peraturan:0tkbpera:daad98225feffee70936b5e3b88658c9
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
14 Februari 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 149/PJ.5/2003
TENTANG
RESTITUSI PPN PT. XYZ
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 2 Desember 2002 perihal Permohonan Penegasan atas Jangka
Waktu Pemberian Restitusi PPN PT XYZ untuk proyek PLTU Tanjung Jati B (PLTU TJB) di Jepara-Jawa Tengah
dapat kami jelaskan sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara disebutkan:
a. PT. XYZ adalah Perusahaan Penanaman Modal Asing yang merupakan perusahaan
pembiayaan bukan Bank.
b. Sesuai dengan perjanjian sewa guna usaha (SGU) dengan hak opsi, PT. "XYZ" bertindak
sebagai lessor yang bertanggung jawab atas kegiatan usaha PT. "XYZ" sebagaimana
disebutkan dalam surat Saudara, sedangkan pengoperasian dan pemeliharaan serta produksi
dan penjualan listrik dari PLTU TJB akan dilakukan secara langsung oleh PLN (Sebagai Lessee)
setelah pembangunan PLTU TJB diselesaikan.
c. PT. "XYZ" akan melakukan penyerahan BKP (PLTU TJB) kepada PLN (Wajib Pungut PPN).
d. PLN akan melakukan pembayaran cicilan SGU kepada PT. "XYZ" selama periode perjanjian
yaitu 20 tahun yang dapat diperpanjang berdasarkan suatu perjanjian.
e. PT. "XYZ" telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak oleh KPP PMA V dengan Nomor
Pengukuhan : XXX. PT. "XYZ" melakukan kegiatan-kegiatan usaha sebagaimana telah
disebutkan dalam surat Saudara.
f. Berdasarkan ketentuan-ketentuan perpajakan yang telah Saudara sebutkan, Saudara
mengajukan permohonan penegasan bahwa proses restitusi kegiatan PT "XYZ" dapat
diberikan paling lambat 2 (dua) bulan ditambah 1 bulan penerbitan SPMKP sesuai dengan
Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan SK DJP No. KEP-160/PJ./2001.
2. Ketentuan-ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan permohonan Saudara antara lain:
a. Undang-undang No. 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang No. 18 TAHUN 2000.
a.1. Pasal 1A ayat (1) huruf b dan penjelasannya menyebutkan bahwa yang termasuk
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pengalihan Barang Kena Pajak
oleh karena suatu perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha
(leasing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha
(leasing) dengan hak opsi. Penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi
pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan
secara nyata atas BKP tersebut telah terjadi lebih dahulu dari pada saat
ditandatanganinya perjanjian.
a.2. Pasal 9 ayat (4) menyebutkan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
a.3. Pasal 9 ayat (5) menyebutkan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha
Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang
Pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan
yang terutang Pajak.
b. Pasal 3 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-160/PJ./2001 tentang Tata Cara Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
- Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 angka 3, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling
lambat:
a. 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan, kecuali permohonan yang
penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak;
b. 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan sepanjang
penyelesaian atas permohonannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk
semua jenis Pajak.
Dalam pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan tertentu
adalah ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
- Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak dinyatakan lengkap apabila memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam pasal 2 ayat (1).
3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam nomor 2 serta memperhatikan isi surat Saudara dengan ini
ditegaskan:
a. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT. XYZ adalah Pajak Masukan yang berhubungan
dengan penyerahan Barang Kena Pajak (PLTU TJB) kepada PT. ABC melalui perjanjian Sewa
Guna Usaha. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak tersebut terutang pada saat
perjanjian Sewa Guna Usaha tersebut ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya
penguasaan secara nyata atas BKP tersebut terjadi lebih dahulu dari pada saat
ditandatanganinya perjanjian Sewa Guna Usaha.
b. Jika dalam suatu Masa Pajak terjadi Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran maka
kelebihannya dapat diajukan restitusi atau dikompensasi sesuai dengan ketentuan
perpajakan.
c. Atas permohonan restitusi yang disampaikan PT. XYZ sepanjang pemeriksaan yang dilakukan
tidak meliputi semua jenis Pajak, maka permohonan restitusi dapat diberikan dalam waktu 2
(dua) bulan sejak tanggal dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Kantor
Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/daad98225feffee70936b5e3b88658c9.txt · Last modified: by 127.0.0.1