peraturan:0tkbpera:d0aa518d4d3bfc721aa0b8ab4ef32269
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 7 Agustus 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 536/PJ.313/2003 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PEMBAYARAN UANG PESANGON DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 19 Juni 2003 perihal permohonan penegasan atas hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut pada intinya Saudara mengemukakan bahwa: a. Sehubungan dengan akan berakhirnya hubungan kerja antara PT. ABC & BCA, Tbk dengan para karyawan dalam 11-14 bulan mendatang, disepakati akan dibayarkan pesangon kepada karyawan dengan cara sebagai berikut: - 10% (sepuluh persen) dari total uang pesangon yang menjadi hak karyawan akan dibayarkan di muka sebagai uang muka pesangon; - sisanya sebesar 90% (sembilan puluh persen) akan dibayarkan pada saat hubungan kerja dengan para karyawan tersebut efektif berakhir; b. Saudara mohon penegasan penghitungan PPh yang terutang atas pembayaran pesangon tersebut. 2. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 149 TAHUN 2000 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, antara lain diatur bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan. 3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tanggal 6 Maret 2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 1 huruf a, uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan pemberi kerja kepada karyawan dengan nama dalam bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian. b. Pasal 2 ayat (1), atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara sekaligus dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan. c. Pasal 2 ayat (2), tarif pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut: 1) penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dikecualikan dari pemotongan pajak; 2) penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebesar 5% (lima persen); 3) penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebesar 10% (sepuluh persen); 4) penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sebesar 15% (lima belas persen); 5) penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sebesar 25% (dua puluh lima persen). 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan bahwa: a. Pembayaran uang pesangon menurut cara yang dilakukan oleh PT ABC & BCA, Tbk tersebut dapat digolongkan sebagai pembayaran uang pesangon secara sekaligus sehingga atas uang pesangon tersebut dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai mekanisme yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 149 TAHUN 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001; b. Pada saat uang muka pesangon sebesar 10% dari total uang pesangon tersebut dibayarkan kepada karyawan, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan jumlah yang dikecualikan dari pemotongan pajak sebesar Rp 25.000.000,00 dikenakan PPh final dengan tarif tersebut pada butir 3 huruf c di atas; c. Atas pembayaran sisa pesangon berikutnya sebesar 90% pada saat hubungan kerja efektif berakhir dikenakan PPh final langsung tanpa mengulangi pengurangan jumlah yang dikecualikan sebesar Rp 25.000.000,00 (kecuali apabila jumlah pengurangan yang telah dilakukan pada pembayaran tahap pertama belum mencukupi, maka dapat dikurangkan lagi sebesar sisanya), dengan penerapan tarif yang merupakan kelanjutan dari penghitungan PPh final tersebut pada huruf b di atas (tidak mengulangi lagi dengan tarif terendah, kecuali apabila pada pembayaran tahap pertama belum terkena pemotongan pajak). Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/0tkbpera/d0aa518d4d3bfc721aa0b8ab4ef32269.txt · Last modified: (external edit)