

   c.  Berdasarkan penelitian SPT Masa Pembetulan PPN masa Januari sampai dengan Desember 
        2002 diketahui bahwa PB & Co. mengkreditkan PPN Jasa LN yang belum disetorkan PPN-nya. 
        Atas PPN Jasa LN yang belum disetorkan, WP sedang minta Pemindahbukuan (Pbk) dari SSP 
        atas pembayaran PPN DN pada masing-masing Masa Pajak, dimana pada masing-masing 
        pajak tersebut terjadi lebih bayar yang salah satu penyebabnya adalah mengkreditkan PPN 
        Jasa LN yang belum disetor.

   d.  Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Saudara mengharapkan penegasan mengenai :
      1.  Apakah SSP Jasa LN untuk masa Desember 2001 yang disetor lewat waktu 3 (tiga) 
            bulan dari masa pajak yang bersangkutan yaitu tanggal 20 Mei 2002 tetap dapat 
            dikreditkan pada bulan Januari 2002 melalui pembetulan SPT.
        2.  Apakah PPN Jasa LN yang seharusnya terutang, namun belum disetorkan dapat 
            dikreditkan pada SPT Masa PPN masa yang bersangkutan.
        3.  Apakah hasil Pbk ke setoran PPN Jasa LN yang diproses setelah SPT Masa PPN 
            dilaporkan dapat diakui sebagai Kredit Pajak (PM) atas PPN Jasa LN yang telah 
            dilaporkan SPT-nya.

2.  Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000, 
    antara lain mengatur :
   a.  Pasal 1 angka 10, bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan 
        untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan 
        objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-
        undangan perpajakan.
   b.  Pasal 8 ayat (1), bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat 
        Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam 
        jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak.
   c.  Pasal 9 ayat (1), bahwa Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan 
        penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis 
        pajak, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak 
        berakhir.
   d.  Pasal 9 ayat (2a), bahwa apabila pembayaran atau penyetoran sebagaimana dimaksud dalam 
        ayat (1), dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, 
        dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung 
        dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bukan     
        dihitung penuh 1 (satu) bulan.
   e.  Pasal 14 ayat (1) huruf c dan f, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat 
        Tagihan Pajak apabila wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau 
        bunga, dan Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat 
        atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur 
        Pajak.
   f.  Pasal 14 ayat (4), bahwa terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana 
        dimaksud dalam ayat (1) huruf f, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% 
        (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

3.  Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    Undang Nomor 18 TAHUN 2000 (UU PPN), antara lain mengatur :
   a.  Pasal 1 angka 23, bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh 
        Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan 
        Jasa Kena Pajak.

   b.  Pasal 1 angka 24, bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya 
        sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan BKP dan atau JKP dan atau 
        pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari 
        luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.

   c.  Pasal 4 huruf e, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak 
        dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
    
   d.  Pasal 9 ayat (8), bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran-pengeluaran 
        untuk :
      1.  Huruf h, perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang Pajak 
            Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
        2.  Huruf i, perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya 
            tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang 
            ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

   e.  Pasal 9 ayat (9), bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan 
        dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak 
        berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, 
        sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam 
        memori penjelasannya dijelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak dimungkinkan untuk 
        mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama, 
        yang disebabkan antara lain karena Faktur pajak terlambat diterima. Dalam hal jangka waktu 
        3 (tiga) bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui 
        pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan.

   f.  Pasal 13 ayat (6), bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu 
        sebagai Faktur Pajak. Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa ketentuan ini diperlukan antara 
        lain karena untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak 
        yang seharusnya membuat Faktur Pajak yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak 
        atau Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean
        -   misalnya, dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean.
        -   maka Surat Setoran Pajak (SSP) dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak.

4.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, 
    Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak 
    Berwujud Dan Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, antara lain mengatur :
   a.  Pasal 2, bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak 
        tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dipungut oleh orang 
        pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena 
        Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak 
        berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

   b.  Pasal 3, bahwa saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar 
        Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di 
        bawah ini :
      1.  Saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut secara 
            nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
        2.  Saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut 
            dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
        3.  Saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa Kena 
            Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
        4.  Saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak 
            tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.

      Dalam hal saat sebagaimana tersebut diatas tidak diketahui maka saat dimulainya 
        pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah 
        Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang 
        ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

   c.  Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus 
        disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat 
        tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan dan dilaporkan dalam Surat 
        Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan 
        penyetoran.

5.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ/2000 tentang Dokumen-dokumen Tertentu yang 
    Diperlakukan sebagai Faktur Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal 
    Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001, antara lain mengatur :
   a.  Pasal 1, bahwa Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar 
        paling sedikit harus memuat :
       1.  Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;   
        2.  Nama dan alamat penerima dokumen;
        3.  Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak 
            dalam negeri;
        4.  Jumlah satuan barang apabila ada;
        5.  Dasar Pengenaan Pajak;  
        6.  Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

    b.  Pasal 2 huruf g, bahwa Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas 
        pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah 
        Pabean, sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 diperlakukan 
        sebagai Faktur Pajak Standar.

6.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 5, serta memperhatikan isi surat Saudara 
    pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa :
   a.  Mengingat Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PB & Co. atas 
        pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan 
        JKP dari luar Daerah Pabean merupakan Faktur Pajak Standar (Pajak Masukan), maka PPN 
        atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang belum dipungut dan disetor tidak dapat 
        dilaporkan dan dikreditkan dalam SPT Masa PPN.

    b.  Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah 
        Pabean, wajib dipungut oleh PB & Co. pada saat dimulainya pemanfaatan JKP tersebut yaitu 
        pada bulan Desember 2001.

    c.  PB & Co. baru menyetorkan PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean pada tanggal 
        20 Mei 2002 untuk saat terutang Masa Pajak Desember 2001, oleh karena itu Kantor 
        Pelayanan Pajak Setiabudi Dua wajib menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) kepada PB & 
        Co., karena :
       1.  Keterlambatan pemungutan PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang 
            terutang, sehingga SSP atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (dokumen 
            yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar) terlambat diterbitkan, dengan 
            mengenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan 
            Pajak; dan
        2.  Keterlambatan pembayaran atau penyetoran PPN atas pemanfaatan JKP dari luar 
            Daerah Pabean yang terutang, dengan mengenakan sanksi administrasi berupa bunga 
            sebesar 2% sebulan dari kekurangan pembayaran pajak dalam hal ini seluruh PPN 
            atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang terutang, yang dihitung dari 
            jatuh tempo pembayaran (15 Januari 2002) sampai dengan tanggal pembayaran 
            (20 Mei 2002);

    d.  PB & Co. tidak perlu mengajukan Pbk atas SSP PPN Jasa LN Masa Pajak Desember 2001 yang 
        disetor 20 Mei 2002 ke masa Desember 2001. PB & Co. dapat mengkreditkan setoran tersebut 
        pada SPT Masa PPN Desember 2001 atau paling lambat pada SPT Masa PPN Januari 2002 
        dengan melakukan pembetulan SPT Masa PPN Desember 2001 atau SPT Masa PPN Januari 
        2002 sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dilakukan pemeriksaan, dan PB 
        & Co. wajib melakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak berikutnya karena adanya 
        pembetulan SPT Masa Desember 2001 atau SPT Masa PPN Januari 2002 tersebut.

Demikian untuk dimaklumi.




a.n. Direktur Jenderal
PJ. Direktur PPN dan PTLL,

ttd.

Robert Pakpahan
NIP 06006017
peraturan/0tkbpera/db53e24fbc4e5a62aaa6e92f6bd1167f.txt · Last modified: (external edit)