peraturan:0tkbpera:cc298d5bc587e1b650f80e10449ee9d5
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Agustus 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 705/PJ.322/2005 TENTANG PPN MASUKAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX pada tanggal 16 Juni 2005, hal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat Saudara secara garis besar menyatakan hal-hal sebagai berikut: a. PT ABC bergerak di bidang Jasa Asuransi Jiwa, dimana jasa yang diserahkan tidak terutang PPN. Tetapi, perusahaan Saudara juga melakukan kegiatan usaha penyerahan Jasa Persewaan Ruangan dan sejak 1 Januari 1991, perusahaan Saudara dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. b. Dari pengalaman Saudara pada saat pemeriksaan, Saudara menemukan bahwa masing- masing pemeriksa memiliki pemahaman berbeda mengenai "PPN Masukan yang dapat dikreditkan" sehingga membingungkan Saudara. Saudara juga memberitahukan bahwa PM yang telah dikreditkan dalam SPT Masa PPN dikoreksi seluruhnya oleh pemeriksa menjadi kurang bayar. c. Saudara menanyakan hal-hal dibawah ini: - Apakah PPN Masukan yang dipungut pihak lain seperti : Fee Akuntan, Spare part mesin foto copy, telepon, Fee Notaris, Fee Appraisal, Sewa mobil (rental car), pembelian Ruko dsb-nya dapat dikreditkan oleh perusahaan asuransi jiwa? - Aturan yang dapat dijadikan acuan? 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa: a. Pasal 1 angka 2 : Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud; b. Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan; c. Pasal 1 angka 24 : Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP; d. Pasal 4A (1) : Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Undang- undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; e. Pasal 9 ayat (2) : Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama; f. Pasal 9 ayat (5) : Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. g. Pasal 9 ayat (6) : Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. h. Pasal 9 ayat (8) huruf : Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: 1) perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2) perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan- kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha; 3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP; 5) Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; 6) Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); 7) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); 8) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 9) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, mengatur sebagai berikut: a. Pasal 1 : Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: - Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya; - Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; - Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; dan - Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. b. Pasal 5 : Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: - Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; - Jasa di bidang pelayanan sosial; - Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; - Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi; - Jasa di bidang keagamaan; - Jasa di bidang pendidikan; - Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan; - Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; - Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; - Jasa di bidang tenaga kerja; - Jasa di bidang perhotelan; dan - Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, antara lain mengatur: a. Pasal 1 ayat (1) : Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan barang modal untuk: - kegiatan usaha yang menghasilkan BKP dan atau JKP yang atas penyerahannya terutang PPN; dan - kegiatan lain yang tidak terutang PPN dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN. dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Modal tersebut, yang besarnya sebanding dengan presentase penggunaan Barang Modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, yang atas penyerahannya terutang PPN. b. Pasal 2 ayat (1) : Pengusaha Kena Pajak yang antara lain melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang PPN dan yang terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang: - nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; - digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit kegiatan tersebut tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maupun untuk kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang PPN, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang PPN terhadap peredaran seluruhnya; - nyata-nyata digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang PPN, dapat dikreditkan. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1, dengan ini kami tegaskan hal-hal sebagai berikut: a. Mengingat perusahaan Saudara selain melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN juga melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya dikenakan PPN, sepanjang: - bagian penyerahan yang terutang PPN dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan perusahaan Saudara; dan - Pajak Masukan tersebut tidak termasuk di antara jenis-jenis pengeluaran yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada angka 2 huruf h di atas, maka Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN dapat dikreditkan. b. Namun demikian, apabila bagian Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang PPN tidak dapat diketahui dengan pasti (misalnya karena digunakan bersama-sama baik untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang maupun yang tidak terutang PPN), sepanjang Pajak Masukan tersebut tidak termasuk di antara jenis-jenis pengeluaran yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada angka 2 huruf h di atas, maka pengkreditan Pajak Masukan oleh perusahaan Saudara agar juga memperhatikan ketentuan pada angka 4 di atas. Demikian disampaikan. DIREKTUR, ttd. HERY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/cc298d5bc587e1b650f80e10449ee9d5.txt · Last modified: (external edit)