peraturan:0tkbpera:cb3213ada48302953cb0f166464ab356
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
25 Juli 2006
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 612/PJ.313/2006
TENTANG
MASUKAN MENGENAI KERJASAMA INDONESIA-AUSTRALIA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 4 Juli 2006 tentang sebagaimana hal tersebut diatas,
Saudara meminta bahan masukan mengenai usulan kerjasama yang dapat dilakukan dan kebijakan Indonesia
di sektor perpajakan khusus di bidang otomotif, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut :
I. Bidang Pajak Penghasilan
Kebijakan Indonesia di bidang Pajak Penghasilan bahwa atas impor dikenakan pemungutan PPh Pasal
22 Impor dan dasar pemungutan pajak (fax base) adalah nilai impor. Adapun impor produk otomotif
dari Australia merupakan objek pemungutan PPh Pasal 22, dengan dasar hukum sebagai berikut :
a. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 menyatakan
bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut
pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu
untuk memungut pajak dari WP yang melakukan kegiatan di bidang impor atau di bidang
lainnya;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang
Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata
Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003 mengatur sebagai berikut :
1) Pasal 2 ayat (1), besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang menggunakan
Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor,
yang tidak menggunakan API sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor
dan atas yang tidak dikuasai sebesar 7,5% (tujuh setengah person) dari harga jual
lelang;
2) Pasal 2 ayat (2), nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance Freight (GIF) ditambah Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pabean di bidang impor;
3) Pasal 3 ayat (1), dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah :
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan,
- Atas impor beberapa jenis barang (negative list) yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai.
II. Bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Kebijakan di bidang PPN dan PPn BM atas impor dikenakan PPN dan PPn BM. Untuk produk otomotif
dari Australia, merupakan produk yang atas impornya dikenakan PPN dan PPn BM, dengan dasar
hukum, diuraikan sebagai berikut :
a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain menyebutkan :
- Pasal 4 huruf b : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak
- Pasal 5 ayat (1) huruf b : Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap impor Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
- Pasal 5 ayat (2) : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali
pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha
yang menghasilkan atau pada waktu impor.
- Pasal 7 ayat (1): Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
- Pasal 8 :
1) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh
persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2) Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak
dengan tarif 0% (nol persen).
3) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4) Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
b. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 TAHUN 2005 tentang Perubahan
Keenam Atas Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
(1) Tarif 10%:
a. Daya angkut/jenis : 10 s.d. 15 orang termasuk pengemudi;
Mesin : motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel)
Isi silinder : dengan semua isi silinder
b. Daya angkut : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon
Mesin : motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/ semi diesel), dengan sistem 1
gandar penggerak (4x2)
Isi silinder : tidak lebih dari 1500 cc
(2) Tarif 25% :
a. Daya angkut/jenis : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon
Mesin : motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/Mmi diesel)
Isi silinder : lebih dari 1500 cc
b. Daya angkut/jenis : kendaraan bermotor kabin ganda (double
cabin), dalam keadaan bak terbuka atau
bak tertutup dengan daya angkut lebih dari
3 orang termasuk pengemudi
Mesin : motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan sistim 1 gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistim 2 (dua)
gandar penggerak (4x4)
Isi silinder : dengan semua isi silinder, dengan masa
total tidak lebih dari 5 ton.
(3) Tarif 30% :
a. Daya angkut/jenis : Jenis sedan atau station wagon
Mesin : motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel)
Isi silinder : sampai dengan 1500 cc
b. Daya angkut/jenis : selain sedan atau station wagon
Mesin : motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan sistim gandar
penggerak (4x4)
Isi silinder : sampai dengan 1500 cc
(4) Tarif 50% :
a. Daya angkut/jenis : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan dan station wagon
Mesin : motor bakar cetus api, dengan sistim 1
gandar penggerak
Isi silinder : lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc
b. Daya angkut/jenis : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi,
berupa sedan atau station wagon dan selain
sedan atau station wagon, dengan sistim 1
gandar penggerak (4x2)
Mesin : motor bakar cetus api
Isi silinder : lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc
c. Daya angkut/jenis : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi,
sedan atau station wagon dan selain sedan
atau station wagon
Mesin : motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), dengan sistim 2 gandar penggerak
(4x4)
Isi silinder : lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc
d. semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf
(5) Tarif 60% :
a. Daya angkut/jenis : beroda dua
Isi silinder : 250 cc sampai dengan 500 cc
b. Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di
gunung, dan kendaraan semacam itu.
(6) Tarif 75% :
a. Daya angkut/jenis : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi,
berupa sedan atau station wagon atau
selain sedan atau station wagon
Mesin : motor bakar cetus api, dengan sistim 1
gandar penggerak (4x2) atau dengan 2
gandar penggerak (4x4)
Isi silinder : lebih dari 3000 cc
b. Daya angkut/jenis : kurang dari 10 orang termasuk pengemudi,
berupa sedan atau station wagon atau selain
sedan atau station wagon
Mesin : motor bakar nyala kompresi, dengan sistim
1 gandar penggerak (4x2) atau dengan 2
gandar penggerak (4x4)
Isi silinder : lebih dari 2500 cc
c. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 500 cc
d. Trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
III. Tax Treaty
1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Agreement for The Avoidance of Double
Taxation antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia telah ditanda
tangani tanggal 22 April 1992 dan berlaku efektif sejak 1 Juli 1993. Kerja sama perpajakan
berdasarkan P3B tersebut meliputi pertukaran informasi perpajakan (Exchange of Information)
dan penyelesaian sengketa perpajakan melalui Mutual Agreement Procedure. Sampai dengan
saat ini pelaksanaan P3B Indonesia-Australia berjalan baik dan tidak terdapat permasalahan
yang signifikan.
2. Disampaikan bahwa baik Exchange of Information maupun Mutual Agreement Procedure
selama ini telah berjalan dengan baik, sehingga tidak perlu ada tambahan posisi di bidang
kerjasama perpajakan khususnya yang menyangkut pelaksanaan P3B.
Menindak lanjuti permintaan Saudara berupa masukan mengenai usulan kerjasama yang dapat dilakukan,
dapat kami sampaikan bahwa dalam perumusan Memorandum of Understanding (MOU) yang merupakan
implementasi dari kerjasama tersebut, klausula perpajakan agar mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Demikian agar saudara maklum.
a.n. Direktur Jenderal
Pjs. Direktur,
ttd.
Erwin Silitonga
NIP 06004577
peraturan/0tkbpera/cb3213ada48302953cb0f166464ab356.txt · Last modified: by 127.0.0.1