User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:c994a9b0029e3f2dab7cdd694cb2f47b

tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


SURAT EDARAN
NOMOR SE-37/PJ/2020

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR **29 TAHUN 2020**  TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN  DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

Yth.

1.

Para Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;

 

2.

Kepala Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;

 

3.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;

 

4.

Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak; dan 

 

5.

Kepala Kantor Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. 

 

 

A.

Umum

 

Sehubungan dengan telah diundangkannya  Peraturan Pemerintah Nomor **29 TAHUN 2020** tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona  Virus Disease 2019 (COVID-19)  yang mengatur  mengenai  pemberian fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk mendorong industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, mendukung kontribusi dan sumbangan dari masyarakat, mendukung ketersediaan Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan yang cukup, dukungan akses penggunaan harta untuk penanganan dampak COVID-19, serta menjaga stabilitas pasar modal akibat COVID-19, perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor **29 TAHUN 2020** tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

 

 

 

B.

Maksud dan Tujuan

 

1.

Maksud

 

 

Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor **29 TAHUN 2020** tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang selanjutnya disebut PP **29 TAHUN 2020**.

 

2.

Tujuan

 

 

Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan: 

 

 

a.

menciptakan keseragaman dalam pelaksanaan PP **29 TAHUN 2020**.

 

 

b.

menjelaskan mengenai: 

 

 

 

1)

fasilitas PPh dalam rangka penanganan COVID-19 di Indonesia, terkait:

 

 

 

 

a)

tambahan pengurangan penghasilan neto;

 

 

 

 

b)

sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto;

 

 

 

 

c)

tambahan  penghasilan  yang  diterima  Sumber  Daya  Manusia  di  Bidang Kesehatan;

 

 

 

 

d)

penghasilan  berupa  kompensasi  dan/atau  penggantian  atas  penggunaan harta; dan

 

 

 

 

e)

pembelian kembali saham (buyback} yang diperjualbelikan di bursa, dan

 

 

 

2)

tata  cara pelaporan,   pemotongan  PPh dan pengawasan  sehubungan  dengan pemanfaatan fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada angka 1).

 

 

 

 

 

 

C.

Ruang Lingkup

 

1.

Pengertian;

 

2.

Fasilitas  PPh  dalam  rangka  penanganan  COVID-19  sebagaimana  dimaksud  dalam PP **29 TAHUN 2020**;

 

3.

Menjelaskan tata cara penyampaian Laporan Biaya untuk Memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT;

 

4.

Menjelaskan tata cara penyampaian Daftar Nominatif Sumbangan dan Laporan Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan;

 

5.

Menjelaskan tata cara pemotongan PPh, pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final, dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21;

 

6.

Menjelaskan tata cara pemotongan PPh, pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2), dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2);

 

7.

Menjelaskan tata cara penyampaian Laporan Hasil Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham;

 

8.

Menjelaskan tata cara pengawasan atas pemanfaatan fasilitas PPh dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam PP **29 TAHUN 2020**.

 

 

 

D.

Dasar

 

1.

Undang-Undang 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang;

 

2.

Undang-Undang   Nomor **6 TAHUN 1983**  tentang  Ketentuan  Umum  dan  Tata  Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (Undang-Undang  KUP);

 

3.

Undang-Undang  Nomor **7 TAHUN 1983** tentang  Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **36 TAHUN 2008** (Undang-Undang PPh);

 

4.

Undang-Undang Nomor **17 TAHUN 2003** tentang Keuangan Negara;

 

5.

Undang Undang Nomor **24 TAHUN 2007** tentang Penanggulangan Bencana;

 

6.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

 

7.

Undang-Undang   Nomor  **2 TAHUN 2020**  tentang Penetapan Peraturan  Pemerintah Pengganti Undang-Undang  Nomor **1 TAHUN 2020** tentang Kebijakan Keuangan Negara dan  Stabilitas  Sistem  Keuangan  untuk  Penangan  Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU Nomor **2 TAHUN 2020**);

 

8.

