peraturan:0tkbpera:d465f14a648b3d0a1faa6f447e526c60
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
26 Oktober 1999
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 352/PJ.3/1999
TENTANG
PEMBERITAAN HARIAN MEDIA INDONESIA DAN BISNIS INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Deputi Kepala Biro Gubernur Bank Indonesia Nomor : XXX tanggal 14 September
1999 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Surat tersebut menyampaikan surat tanggapan Deputi Kepala Biro Gubernur Bank Indonesia kepada
Harian Media Indonesia dan Bisnis Indonesia yang memuat pemberitaan mengenai pemotongan Pajak
Penghasilan atas surplus Bank Indonesia di mana kedua harian tersebut menyebut Direktur Jenderal
Pajak sebagai sumber berita. Dijelaskan pula bahwa tidak dikenakannya PPh atas surplus Bank
Indonesia sudah merupakan kelaziman yang berlaku pada bank sentral di negara lain sebagaimana
dikemukakan Menteri Keuangan dalam perubahan RUU Bank Indonesia bersama DPR dan tertuang
dalam memori van toelichting.
2. Dalam Pasal 62 ayat (4) UU Bank Indonesia diatur bahwa terhadap surplus dari hasil kegiatan Bank
Indonesia tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Dalam memori penjelasan pasal tersebut
dijelaskan bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan agar pemenuhan kecukupan modal Bank Indonesia
sebesar 10 % dari kewajiban moneter dapat segera tercapai dan dalam hal modal tersebut sudah
tercapai maka sebagian besar dari surplus tersebut diserahkan kepada negara melalui Pemerintah.
Sehubungan dengan ketentuan Pasal tersebut, yang seharusnya diperhatikan adalah ketentuan Pasal
62 ayat (4) tersebut mengatur hal yang menyangkut pengenaan PPh yang sebenarnya merupakan
ruang lingkup dan bidang cakupan Undang-undang Pajak Penghasilan yang diatur dalam UU Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun
1994 (UU PPh). Selama ini semua ketentuan mengenai pajak-pajak negara diatur dalam undang-
undang perpajakan sesuai dengan amanat Pasal 23 ayat (2) UUD 1945.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut maka ketentuan pengecualian dari pengenaan PPh atas surplus hasil
kegiatan Bank Indonesia tersebut tidak tepat diatur dalam UU Bank Indonesia karena UU Bank
Indonesia bukan undang-undang mengenai Pajak Penghasilan dan dalam konsideran mengingat UU
Bank Indonesia tersebut sama sekali tidak tercantum undang-undang perpajakan. Selain dari pada
itu, UU Bank Indonesia jelas bukan merupakan undang-undang khusus atas UU PPh yang berlaku.
4. Oleh karena itu apabila memang dikehendaki adanya pengecualian pengenaan PPh atas surplus hasil
kegiatan Bank Indonesia, maka hal tersebut harus diatur dalam UU PPh yang berlaku. Apabila
berdasarkan UU PPh tersebut ternyata pengecualian dimaksud tidak dimungkinkan, maka harus
dilakukan perubahan undang-undang pajak yang terkait.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL
ttd
A. ANSHARI RITONGA
peraturan/0tkbpera/d465f14a648b3d0a1faa6f447e526c60.txt · Last modified: by 127.0.0.1