peraturan:0tkbpera:cdf1e288ca02272e717c9d5e4cb180bd
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
2 Oktober 1990
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 29/PJ.42/1990
TENTANG
BIAYA PROMOSI BAGI PERUSAHAAN ROKOK/CERUTU
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Setelah memperhatikan dan mempertimbangkan usul-usul dari GAPRI dan GAPRINDO maka dipandang perlu
untuk menyempurnakan Surat Edaran nomor : SE-04/PJ.42/1990 tanggal 13 Februari 1990 sebagai berikut :
1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, besarnya
penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan tersebut yang didukung oleh bukti-bukti pengeluarannya.
Dalam hal ini tidak termasuk pengeluaran untuk sumbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf i Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
2. Berdasarkan pengalaman selama ini diketahui bahwa Wajib Pajak tidak dapat dengan jelas
memisahkan antara pengeluaran untuk promosi dengan sumbangan sehingga seluruhnya dibebankan
sebagai biaya, hal mana tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan dengan memperhatikan hasil pertemuan dengan Gabungan
Perusahaan Rokok Indonesia (GAPRI) serta Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO)
maka ditetapkan :
a. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, biaya promosi yang
dapat dikurangkan secara fiskal adalah pengeluaran untuk promosi yang nyata-nyata
dikeluarkan dan didukung dengan bukti-bukti yang sah dan meyakinkan.
b. Perusahaan rokok/cerutu yang mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp. 100 milyar,
jumlah maksimum biaya promosi yang dapat dibebankan secara fiskal adalah 5% (lima
persen) dari peredaran bruto.
c. Perusahaan rokok/cerutu yang mempunyai peredaran bruto diatas Rp. 100 milyar, jumlah
maksimum biaya promosi yang dapat dibebankan secara fiskal adalah 2% (dua persen)
dari peredaran bruto.
Dengan memperhatikan ketentuan tersebut pada huruf b diatas, yakni jumlah maksimum
biaya promosi yang dapat dibebankan secara fiskal adalah Rp. 5 milyar, maka bagi Wajib
Pajak yang jumlah penjualannya diatas Rp. 100 milyar diperkenankan membebankan biaya
promosi sebesar maksimum Rp. 5 milyar sepanjang jumlah perkalian penjualan dan
prosentasi 2% masih berada dibawah jumlah Rp. 5 milyar.
Sebagai contoh : Perusahaan Rokok A yang mempunyai peredaran bruto Rp. 200 milyar,
sesuai ketentuan diatas diperkenankan membebankan biaya promosi sebesar 2% (dua
persen) dari Rp. 200 milyar yakni Rp. 4 milyar. Dalam hubungan ini perusahaan rokok A
tersebut diperkenankan membebankan biaya promosi yang nyata-nyata dikeluarkan, sampai
dengan jumlah Rp. 5 milyar.
d. Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah harga pita cukai dikurangi dengan potongan
yang diberikan kepada agen/distributor.
4. Ketentuan ini berlaku mulai tahun 1990. Dengan diterbitkannya surat edaran ini maka
SE-04/PJ.42/1990 tanggal 13 Februari 1990 dinyatakan dicabut.
Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. MAR IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/cdf1e288ca02272e717c9d5e4cb180bd.txt · Last modified: by 127.0.0.1