Peraturan Pemerintah Nomor **80 TAHUN 2010**  tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Menjadi Seban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan Selanja Daerah;

 

9.

Peraturan Pemerintah Nomor **34 TAHUN 2017** tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Sangunan (PP **34 TAHUN 2017**)

 

10.

Peraturan Pemerintah Nomor **29 TAHUN 2020** tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (PP **29 TAHUN 2020**);

 

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **252/PMK.03/2008**  tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan   Pajak  atas   Penghasilan   sehubungan   dengan   Pekerjaan,   Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

 

12.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **262/PMK.03/2010** tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Dan Pensiunannya Atas Penghasilan  Yang  Menjadi Seban Anggaran Pendapatan Dan Selanja Negara Atau  Anggaran Pendapatan Dan Selanja Daerah;

 

13.

Peraturan Menteri Keuangan  Nomor **243/PMK.03/2014** tentang Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **9/PMK.03/2018**;

 

14.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **187/PMK.03/2015** tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;

 

15.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-14/PJ/2013** tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan  Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan  Pasal 21 dan/atau Pasal 26;

 

16.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-16/PJ/2016** tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;

 

17.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak **PER-02/PJ/2019** tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan (PER-02/2019)

 

 

 

E.

Materi

 

1.

Pengertian

 

 

Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:

 

 

a.

Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat dengan PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh;

 

 

b.

Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat dengan NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;

 

 

c.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat dengan BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana;

 

 

d.

Piutang Pajak adalah piutang yang timbul akibat adanya pendapatan pajak pusat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

 

 

e.

Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan adalah badan yang telah memperoleh izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

f.

Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan adalah tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan;

 

 

g.

Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai kesehatan dan peraturan pelaksanaannya;

 

 

h.

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat dengan PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan untuk kesehatan manusia, yang ditujukan untuk penggunaan di rumah tangga dan fasilitas umum;

 

 

i.

Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

 

 

j.

Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;

 

 

k.

Pihak adalah orang pribadi atau badan;

 

 

l.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

 

 

m.

Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat dengan KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP); dan

 

 

n.

Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat dengan SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

 

 

 

2.

Fasilitas PPh dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam PP **29 TAHUN 2020**, meliputi:

 

 

a.

tambahan pengurangan penghasilan neto bagi Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT;

 

 

b.

sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto;

 

 

c.

pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima SDM di bidang kesehatan;

 

 

d.

pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta; dan

 

 

e.

pengenaan tarif 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b Lampiran UU Nomor **2 TAHUN 2020** sehubungan dengan pembelian kembali saham (buyback) yang diperjualbelikan di bursa;

 

3.

Tata cara penyampaian Laporan Biaya untuk Memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT.

 

 

a.

Fasilitas PPh berupa tambahan pengurangan penghasilan neto dapat diberikan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dengan kriteria:

 

 

 

1)

merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri;

 

 

 

2)

memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT untuk keperluan penanganan COVID-19 di Indonesia; dan

 

 

 

3)

menyampaikan laporan biaya untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana dimaksud pada angka 2).

 

 

b.

Jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana diatur dalam:

 

 

 

1)

Pasal 3 ayat (5) dan ayat (6) PP **29 TAHUN 2020**; atau

 

 

 

2)

Peraturan Menteri, dalam hal terdapat usulan perubahan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT dari Kementerian Kesehatan.  

 

 

c.

Biaya yang dapat diberikan tambahan pengurang  penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya tersebut digunakan untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang hasilnya dijual dan/atau disumbangkan untuk keperluan penanganan COVID-19 di Indonesia, antara lain:

 

 

 

1)

biaya penyusutan atas aktiva berwujud dan/atau amortisasi aktiva tak berwujud yang digunakan untuk produksi; 

 

 

 

2)

biaya atas bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT; dan/atau

 

 

 

3)

biaya lainnya yang terkait langsung dengan produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT seperti biaya tenaga kerja langsung, biaya pemeliharaan, dan/atau biaya listrik.

