User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:d843407a1a701630bb297c1148229eff
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                6 Mei 2005

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 15/PJ.6/2005

                               TENTANG

   PENJELASAN PERATURAN PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian 
Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
16/PJ./2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, untuk 
kelancaran pelaksanaannya dengan ini diberikan penjelasan dan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

1.  Dalam Keputusan Menteri Keuangan dimaksud, dinyatakan bahwa permohonan pengurangan Bea 
    Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang diajukan oleh Wajib Pajak Kepada Kepala 
    Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan diantaranya meliputi :
    a.  Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah dibidang 
        pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis (pasal 1 huruf a angka 1);
    b.  Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan (HPL) dan telah 
        menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 (dua puluh) tahun yang 
        dibuktikan dengan surat pernyataan Wajib Pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah 
        Daerah setempat (pasal 1 huruf a angka 2);
    c.  Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah 
        Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang 
        diperoleh langsung dari pengembang dan dibayar secara angsuran (pasal 1 huruf a angka 3);
    d.  Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai 
        hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu 
        derajat ke bawah (pasal 1 huruf a angka 4);
    e.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi 
        pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak (pasal 1 huruf b angka 1);
    f.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan 
        oleh pemerintah untuk kepentingan umum (pasal 1 huruf b angka 2);
    g.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi 
        seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, 
        tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu 
        paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta (pasal 1 huruf b angka 6);
    h.  Wajib Pajak Orang Pribadi Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia 
        (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan 
        POLRI atau janda/duda-nya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah 
        dinas Pemerintah (pasal 1 huruf b angka 7);
    i.  Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas 
        tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaan perumahan bagi anggota KORPRI/PNS 
        (pasal 1 huruf b angka 8);
    j.  Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang 
        memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya 
        selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri 
        Keuangan Nomor : 481/KMK.017/1999 tanggal 7 Oktober 1999 tentang Kesehatan Keuangan 
        Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (pasal 1 huruf b angka 9);
    k.  Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-
        mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah 
        yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik 
        institusi pelayanan sosial masyarakat (pasal 1 huruf c)

2.  Permohonan Pengurangan BPHTB terhutang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal 
    Pajak dalam hal :
    a.  Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas 
        pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan 
        restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah (pasal 1 
        huruf b angka 3);
    b.  Wajib Pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari Bank Bumi 
        Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Ekspor Impor dalam 
        rangkaian proses penggabungan usaha (merger) (pasal 1 huruf b angka 4);
    c.  Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau Peleburan usaha 
        (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh 
        keputusan persetujuan Penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan 
        usaha dari Direktur Jenderal Pajak (pasal 1 huruf b angka 5);

3.  Dalam butir 1 yang dimaksud dengan :
    a.  Program pemerintah dibidang pertanahan adalah program pemerintah dalam rangka proses 
        pendaftaran tanah untuk pertama kali (ajudikasi) yang meliputi pendaftaran tanah secara 
        sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik dengan luas tidak lebih dari 5.000 m2 untuk 
        tanah pertanian dan tidak lebih dari 200 m2 untuk tanah pemukiman dimana terhadap biaya 
        pendaftaran yang timbul seluruhnya atau sebagian dibebaskan oleh pemerintah sebagaimana 
        dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang 
        dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Badan Pertanahan Nasional bahwa wajib pajak 
        orang pribadi memperoleh hak baru melalui Program Pemerintah. Ketidakmampuan secara 
        ekonomis ditunjukkan dengan adanya Surat Keterangan Tidak Mampu dari desa/kelurahan 
        setempat dan Dinas Sosial.
    b.  Bahwa terhadap pengajuan pengurangan BPHTB wajib pajak orang pribadi usaha kecil dan 
        mikro yang memperoleh hak baru dapat dikategorikan dalam pengertian butir wajib pajak 
        orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui Program Pemerintah dengan syarat-syarat 
        usaha dengan aset kurang dari Rp 200 Juta di luar tanah dan bangunan, omset tahunan 
        kurang dari Rp 1 milyar, dimiliki oleh orang Indonesia, independen dan tidak terafiliasi dengan 
        usaha menengah dan besar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang 
        Usaha Kecil. Untuk Ketidakmampuan secara ekonomis ditunjukkan dengan surat keterangan 
        dari Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bahwa wajib pajak orang pribadi 
        tersebut termasuk usaha kecil/mikro dan tidak mampu secara ekonomis disertai data-data 
        kondisi objek dan subjek pajak terbaru pada waktu terjadinya perolehan hak.
    c.  Keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat adalah keterangan yang dibuat oleh 
        Gubernur/Bupati/Walikota atau perangkat Daerah Otonom lainnya dan atau Badan Pertanahan 
        Nasional (BPN) sesuai dengan kewenangannya berdasarkan keterangan dan dokumen resmi.
    d.  Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah dengan tipe T-21, 
        T-27, T-36 yang perolehannya dibiayai melalui fasilitas kredit pemilikan rumah yang bunganya 
        disubsidi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah 
        Nomor 139/KPTS/M/2002 tentang Pengadaan Perumahan dan Pemukiman dengan Dukungan 
        Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi (KPR bersubsidi).
    e.  Rumah Susun Sederhana adalah bangunan rumah tinggal bertingkat yang dibangun dalam 
        satu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian dengan luas maksimum 21 m2 
        (dua puluh meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan kamar mandi/WC serta 
        dapur, yang dapat bersatu dengan unit hunian tersebut ataupun terpisah dengan penggunaan 
        secara komunal, dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang 
        pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 
        tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.
    f.  Pembayaran secara angsuran adalah pembayaran setiap bulan melalui kredit pemilikan 
        rumah (KPR), bukan pembayaran tunai/cicilan bertahap.
    g.  Pembelian tanah dan atau bangunan dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya 
        di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun yang bersangkutan diberikan pengurangan 
        BPHTB hanya terhadap BPHTB terutang atas pembelian tanah dan atau bangunan yang 
        besarnya Nilai Perolehan paling banyak sebesar hasil ganti rugi, dan apabila Nilai Perolehan 
        pembelian tanah dan atau bangunan lebih besar dari hasil ganti rugi, maka pengurangan 
        sebesar 50% dihitung dari hasil ganti rugi, sedangkan sisa Nilai Perolehan dari hasil ganti rugi 
        tetap dikenakan BPHTB tanpa pengurangan.
    h.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan 
        oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. 
        Kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus adalah kepentingan seluruh lapisan 
        masyarakat yang pengadaannya harus berdasarkan Keppres Nomor 55 tahun 1993 tentang 
        pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dibatasi 
        untuk kegiatan pembangunan yang dibiayai APBN/APBD dan selanjutnya dimiliki oleh 
        pemerintah dan tidak ada lokasi alternatif yang lebih baik.
        Kepentingan umum yang dimaksud meliputi :
        1)  Jalan Umum, saluran pembuangan air;
        2)  Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran air;
        3)  Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
        4)  Pelabuhan, bandar udara, atau terminal;
        5)  Pasar umum atau pasar INPRES;
        6)  Fasilitas pemakaman umum;
        7)  Fasilitas ketahanan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar;
        8)  Instalasi Air Minum, Listrik dan Telekomunikasi milik pemerintah;
        9)  Stasion penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukung milik pemerintah;
        10) Kantor pemerintah;
        11) Fasilitas TNI dan Kepolisian;
    i.  Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pensiunan pegawai yang pengaturannya 
        didasarkan Undang-undang dan peraturan kepegawaian negara.
    j.  Sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan (sesuai dengan anggaran dasar dan 
        anggaran rumah tangga yayasan) adalah sekolah bukan milik pemerintah yang dapat berupa 
        Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah 
        Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi atau pendidikan yang setingkat/sederajat yang 
        mempunyai izin dari instansi pemerintah yang berwenang.
    k.  Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-
        mata tidak mencari keuntungan adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh 
        Wajib Pajak Badan yang tujuan perolehannya digunakan untuk kepentingan sosial atau 
        pendidikan yang semata-mata tidak mencari keuntungan artinya penggunaan tanah dan atau 
        bangunan dimaksud diketahui dan dibuktikan dengan dokumen resmi pada saat terhutang.

