User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:c8dfece5cc68249206e4690fc4737a8d
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               31 Agustus 1993

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 23/PJ.312/1993

                        TENTANG

           PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 39 TAHUN 1993 TENTANG PERUBAHAN ATAS 
    PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UU PPh 1984

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Bersama ini disampaikan kepada Saudara rekaman Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 
Tahun 1993 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 TAHUN 1985 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian Saudara sehubungan dengan Peraturan Pemerintah tersebut
adalah sebagai berikut :

1.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 TAHUN 1993 merupakan perubahan atas ketentuan Pasal 13
    Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 TAHUN 1985.
    Sebelum diundangkannya PP Nomor 39 TAHUN 1993 tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 13 
    Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 TAHUN 1985, atas bunga obligasi dan dividen dari saham/sertifikat
    saham yang diperdagangkan di pasar modal yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan
    dalam negeri sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu
    rupiah) setahun, tidak dipotong PPh Pasal 23. Dengan berlakunya PP Nomor 39 TAHUN 1993 
    beberapa hal yang disempurnakan adalah sebagai berikut :
    a.  Istilah "saham dan sertifikat saham" digabung menjadi "sekuritas" sehingga objek pajak yang 
        diatur dalam Pasal 13 tersebut menjadi "bunga obligasi dan dividen dari sekuritas yang 
        diperdagangkan di pasar modal". Penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk dapat 
        menampung kemungkinan timbulnya jenis sekuritas lain di Pasar Modal.

    b.  Besar batas jumlah bunga obligasi dan dividen dari sekuritas yang diperdagangkan di Pasar
        Modal yang diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri yang dikecualikan dari 
        pemotongan PPh Pasal 23 dikaitkan dengan besarnya PTKP yang berlaku untuk tahun Pajak 
        yang bersangkutan.

    c.  Besar batas jumlah bunga obligasi dan/atau dividen dari sekuritas tersebut merupakan jumlah 
        kumulatif yaitu seluruh jumlah bunga dividen tersebut yang dibayarkan badan pemberi hasil 
        kepada subjek pajak perseorangan dalam negeri, jadi bukan bunga/dividen per lembar 
        obligasi/sekuritas .

    d.  Pengecualian tersebut pada butir b hanyalah pengecualian dari pemotongan PPh Pasal 23 dan 
        bukan merupakan pengecualian objek Pajak. Oleh karena itu apabila penerima bunga obligasi 
        dan/atau dividen dari sekuritas tersebut adalah Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri maka 
        penghasilan berupa bunga obligasi dan dividen dari sekuritas wajib digabungkan dengan 
        penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam SPT Tahunan.

2.  Untuk kelancaran pelaksanaan ketentuan tersebut maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai 
    berikut :
    a.  Atas bunga obligasi dan atau dividen dari sekuritas yang diperdagangkan di Pasar Modal yang 
        diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari satu badan pemberi hasil dengan 
        jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 1.440.000,- (satu juta empat ratus empat puluh ribu 
        rupiah) setahun, tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Besarnya batas sesuai dengan 
        besarnya PTKP yang berlaku mulai tahun pajak 1990 sebagaimana ditetapkan dengan 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor :1209/KMK.04/1989 tanggal 31 Oktober 1989.Apabila 
        terjadi penyesuaian besarnya PTKP maka batas tersebut langsung mengikuti penyesuaian 
        besarnya PTKP tersebut.

    b.  Apabila jumlah pembayaran bunga obligasi dan atau dividen dari sekuritas tersebut lebih
        besar dari Rp. 1.440.000,- (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) setahun, maka
        badan pemberi hasil wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% (limabelas persen) dari
        seluruh jumlah bunga obligasi dan atau dividen yang dibayarkan tanpa dikurangi
        dengan Rp. 1.440.000,- (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah).

    c.  Apabila bunga obligasi dibayarkan untuk masa kurang dari setahun maka besarnya batas
        pengecualian disesuaikan dengan jangka waktu bunga yang dimaksud.

        Contoh :
        PT. A mengeluarkan obligasi dengan tingkat bunga 18% setahun dibayarkan setiap triwulan.
        1)  Tuan X memegang obligasi PT. A dengan nilai Rp. 6 juta.
            Tuan X menerima bunga obligasi Triwulan I = Rp. 270.000,-(18% x 6 juta x 1/4).
            Karena jumlah bunga obligasi tersebut (Rp.270.000,-) tidak melebihi batas
            pengecualian (1/4 x 1.440.000 = Rp. 360.000),   maka PT. A tidak wajib memotong 
            PPh Pasal 23 atas bunga yang diterima Tuan X.
        2)  Tuan Y memegang obligasi PT. A tersebut dengan nilai Rp. 10 juta.
            Tuan Y menerima bunga obligasi Triwulan I Rp. 450.000,-.    Karena jumlah bunga
            obligasi tersebut (Rp. 450.000,-) melebihi batas pengecualian (Rp. 360.000,-), 
            maka PT. A wajib memotong PPh Pasal 23 atas bunga yang diterima Tuan Y.

    d.  Dividen dari saham yang diperdagangkan di Pasar Modal biasanya dibayarkan/terutang oleh
        badan pemberi hasil (emiten) kepada para pemegang saham berupa dividen sementara
        (interim) dan dividen final.
    