 

 

d.

Tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) atas biaya sebagaimana dimaksud pada huruf c dihitung secara proporsional dalam hal:

 

 

 

1)

biaya tidak seluruhnya digunakan untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT, misalnya satu mesin digunakan untuk memproduksi Alat Kesehatan dan bukan Alat Kesehatan; 

 

 

 

2)

biaya digunakan untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT namun tidak seluruhnya dijual atau disumbangkan di Indonesia; atau

 

 

 

3)

Penghasilan dari usaha Wajib Pajak dikenai PPh yang bersifat final dan tidak final.

 

 

e.

Tata cara penyampaian Laporan Biaya untuk Memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT diatur sebagai berikut: 

 

 

 

1)

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a:

 

 

 

 

a)

melaporkan biaya yang berkaitan dengan tambahan pengurangan penghasilan neto pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan bagi: 

 

 

 

 

 

(1)

Wajib Pajak badan dalam Lampiran I – Penghitungan Penghasilan Neto Fiskal pada bagian Penyesuaian Fiskal Negatif (Formulir 1771-I angka 6 huruf d); atau 

 

 

 

 

 

(2)

Wajib Pajak orang pribadi dalam Lampiran I – Bagian A (Formulir 1770-I angka 3 huruf c), dan 

 

 

 

 

b)

menyampaikan laporan biaya untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT sesuai dengan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf A PP **29 TAHUN 2020** kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak bersangkutan.

 

 

 

2)

Termasuk dalam pengertian menyampaikan laporan biaya untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT bersamaan dengan penyampaian SPT PPh Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka1) huruf b):

 

 

 

 

a)

bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, meskipun SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan setelah jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP atau setelah batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan; atau

 

 

 

 

b)

bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh pembetulan,

 

 

 

 

sepanjang atas bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak tersebut belum dilakukan pemeriksaan.

 

 

 

3)

Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan laporan biaya sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) bersamaan dengan SPT Tahunan PPh pembetulan, laporan biaya yang disampaikan menggantikan laporan biaya sebelumnya.

 

 

 

4)

Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 2) dilakukan melalui sarana elektronik yang disediakan DJP dengan cara sebagai berikut

 

 

 

 

a)

Wajib Pajak mengunduh file Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) dengan contoh format dan jenis file yang disediakan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id

 

 

 

 

b)

Wajib Pajak mengunggah Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) yang telah diisi dengan lengkap dan benar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan;

 

 

 

 

c)

Apabila Wajib Pajak telah berhasil menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b), sistem aplikasi melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id akan menyampaikan:

 

 

 

 

 

(1)

Bukti Penerimaan Elektronik kepada  Wajib Pajak bersangkutan; dan

 

 

 

 

 

(2)

notifikasi kepada Account Representative Wajib Pajak bersangkutan.

 

 

f.

Wajib Pajak yang telah memanfaatkan fasilitas PPh berupa tambahan pengurangan penghasilan neto yang tidak menyampaikan laporan biaya atau menyampaikan laporan biaya melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b), tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) tidak dapat dibebankan oleh Wajib Pajak sebagai pengurang penghasilan neto.

 

 

g.

Jangka waktu pemanfaatan fasilitas PPh berupa tambahan pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan tanggal 30 September 2020.

 

 

h.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g  dapat diperpanjang yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri..

 

 

i.

Contoh penghitungan tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

4.

Tata cara penyampaian Daftar Nominatif Sumbangan dan Laporan Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan.

 

 

a.

