User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:c7af0926b294e47e52e46cfebe173f20
                       DEPARTEMEN  KEUANGAN  REPUBLIK  INDONESIA
                      DIREKTORAT  JENDERAL  PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    13 April 2000

                    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR SE - 07/PJ.42/2000

                              TENTANG

         PENEGASAN LEBIH LANJUT PELAKSANAAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK 
             NOMOR SE-08/PJ.42/1999 TANGGAL 25 FEBRUARI 1999

                    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan adanya pertanyaan dan masalah dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan 
Nomor 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
SE-08/PJ.42/1999 tanggal 25 Pebruari 1999 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih yang Boleh 
Dikurangkan Sebagai Biaya, untuk memberikan kepastian kepada Wajib Pajak dengan ini ditegaskan lebih 
lanjut hal-hal sebagai berikut :

1.  Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 dan 
    penjelasannya dinyatakan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan 
    sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau 
    terakhir.

2.  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan 
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/1999 tanggal 25 Pebruari 1999 tentang 
    Penghapusan Piutang Tak Tertagih yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, piutang tak tertagih yang 
    timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang, dan jasa lainnya dapat 
    dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dengan syarat :
    a)  Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan 
        dalam Laporan Keuangan Komersial; dan
    b)  Menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada Pengadilan 
        Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan
    c)  Mengumumkan daftar nama tersebut dalam suatu penerbitan; dan
    d)  Menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih yang Dihapuskan yang mencantumkan nama, 
        alamat, NPWP dan jumlahnya, serta dokumen lain yang dipandang perlu oleh Direktur 
        Jenderal Pajak.

3.  Apabila pihak debitur dan kreditur melakukan perjanjian/kesepakatan tertulis yang mengikat kedua 
    belah pihak dalam rangka penyelesaian hutang-piutang yang mengakibatkan seluruh atau sebagian 
    hutang-piutang dibebaskan atau tidak ditagih, maka fotokopi dokumen (yang dilegalisasi) mengenai 
    perjanjian/kesepakatan yang secara jelas mencantumkan data dan informasi mengenai penyelesaian 
    hutang-piutang tersebut dapat menggantikan syarat penyerahan daftar nama debitur dan jumlah 
    piutang tak tertagih kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

4.  Tagihan-tagihan yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 5.000.000,- untuk setiap debitur, dapat dibuatkan 
    daftar kumulatif (tidak harus mencantumkan rincian identitas debitur dan jumlah piutang tak tertagih) 
    dan tidak harus memenuhi persyaratan seperti tersebut pada butir 2 b) dan 2 c) di atas sepanjang 
    Wajib Pajak dapat menunjukkan bukti-bukti/dokumen pendukung apabila diminta dalam pemeriksaan 
    pajak.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL

ttd

MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/c7af0926b294e47e52e46cfebe173f20.txt · Last modified: (external edit)