        Dividen sementara pada hakekatnya adalah bagian (pembayaran dimuka) dari dividen (fixed
        dividen) yang akan dibagikan oleh badan pemberi hasil setelah tahun buku terakhir 
        berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) badan usaha tersebut.
        Pada umumnya besarnya dividen sementara ditentukan atas perkiraan rugi laba sementara
        berdasarkan Neraca Rugi Laba tengah tahunan (6 bulan pertama) badan pemberi hasil yang 
        bersangkutan. Oleh karena itu untuk memudahkan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 
        atas dividen interim yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri dianggap sebagai 
        pembayaran untuk masa 6 (enam) bulan, sehingga besarnya batas pengecualian disesuaikan 
        dengan jangka 6 (enam) bulan tersebut yaitu sebesar Rp. 720.000,-.Sedangkan pada saat 
        dividen final dibayarkan/terutang, dimana Pada saat itu besarnya dividen (fixed dividen) per 
        saham yang akan diterima/diperoleh pemegang saham yang berhak sudah diketahui dengan 
        pasti, maka pemotongan PPh Pasal 23 diatur sebagai berikut :
        -   apabila jumlah keseluruhan dividen (final dan interim) yang diterima pemegang 
            saham melebihi Rp. 1.440.000,- sedangkan jumlah dividen interim tersebut tidak
            melebihi jumlah Rp. 720.000,- (sehingga tidak dipotong PPh Pasal 23), maka atas 
            keseluruhan jumlah dividen yang diterima/diperoleh pemegang saham tersebut wajib 
            dipotong PPh Pasal 23 pada saat dividen final terutang.
        -       apabila jumlah keseluruhan dividen (final dan interim) yang diterima pemegang 
            saham melebihi Rp. 1.440.000,- sedangkan jumlah dividen final tidak melebihi jumlah 
            Rp. 720.000,- maka atas penerimaan dividen final tersebut wajib dipotong PPh Pasal 
            23.

        Contoh :
        1)  Tuan A pemegang saham PT. "XYZ" sejumlah 6.000 lembar dan berhak menerima 
            dividen interim pada tanggal 10 Agustus 1993 sebesar Rp.100,-/saham Pada saat 
            dividen final dibayarkan/terutang (sebesar Rp. 175,-/saham) Tuan A tetap memiliki 
            6.000 saham dan berhak menerima dividen final.Pemotongan PPh Pasal 23 :
            -   atas penghasilan dividen sementara sebesar Rp. 600.000,- 
                (6.000 x Rp.100) tidak dipotong PPh Pasal 23 karena tidak melebihi 
                Rp. 720.000,-;
            -   dividen final yang diterima Tuan A = Rp. 1.050.000,-(6.000 x Rp.175,-);
            -   atas jumlah penerimaan dividen final dan dividen interim (Rp. 1.050.000,-
                + Rp. 600.000,-) wajib dipotong PPh Pasal 23 karena jumlah
                penghasilan dividen yang sebenarnya diterima (Rp. 1.650.000,-)
                melebihi jumlah batas yang dikecualikan (Rp. 1.440.000,-).
                Pemotongan PPh Pasal 23 tersebut dilaksanakan pada saat dividen final 
                dibayarkan/terutang.

        2)  Tuan B menerima/memperoleh dividen dari PT. "XYZ" :
            -    dividen sementara atas 10.000 lembar = 10.000 x Rp100,- = Rp1.000.000,-
            -    dividen final atas 4.000 saham = 4.000 x Rp. 175,- = Rp.700.000,-

            Pemotongan PPh Pasal 23 :
            -   atas penghasilan dividen sementara sebesar Rp. 1.000.000,- wajib 
                dipotong PPh Pasal 23, karena melebihi batas yang dikecualikan 
                (Rp.720.000,-);
            -   atas penghasilan dividen final sebesar Rp. 700.000,- wajib dipotong
                PPh Pasal 23 karena jumlah dividen yang sebenarnya diterima
                Tuan B (Rp.1.000.000,- + Rp. 700.000,-) melebihi jumlah batas yang
                dikecualikan (Rp. 1.440.000,-).

        3)  Tuan C menerima/memperoleh dividen dari PT. "XYZ" :
            -  dividen sementara atas 10.000 saham = 10.000 x Rp. 100,- = Rp.1.000.000,-;
            -  dividen final atas 2.000 saham = 2.000 x Rp. 175,- = Rp. 300.000,-.

            Pemotongan PPh Pasal 23 :
            -   atas penghasilan dividen interim yang diterima wajib dipotong PPh Pasal 23 
                karena dividen interim (Rp. 1.000.000,-) melebihi jumlah batas yang 
                dikecualikan (Rp. 720.000,-);
            -   atas penghasilan dividen final sebesar Rp. 300.000,- tidak dipotong PPh
                Pasal 23, karena dividen yang sebenarnya diterima Tuan C (dividen interim + 
                dividen final) sebesar Rp. 1.300.000 tidak melebihi jumlah batas yang   
                dikecualikan (Rp. 1.440.000,-).

3.  Perlu ditegaskan bahwa dalam pengecualian dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana ditegaskan 
    dalam butir 2.a di atas, tidak diperlukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 23.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan Surat Edaran ini agar disebarluaskan kepada para
Emiten dan Biro Administrasi Effek Indonesia di wilayah Saudara.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/c8dfece5cc68249206e4690fc4737a8d.txt · Last modified: 2023/02/05 20:11 (external edit)