Fasilitas PPh berupa sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto diberikan kepada Wajib Pajak dengan kriteria:

 

 

 

1)

Sumbangan disampaikan kepada penyelenggara pengumpulan sumbangan yang meliputi BNPB, BPBD, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan; 

 

 

 

2)

Sumbangan dilengkapi bukti penerimaan sumbangan paling sedikit memuat informasi berupa:

 

 

 

 

a)

nama, alamat, dan NPWP pemberi sumbangan;

 

 

 

 

b)

nama, alamat, dan NPWP penyelenggara pengumpulan sumbangan;

 

 

 

 

c)

tanggal pemberian sumbangan;

 

 

 

 

d)

bentuk sumbangan; dan

 

 

 

 

e)

nilai sumbangan, dan

 

 

 

3)

menyampaikan Daftar Nominatif Sumbangan.

 

 

b.

Sumbangan yang diberikan dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan saat berlakunya PP **29 TAHUN 2020**, bukti penerimaan sumbangan yang tidak memenuhi persyaratan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung Pajak Penghasilan, dengan syarat:

 

 

 

1)

dilengkapi bukti penerimaan sumbangan yang telah dimiliki; dan

 

 

 

2)

tambahan informasi sehingga memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) yang dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak atau legalisasi dari penyelenggara pengumpulan sumbangan.

 

 

c.

Tata cara penyampaian Daftar Nominatif Sumbangan diatur sebagai berikut:

 

 

 

1)

Wajib Pajak pemberi sumbangan harus menyampaikan Daftar Nominatif Sumbangan sesuai dengan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B PP **29 TAHUN 2020** kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak bersangkutan;

 

 

 

2)

Termasuk dalam pengertian menyampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1):

 

 

 

 

a)

bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, meskipun SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan setelah jangka waktu diatur dalam  Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP atau setelah batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan; atau

 

 

 

 

b)

bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh pembetulan,

 

 

 

 

sepanjang atas bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak tersebut belum dilakukan pemeriksaan.

 

 

 

3)

Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Daftar Nominatif Sumbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1) bersamaan dengan SPT Tahunan PPh pembetulan, Daftar Nominatif Sumbangan yang disampaikan menggantikan Daftar Nominatif Sumbangan sebelumnya.

 

 

 

4)

penyampaian Daftar Nominatif Sumbangan sebagaimana dimaksud pada  angka 1) dilakukan melalui sarana elektronik yang disediakan DJP dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

Wajib Pajak mengunduh format dan jenis file Daftar Nominatif Sumbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1) yang disediakan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id;

 

 

 

 

b)

Wajib Pajak mengunggah file Daftar Nominatif Sumbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a) yang telah diisi dengan lengkap dan benar melalui  saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan;

 

 

 

 

c)

Apabila Wajib Pajak telah berhasil menyampaikan Daftar Nominatif Sumbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b), sistem aplikasi melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id akan menyampaikan:

 

 

 

 

 

(1)

Bukti Penerimaan Elektronik kepada  Wajib Pajak bersangkutan; dan

 

 

 

 

 

(2)

notifikasi kepada Account Representative Wajib Pajak bersangkutan.

 

 

d.

Jangka waktu pemanfaatan fasilitas PPh berupa sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan tanggal 30 September 2020.

 

 

e.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat diperpanjang yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

 

 

f.

Wajib Pajak yang telah memberikan sumbangan yang tidak menyampaikan Daftar Nominatif Sumbangan atau menyampaikan Daftar Nominatif Sumbangan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1), atas pemberian sumbangan tidak dapat dibebankan oleh Wajib Pajak sebagai pengurang penghasilan bruto.

 

 

g.

Penyelenggara pengumpulan sumbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) harus menyampaikan Laporan Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak untuk periode 1 Maret 2020 sampai dengan 30 September 2020 atau periode sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri, paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan.

 

 

h.

Tata cara penyampaian Laporan Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan diatur sebagai berikut:

 

 

 

1)

penyelenggara pengumpulan sumbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1)  harus membuat Laporan Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan sesuai dengan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf C PP **29 TAHUN 2020** dan menyampaikan Laporan dimaksud kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.