4.  Pengertian Restrukturisasi usaha atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah 
    sebagaimana dinyatakan dalam butir 2 huruf a diatas adalah program restrukturisasi yang melalui 
    Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)/Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Prakarsa 
    Jakarta (Jakarta Initiative Task Force).

5.  Pengertian restrukturisasi utang usaha merupakan rangkaian program penyelesaian utang melalui 
    perjanjian restrukturisasi melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)/Komite Kebijakan 
    Sektor Keuangan (KKSK), Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative Task Force) sehingga jangka waktu 
    berlakunya restrukturisasi tersebut adalah selama jangka waktu penjadwalan utang yang tercantum 
    dalam perjanjian tersebut. Terhadap segala perolehan hak atas tanah dan bangunan yang terjadi 
    selama jangka waktu penjadwalan termasuk dalam pengertian restrukturisasi karena proses peralihan 
    hak tersebut digunakan sebagai jaminan terhadap utang yang direstrukturisasi.

6.  Yang termasuk dalam pengertian restrukturisasi usaha adalah peralihan hak atas tanah dan atau 
    bangunan yang dilakukan melalui mekanisme penggabungan usaha (merger), peleburan atau 
    mekanisme lain yang dilakukan melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)/Komite 
    Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative Task Force).

7.  Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak tidak mempunyai 
    kemampuan untuk menggunakan hak dan kewajiban di bidang perpajakan dalam jangka waktu yang 
    diberikan undang-undang/peraturan lain karena ada peristiwa atau keadaan luar biasa yang tidak 
    dapat ditanggulangi oleh Wajib Pajak misalnya bencana alam, sakit atau peristiwa lain yang bukan 
    kesalahan Wajib Pajak yang dapat dibuktikan secara meyakinkan. Bukti yang dapat digunakan oleh 
    Wajib Pajak dalam pengajuan pengurangan bahwa telah terjadi peristiwa diluar kekuasaan Wajib 
    Pajak adalah :
    a.  Surat Pernyataan tertulis yang ditandatangani Wajib Pajak dan disetujui Camat yang 
        menyatakan terjadinya bencana alam sehingga Wajib Pajak tidak mempunyai kemampuan 
        untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam waktu 3 (tiga) bulan;
    b.  Surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa Wajib Pajak mengalami sakit berat 
        sehingga tidak mempunyai kemampuan memberi kuasa untuk mengajukan pengurangan 
        pada waktu yang telah ditentukan;
    c.  Dokumen resmi yang menyatakan adanya peristiwa lain selain butir a dan b yang bukan 
        kesalahan Wajib Pajak.

8.  Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka sejak tanggal ditandatanganinya Surat Edaran ini,
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ./2005 tanggal 19 Januari 2005 tentang 
    Penjelasan Peraturan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    dinyatakan tidak berlaku.

Demikian disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL

ttd.

HADI POERNOMO
NIP 060027375

Tembusan Yth :  
1.  Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
2.  Inspektur Jenderal Departemen Keuaangan;
3.  Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan;
4.  Sekretaris Jenderal Pajak/Para Direktur di Lingkungan Jenderal Pajak.
peraturan/0tkbpera/d843407a1a701630bb297c1148229eff.txt · Last modified: 2023/02/05 20:28 (external edit)