User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:d479263a1438a8f9e85937a3a2d4f4a8
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                07 Januari 2008

                    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 12/PJ.032/2008

                        TENTANG

                PENEGASAN TENTANG PAJAK PENGHASILAN TRANSAKSI 
           SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA UNTUK BANK YANG MASUK KE PASAR SEKUNDER

                    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal 22 Oktober 2007 perihal Permohonan Penegasan atas 
Pajak Penghasilan Transaksi Surat Perbendaharaan Negara untuk Bank yang Masuk ke Pasar Sekunder (setelah 
Pasar Perdana), dengan ini disampaikan sebagai berikut:
1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa;
    a.  Mengingat Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 11 TAHUN 2006 tanggal 15 Desember 
        2000 yang menyebutkan bahwa Diskonto SPN adalah selisih lebih antara nilai nominal yang 
        akan diterima pada saat jatuh tempo dengan nilai tunai yang dibayar, tidak termasuk Pajak 
        Penghasilan yang dipungut, pada saat penerbitan di SPN di Pasar Perdana;

        Dan mengingat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.03/2007 tentang Pajak Penghasilan 
        atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, disebutkan 
        beberapa pokok ringkasan sebagai berikut:
        1)  Pasal 3 ayat (2), pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
            dilakukan pada tanggal penyelesaian transaksi penjualan Surat Perbendaharaan Negara 
            di Pasar Perdana;
        2)  Pasal 3 ayat (3), pemungutan PPh final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak 
            dilakukan atas transaksi penjualan Surat Perbendaharaan Negara setelah Pasar 
            Perdana;

        Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dengan tidak dikenakannya PPh final di transaksi 
        penjualan pasar sekunder (setelah Pasar Perdana), maka apakah penghasilan bunga atau 
        capital gain (apabila dijual kembali) yang diperoleh pembeli Wajib Pajak Dalam Negeri dari 
        pembelian di pasar sekunder harus dilaporkan di SPT Tahunan Badan/Orang Pribadi dan 
        dikenakan PPh tarif progesif? Apabila tidak, bagaimana perlakuan pajaknya?

    b.  Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 26/PMK.08/2007 tentang 
        Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana antara lain mengatur sebagai berikut;
        1)  Pasal 5 ayat (3), Peserta Lelang yang melakukan penawaran pembelian Surat 
            Perbendaharaan Negara untuk dan atas nama Pihak selain Bank Indonesia, hanya 
            dapat melakukan penawaran pembelian dengan cara kompetitif;
        2)  Pasal 1 ayat (12), Pihak adalah orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau 
            kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan 
            hukum, atau Bank Indonesia;

        Merujuk pada pasal-pasal diatas, maka Saudara berkesimpulan bahwa peserta Lelang/Dealer 
        Utama dapat membeli SPN atas nama nasabahnya (baik Wajib Pajak Dalam Negeri/WPDN 
        maupun Wajib Pajak Luar Negeri/WPLN).

        Kemudian apabila pembelian SPN di Pasar Perdana oleh Dealer Utama atas nama nasabah 
        WPDN, apakah pemotongan pajak sebesar 20% final dikenakan atas WPDN (bukti potong atas 
        nama WPDN) ataukah atas Dealer Utama (bukti potong atas nama Dealer Utama)?

    c.  Sedangkan apabila pembelian SPN di Pasar Perdana oleh Dealer Utama atas nama nasabah 
        WPLN, apakah pemotongan pajak sebesar 20% final dikenakan atas WPLN (bukti potong atas 
        nama WPLN) ataukah atas Dealer Utama (bukti potong atas nama Dealer Utama)? Apabila atas 
        nama WPLN, apakah kemudian apabila WPLN berdomisili di Negara P3B, WPLN tersebut dapat 
        menikmati pengurangan tarif pajak sesuai aturan P3B tersebut?

2.  Ketentuan yang terkait:
    a.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, diatur 
        antara lain sebagai berikut:
        1)  Pasal 4 ayat (1) huruf f, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap 
            tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang 
            berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi 
            atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan 
            dalam bentuk apapun, termasuk bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan 
            karena jaminan pengembalian utang;
        2)  Pasal 4 ayat (2), atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan 
            lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, 
            penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan 
            tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
        3)  Pasal 26 ayat (1) huruf b, atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan 
            dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, 
            Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau 
            perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain 
            bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari 
            jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga, termasuk premium, diskonto, 
            premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

    b.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 TAHUN 2006 Tentang Pajak Penghasilan atas 
        Diskonto Surat Perbendaharaan Negara antara lain diatur sebagai, berikut:
        1)  Pasal 1 ayat (2), diskonto SPN adalah selisih lebih antara nilai nominal yang akan 
            diterima pada saat jatuh tempo dengan nilai tunai yang dibayar, tidak termasuk Pajak 
            Penghasilan yang dipungut, pada saat penerbitan SPN di Pasar Perdana;
        2)  Pasal 2 ayat (1), atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN 
            dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
        3)  Pasal 2 ayat (2), besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
            adalah 20% (dua puluh persen) dari diskonto SPN.
        4)  Pasal 3 ayat (1), pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
            dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai agen pembayar bunga dan pokok Surat Utang 
            Negara.

    c.  Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara 
        Pemungutan Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara diatur antara lain 
        sebagai berikut:
        1)  Pasal 1, atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto Surat 
            Perbendaharaan Negara dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
        2)  Pasal 2, besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah 20% 
            (dua puluh persen) dari Diskonto Surat Perbendaharaan Negara.
        3)  Pasal 3 ayat (1), pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
            dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai agen pembayar bunga dan pokok Surat Utang 
            Negara;
        4)  Pasal 3 ayat (2), pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
            dilakukan pada tanggal penyelesaian transaksi penjualan Surat Perbendaharaan 
            Negara di Pasar Perdana;
        5)  Pasal 3 ayat (3), pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
            tidak dilakukan atas transaksi penjualan Surat Perbendaharaan Negara setelah Pasar 
            Perdana;
        6)  Pasal 4 ayat (1) huruf a, pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam 
            Pasal 3 dilakukan dengan tata cara sebagai berikut, Wajib Pajak yang dipungut Pajak 
            Penghasilan wajib diberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Final;
        7)  Pasal 4 ayat (2), pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Penghasilan 
            sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat 
            Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan;

    Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Pemungutan Pajak Penghasilan atas diskonto SPN sebesar 20% dan bersifat final hanya 
        dikenakan atas transaksi pertama kali yaitu di pasar perdana. Pemungutan ini tidak berlaku 
        atas transaksi selanjutnya (di pasar sekunder). Apabila terdapat penghasilan yang diperoleh 
        pembeli WPDN dari penjualan SPN di pasar sekunder tetap dilaporkan pada Surat Pemberitahuan 
        Tahunan Pajak Penghasilan dan bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan;
    b.  Atas pembelian SPN di pasar perdana oleh Dealer Utama atas nama nasabah WPDN maupun 
        WPLN, bukti pemungutan PPh diskonto SPN adalah atas nama Dealer Utama;
    c.  Pemungutan Pajak Penghasilan atas diskonto SPN yang bersifat final dikenakan terhadap 
        semua Wajib Pajak di pasar perdana. Apabila pembeli SPN adalah WPLN yang berdomisili 
        di negara yang memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia tetap 
        dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% dan bersifat final;

Demikian agar Saudara maklum.




Pjs. Direktur,

ttd,

Sumihar Petrus Tambunan
NIP 060055232
peraturan/0tkbpera/d479263a1438a8f9e85937a3a2d4f4a8.txt · Last modified: (external edit)