 

 

 

2)

penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan melalui sarana elektronik yang disediakan DJP dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

BNPB, BPBD, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan, mengunduh format dan jenis file Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1) yang telah disediakan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id;

 

 

 

 

b)

BNPB, BPBD, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan mengunggah file Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) yang telah diisi dengan lengkap dan benar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan;

 

 

 

 

c)

Apabila BNPB, BPBD, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan telah berhasil menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b), sistem aplikasi melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id akan menyampaikan:

 

 

 

 

 

(1)

Bukti Penerimaan Elektronik kepada  BNPB, BPBD, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan; dan

 

 

 

 

 

(2)

notifikasi kepada Account Representative BNPB, BPBD, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan bersangkutan.

 

 

i.

Atas sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19 yang telah dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, tidak dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto berdasarkan PP **29 TAHUN 2020**.

 

 

j.

Contoh pelaporan sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

5.

Tata cara pemotongan PPh, pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final, dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21.

 

 

a.

Atas tambahan penghasilan dari Pemerintah berupa honorarium atau imbalan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi kriteria:

 

 

 

1)

menjadi Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan yang meliputi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung kesehatan; dan

 

 

 

2)

mendapat penugasan,

 

 

 

yang memberikan pelayanan kesehatan untuk menangani COVID-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh.

 

 

b.

Pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% dari penghasilan bruto juga dikenakan atas santunan kematian dari Pemerintah yang diterima ahli waris dalam hal Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan meninggal dunia dalam rangka melaksanakan penugasan untuk menangani COVID-19.

 

 

c.

Imbalan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah insentif yang diberikan oleh Pemerintah.

 

 

d.

Penugasan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dibuktikan dengan surat keputusan, surat penunjukan, atau surat penugasan dari fasilitas pelayanan kesehatan atau institusi kesehatan yang menerangkan bahwa yang bersangkutan ditugaskan untuk menangani COVID-19.

 

 

e.

Tenaga kesehatan merupakan jenis tenaga di bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. 

 

 

f.

Tenaga pendukung kesehatan antara lain asisten tenaga kesehatan, tenaga kebersihan, tenaga pengemudi ambulans, tenaga administrasi, tenaga pemulasaraan jenazah, dan tenaga pendukung kesehatan lainnya termasuk mahasiswa di bidang kesehatan yang diperbantukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani COVID-19.

 

 

g.

Pemerintah sebagai pemberi penghasilan melakukan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b paling lambat pada akhir bulan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu antara:

 

 

 

1)

terjadinya pembayaran; atau 

 

 

 

2)

terutangnya penghasilan yang bersangkutan. 

 

 

h.

Pemotong PPh sebagaimana dimaksud pada huruf g harus:

 

 

 

1)

mengklasifikasikan penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b sebagai objek PPh Pasal 21 Final Lainnya dengan Kode Objek Pajak 21-499-99;

 

 

 

2)

membuat bukti pemotongan PPh menggunakan Formulir 1721-VII sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor  **PER-14/PJ/2013**;

 

 

 

3)

memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan; dan

 

 

 

4)

melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 21 ke KPP tempat Wajib Pajak pemotong terdaftar.

 

 

i.

Jangka waktu pemanfaatan fasilitas PPh berupa pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b berlaku sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan 30 September 2020. 

 

 

j.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf i dapat diperpanjang yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

 

 

k.

Ketentuan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf j juga berlaku terhadap Wajib Pajak yang merupakan Pejabat Negara,  Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.

 

 

l.

