peraturan:0tkbpera:cdaa9b682e10c291d3bbadca4c96f5de
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                2 Mei 2001

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 548/PJ.51/2001

                             TENTANG

               PPN ATAS KOMODITI HASIL PERKEBUNAN KARET

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxxxx tanggal 2 Februari 2001, dengan ini diberitahukan hal-hal 
sebagai berikut :

1.      Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan tanggapan, saran, dan harapan berupa : 
    a.      Membebaskan industri karet remah (crumb rubber) dari kewajiban tanggung jawab renteng 
        sesuai Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara 
        Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 
        16 TAHUN 2000. 
    b.      Pengenaan PPN dengan tarif 0% terhadap hasil perkebunan (terutama yang langsung diambil 
        dari sumbernya termasuk bahan olah karet). 
    c.      Menunda berlakunya Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 selama sekurang-kurangnya 3 
        (tiga) tahun untuk memberi kesempatan kepada Direktorat Jenderal Pajak mensosialisasikan 
        undang-undang tersebut kepada para penyalur bahan olah karet rakyat (penyalur bokar). 
    d.      Menetapkan hasil perkebunan karet sebagai bukan Barang Kena Pajak. 

2.      Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 
    menetapkan bahwa pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana 
    dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab 
    secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah 
    dibayar. 

3.      Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan 
    Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000  menetapkan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan 
    Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai 
    Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan 
    Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. 

4.      Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
    Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    Undang Nomor 18 TAHUN 2000 tidak menetapkan bahwa barang hasil perkebunan termasuk barang 
    yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 

5.      Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan 
    Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir 
    dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 menetapkan bahwa Pengusaha Kecil yang batasannya 
    ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan tidak termasuk dalam pengertian Pengusaha Kena 
    Pajak. 

6.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Batasan 
    Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai antara lain menetapkan : 
    a.      Pasal 1
        Yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku 
        melakukan penyerahan : 
        1.      Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari 
            Rp.360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah); 
        2.      Jasa Kena Pajak dengan jumlah penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.180.000.000,00 
            (seratus delapan puluh juta rupiah); atau 
        3.      Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, dengan jumlah peredaran bruto 
            dan penerimaan bruto tidak lebih dari : 
            a.      Rp.360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) jika peredaran Barang 
                Kena Pajak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran 
                bruto dan penerimaan bruto; atau 
            b.      Rp.180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah) jika penerimaan Jasa 
                Kena Pajak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran 
                bruto dan penerimaan bruto. 
    b.      Pasal 2
        Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh 
        Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

7.      Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak 
    Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengatur 
    bahwa barang hasil pertanian adalah Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas 
    penyerahannya yang dilakukan oleh petani atau kelompok petani dibebaskan dari pengenaan Pajak 
    Pertambahan Nilai.

    Yang dimaksud dengan barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di 
    bidang : 
    a.      Pertanian, perkebunan, dan kehutanan; 
    b.      Peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau 
    c.      Perikanan baik dari penangkapan atau budidaya; 
        yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil     
        pemrosesannya. Sementara yang dimaksud dengan Petani adalah orang yang melakukan 
        kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan, atau 
        penangkapan, penangkaran, penangkapan atau budidaya perikanan. 

8.      Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 7 serta memperhatikan surat Saudara pada 
    butir 1, dengan ini ditegaskan hal-hal berikut : 
    a.      Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 tetap berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 
        2001. 
    b.      Barang hasil perkebunan tidak termasuk barang yang dikecualikan dari pengenaan Pajak 
        Pertambahan Nilai, sehingga atas impor dan atau penyerahan barang hasil perkebunan 
        dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali atas penyerahan barang hasil perkebunan oleh 
        petani. 
    c.      Penyalur bokar dan pengolah karet remah selain petani yang peredaran brutonya dalam 
        setahun lebih dari Rp.360.000.000,00 wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan 
        wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. 
    d.      Penyerahan hasil perkebunan karet yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap 
        langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara seperti 
        dibekukan atau didinginkan, dicuci atau disucihamakan oleh petani dibebaskan dari pengenaan 
        Pajak Pertambahan Nilai. 

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. Direktur Jenderal,
Direktur PPN dan PTLL

ttd.

I Made Gde Erata
NIP 060044249
peraturan/0tkbpera/cdaa9b682e10c291d3bbadca4c96f5de.txt · Last modified: (external edit)