peraturan:0tkbpera:cc4af25fa9d2d5c953496579b75f6f6c
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
18 Februari 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 53/PJ.43/2003
TENTANG
PENERIMAAN PPh PASAL 21
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 16 Desember 2002 perihal sebagaimana tersebut di
atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut Saudara memohon penjelasan sehubungan dengan banyaknya penawaran
kerjasama dari beberapa Konsultan Pajak untuk memperhitungkan penerimaan kelebihan
pembayaran PPh Pasal 21 yang disetorkan Pemerintah kabupaten Sumenep (restitusi).
2. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1994 Tentang Pajak Penghasilan
Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata, Dan Para Pensiunan Atas
Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara Atau Daerah antara lain diatur bahwa:
a. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait atau
imbalan tetap sejenisnya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berupa gaji dan
tunjangan-tunjangan lainnya yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa uang pensiun dan
tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun;
yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Daerah, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
ditanggung Pemerintah.
3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi antara lain diatur:
a. Pasal 2 ayat (4), Apabila dalam 1 (satu) bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal
21, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan kewajiban PPh Pasal 21 yang
terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
b. Pasal 22 ayat (1) dan (4), dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir,
Pemotong Pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang.
Apabila jumlah pajak terutang lebih rendah dari jumlah pajak yang telah dipotong,
kelebihannya diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu
dilakukan penghitungan kembali.
c. Pasal 23 ayat (9), Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun takwim
lebih kecil dari PPh Pasal 21 yang telah disetor, kelebihan tersebut diperhitungkan dengan PPh
Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika
masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun
berikutnya.
4. Dalam Butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor : SE-49/A./2002 tanggal 5 April 2002
disebutkan antara lain bahwa kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 PNS Daerah oleh Pemerintah Daerah
sebagai akibat kekeliruan penerapan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Pajak
Penghasilan, agar diselesaikan dengan mekanisme restitusi kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat.
5. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-40/PJ.43/1999 tanggal 23 September 1999
tentang Kelebihan Pemotongan Dan Penyetoran PPh Pasal 21, antara lain ditegaskan bahwa, atas
kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 menunjukkan lebih bayar, kelebihan pemotongan tersebut
diperhitungkan dengan setoran PPh Pasal 21 pada bulan berikutnya Tahun Pajak berikutnya
(kompensasi), setelah dilakukan tindakan penelitian atau pemeriksaan. Sedangkan Restitusi atas
kelebihan penyetoran PPh Pasal 21, dapat dilakukan melalui mekanisme SPT Tahunan Orang Pribadi
Karyawan/Pegawai yang bersangkutan.
6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan bahwa:
a. Direktorat Jenderal Pajak tidak pernah menetapkan Konsultan Pajak untuk secara khusus
membantu penyelesaian masalah kelebihan pembayaran PPh Pasal 21.
b. Atas kelebihan setoran PPh Pasal 21 PNS Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan
mekanisme kompensasi, bukan restitusi, melalui KPP setempat.
Demikian agar Saudara maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/cc4af25fa9d2d5c953496579b75f6f6c.txt · Last modified: by 127.0.0.1