Atas tambahan penghasilan dari Pemerintah berupa honorarium atau imbalan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang telah dipotong PPh Pasal 21 mulai 1 Maret 2020 sesuai dengan ketentuan umum PPh atau PPh Pasal 21 bersifat final dengan tarif sebagaimana dimaksud PP **80 TAHUN 2010**, Pemotong Pajak dapat:

 

 

 

1)

melakukan pembetulan bukti pemotongan Pajak dan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak yang bersangkutan dengan menyesuaikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf h. Atas kelebihan PPh Pasal 21 karena pembetulan tersebut dalam hal berasal dari:

 

 

 

 

a)

PPh yang bersifat tidak final, dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya; atau

 

 

 

 

b)

PPh yang bersifat final, dapat diajukan permohonan pemindahbukuan oleh Pemotong Pajak di KPP tempat pembayaran diadministrasikan; dan

 

 

 

2)

mengembalikan PPh Pasal 21 yang telanjur dipotong kepada Wajib Pajak penerima penghasilan. 

 

 

m.

Contoh penerapan ketentuan pemanfaatan fasilitas PPh berupa pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

6.

Tata cara pemotongan PPh, pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

 

 

a.

Atas penghasilan dari pemerintah berupa kompensasi atau penggantian dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari:

 

 

 

1)

persewaan harta berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor **34 TAHUN 2017**; dan/atau 

 

 

 

2)

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1),

 

 

 

dikenai PPh yang bersifat final dengan tarif sebesar 0%.

 

 

b.

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto Wajib Pajak. Biaya tersebut antara lain:

 

 

 

1)

penyusutan aktiva berwujud dan/atau amortisasi aktiva tidak berwujud; 

 

 

 

2)

biaya pemeliharaan; 

 

 

 

3)

biaya pembuatan kontrak; dan/atau 

 

 

 

4)

biaya terkait lainnya. 

 

 

c.

Pemerintah sebagai pemberi penghasilan melakukan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a paling lambat pada akhir bulan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu antara:

 

 

 

1)

terjadinya pembayaran; atau 

 

 

 

2)

jatuh tempo pembayaran.

 

 

d.

Pemotong PPh sebagaimana dimaksud pada huruf c harus:

 

 

 

1)

membuat bukti pemotongan PPh sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf D dan/atau Lampiran huruf E PP **29 TAHUN 2020**;

 

 

 

2)

memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan; dan 

 

 

 

3)

melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP tempat Wajib Pajak pemotong terdaftar.

 

 

e.

Jangka waktu pemanfaatan fasilitas PPh berupa pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku untuk periode pelaksanaan sewa atau penggunaan harta sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan tanggal 30 September 2020. 

 

 

f.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e dapat diperpanjang yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

 

 

g.

Dalam hal sewa atau penggunaan harta sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaksanakan:

 

 

 

1)

sebelum 1 Maret 2020  sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e; 

 

 

 

2)

mulai 1 Maret 2020 sampai dengan setelah atau melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d; atau

 

 

 

3)

sebelum 1 Maret 2020  sampai dengan setelah atau melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d,

 

 

 

atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak selama pelaksanaan sewa atau penggunaan harta yang meliputi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dihitung secara proporsional.

 

 

h.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari Pemerintah berupa kompensasi atau penggantian sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilakukan pemotongan PPh sesuai dengan ketentuan PP **34 TAHUN 2017** atau PPh Pasal 23 sehingga terdapat kelebihan pembayaran PPh karena penerapan ketentuan Pasal 9 ayat (8) PP **29 TAHUN 2020**, Wajib Pajak penerima penghasilan dapat:

 

 

 

1)

mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, atau

 

 

 

2)

memperhitungkan sebagai kredit pajak terhadap PPh yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dalam hal kelebihan PPh dimaksud berasal dari PPh yang bersifat tidak final.

 

 

i.

Contoh penerapan ketentuan pemanfaatan fasilitas PPh berupa pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

7.

Tata cara penyampaian Laporan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham.

 

 

a.

Fasilitas penurunan tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah, menjadi 19% (sembilan belas persen) untuk Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021, serta 17% (tujuh belas persen) sejak Tahun Pajak 2022 dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dalam negeri:

 

 

 

1)

berbentuk Perseroan Terbuka;

 

 

 

2)

dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh persen); dan

 

 

 

3)

memenuhi persyaratan tertentu. 

