peraturan:0tkbpera:cae7115f44837c806c9b23ed00a1a28a
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 22 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 861/PJ.53/2005 TENTANG RESTITUSI PPN ATAS JASA LUAR NEGERI WP BADAN YANG MELAKUKAN KONTRAK POLA BAGI HASIL DENGAN PT. TELKOM DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor S-142/WPJ.04/KP.0807/2005 hal sebagaimana tersebut diatas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. Wajib Pajak PT. ABC mengajukan permohonan restitusi dengan surat nomor 034/Dir-Keu./Tax/VII/2005 tanggal 21 Juli 2005 dengan beberapa permasalahan : 1. Usaha WP adalah jasa persewaan ruangan atas gedung dengan nama Gedung JKL dan usaha Kontrak Pola Bagi Hasil dengan PT. Telkom 2. Atas usaha Pola Bagi Hasil, WP memakai Jasa Bantuan Teknis dari luar negeri yaitu dari XYZ Corporation, Japan. Atas pemanfaatan jasa tersebut telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai-nya, disetorkan ke Bank dan dilaporkan ke kantor pelayanan pajak: 3. Berdasarkan penelitian data SPT Masa PPN dan Program PK-PM tahun 2001 s.d. 2005 diketahui : - Pajak Pertambahan Nilai atas persewaan ruangan telah dilaporkan oleh WP - Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan jasa luar negeri tidak pernah dilaporkan oleh WP dalam SPT Masa PPN 4. WP mengajukan permononan restitusi dengan berdasarkan pada ketentuan - Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 539/PJ./2000 - Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-25/PJ.3/1989 - Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-72/PJ.42/1994 b. Saudara berpendapat bahwa terdapat perbedaan perlakuan Pajak Masukan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 539/PJ./2000 dengan KEP-525/PJ./2001 sehingga proses restitusi belum dapat ditindaklanjuti. Selain itu, KEP - 539/PJ./2000 tidak mengatur apakah WP wajib menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai atau tidak sehingga tidak dapat diketahui apakah kondisi SPT Lebih Bayar atau tidak. Untuk itu, Saudara meminta penegasan apakah permohonan restitusi WP dapat dikabulkan? 2. Pasal 9 ayat (8) huruf i Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-539/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Perusahaan Jasa Telekomunikasi antara lain mengatur : a. Pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan perusahaan jasa telekomunikasi adalah PT. Telkom Tbk, PT. Indosat dan perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya, termasuk Mitra Usaha PT. Telkom Tbk yang sebelum berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini tidak boleh melaporkan Pajak Masukan pada Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai-nya. b. Pasal 2 ayat (1), bahwa terhitung mulai tanggal 1 Januari 2001, perusahaan jasa telekomunikasi dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000. c. Pasal 2 ayat (2), bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP sejak tanggal 1 Januari 2001. 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-525/PJ./2001 tanggal 19 Juli 2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak Dalam rangka Perjanjian Kerjasama Operasi, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 2, bahwa Mitra Usaha adalah badan usaha patungan Indonesia yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing b. Pasal 1 angka 3, bahwa KSO adalah Kerja Sama Operasi yang merupakan pola kemitraan usaha antara Telkom dan Mitra Usaha yang meliputi kegiatan pengelolaan dan pengoperasiaan sarana/jaringan telekomunikasi yang telah ada dan sarana/jaringan baru, serta pengelolaan karyawan/konsultan Telkom dan Mitra Usaha yang ditugaskan di Unit KSO dalam jangka waktu dimulainya tanggal implementasi sampai dengan tanggal diakhirinya perjanjian KSO. c. Pasal 2 ayat (2), bahwa Mitra Usaha yang semata-mata hanya melakukan kegiatan dalam rangka KSO tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. d. Pasal 4 ayat (1), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Mitra Usaha atas perolehan BKP dan atau JKP sehubungan dengan kegiatan dalam rangka KSO tidak dapat dikreditkan, namun dapat dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasikan. e. Pasal 4 ayat (2), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Unit KSO atas perolehan BKP dan atau JKP sehubungan dengan kegiatan operasional Unit KSO termasuk Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan hak pengelolaan jaringan telekomunikasi dari Telkom, merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Unit KSO. f. Pasal 6, bahwa Pada saat Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, semua ketentuan maupun penegasan yang bertentangan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tidak berlaku. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Bahwa PT. ABC dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa persewaan ruangan. Dalam hal PT. ABC sebagai Mitra Usaha yang semata-mata hanya melakukan kegiatan dalam rangka KSO tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP. b. PPN yang dibayar oleh PT. ABC atas perolehan BKP dan atau JKP sehubungan dengan kegiatan dalam rangka KSO tidak dapat dikreditkan, melainkan hanya dapat dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi. c. Dengan demikian, PT. ABC tidak dapat meminta pengembalian PPN yang dibayar atas pemanfaatan jasa dalam negeri dalam rangka KSO tersebut. d. Selanjutnya, ketentuan tentang pengkreditan Pajak Masukan yang tercantum di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-539/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 sudah tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-525/PJ./2001 tanggal 19 Juli 2001, karena ketentuan dalam KEP-539/PJ./2000 tersebut bertentangan dengan KEP-525/PJ./2001. Demikian untuk dimaklumi. Direktur, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664
peraturan/0tkbpera/cae7115f44837c806c9b23ed00a1a28a.txt · Last modified: (external edit)