 

 

b.

Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3) meliputi:

 

 

 

1)

saham harus dimiliki oleh paling sedikit 300 (tiga ratus) Pihak;

 

 

 

2)

masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh; 

 

 

 

3)

ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak; dan

 

 

 

4)

pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2),  angka 1), angka 2), dan angka 3) dilakukan Wajib Pajak Perseroan Terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

c.

pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2),  angka 1), angka 2), dan angka 3) dilakukan Wajib Pajak Perseroan Terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

 

1)

Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang membeli kembali sahamnya; dan/atau

 

 

 

2)

yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh dengan Wajib Pajak Perseroan Terbuka;

 

 

d.

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, Wajib Pajak Perseroan Terbuka sebagaimana dimaksud pada huruf a yang melakukan pembelian kembali saham (buyback) berdasarkan kebijakan pemerintah pusat atau lembaga yang menyelenggarakan fungsi pengawasan di bidang pasar modal untuk mengatasi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan dianggap tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1) dan angka 2).

 

 

e.

Kebijakan dari pemerintah pusat atau lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan di pasar modal sebagaimana dimaksud pada huruf d ditetapkan dalam bentuk surat penunjukan atau surat persetujuan.

 

 

f.

Perlakuan atas saham dari hasil pembelian kembali saham (buyback) yang dianggap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf d diberikan untuk:

 

 

 

1)

pembelian kembali saham (buyback) yang dilakukan sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan tanggal 30 September 2020, dan 

 

 

 

2)

saham yang dibeli kembali tersebut hanya boleh dikuasai Wajib Pajak sampai dengan tanggal 30 September 2022. 

 

 

g.

Untuk Tahun Pajak 2020 dan 2021, Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang melakukan pembelian kembali saham (buyback) dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3) dan angka 4).

 

 

h.

Untuk Tahun Pajak 2022, apabila setelah tanggal 30 September 2022 Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang melakukan pembelian kembali saham (buyback), melepas seluruh saham yang telah dilakukan pembelian kembali saham (buyback) tersebut dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Wajib Pajak tetap dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah.

 

 

i.

Penurunan tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud huruf a dapat dimanfaatkan Wajib Pajak dengan melampirkan pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak bersangkutan:

 

 

 

1)

Laporan Hasil Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham; dan 

 

 

 

2)

Laporan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penurunan tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.

 

 

j.

Dalam hal Wajib Pajak tidak melampirkan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf i, ketentuan penurunan tarif sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak berlaku. 

 

 

k.

Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar agar melakukan:

 

 

 

1)

penelitian atas kelengkapan dokumen laporan sebagaimana dimaksud pada huruf i sesuai dengan PER-02/2019; dan

 

 

 

2)

pengawasan terhadap Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang memanfaatkan fasilitas PPh atas pembelian kembali saham (buyback) sebagaimana dimaksud pada huruf d menggunakan informasi yang tercantum dalam laporan sebagaimana dimaksud pada huruf i.

 

 

l.

Contoh penerapan ketentuan pemanfaatan fasilitas PPh berupa pengenaan tarif 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b Lampiran UU Nomor **2 TAHUN 2020** atas pembelian kembali saham (buyback) yang diperjualbelikan di bursa sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E Surat Edaran Direktur Jenderal ini. 

 

8.

Tata cara pengawasan atas pemanfaatan fasilitas PPh dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam PP **29 TAHUN 2020**.

 

 

a.

Kepala KPP berwenang melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada angka 2.

 

 

b.

Pembinaan, penelitian, pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 

F.

Penutup

 

1.

Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 

 

2.

Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini di lingkungan wilayah kerja masing-masing.

 

 

 

    Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

 

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juni 2020
  DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO
 

 

 

peraturan/0tkbpera/c994a9b0029e3f2dab7cdd694cb2f47b.txt · Last modified: (external edit)