peraturan:0tkbpera:c42f76f3b235e177ed57983b6721d0f3
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                       21 Oktober 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 974/PJ.313/2004

                            TENTANG

                   PEMBAYARAN BONUS KARYAWAN TAHUN 2003

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 06 Januari 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
    a.  Selama ini, bonus karyawan PT ABC dicatat secara akrual dan dibayarkan pada tahun yang 
        sama dengan tahun pencatatan. Pada tahun 2003 telah dilakukan perubahan kebijaksanaan 
        pembayaran bonus yaitu untuk karyawan level supervisor ke bawah, bonus dibayarkan pada 
        akhir bulan Desember 2003 sedangkan untuk karyawan level manager ke atas, bonus 
        dibayarkan pada bulan April 2004;
    b.  Atas bonus yang dibayarkan kepada karyawan level manager ke atas tersebut telah dicatat 
        secara akrual sebagai biaya bulan Desember 2003 berdasarkan estimasi dan baru akan 
        dibayarkan pada bulan April 2004;
    c.  Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, Saudara menanyakan :
        1)  Apakah bonus yang dibayarkan kepada karyawan level manager ke atas tersebut 
            terutang PPh Pasal 21 pada April 2004 sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
            Nomor SE-11/PJ.42/1992?
        2)  Apakah dapat dibenarkan apabila bonus karyawan level manager ke atas tersebut 
            dikoreksi positif (bukan pengurang) dalam SPT PPh Badan 2003, tetapi dikoreksi 
            negatif (pengurang) dalam SPT PPh Badan 2004 mengingat rencana pembayaran 
            bonus tersebut tidak mungkin dibatalkan dalam program SAP PT ABC?

2.  Berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan 
    Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 
    16 TAHUN 2000 beserta penjelasannya, antara lain diatur bahwa pembukuan diselenggarakan dengan 
    prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual adalah suatu metode 
    penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya 
    diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu 
    dibayar tunai.

3.  Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa :
    a.  Pasal 6 ayat (1) beserta penjelasannya, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak 
        dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi 
        biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya berkenaan 
        dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan 
        tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
        Dalam memori penjelasan Pasal 6 ayat (1) tersebut ditegaskan bahwa beban yang 
        mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang 
        bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah 
        dan sebagainya;
    b.  Pasal 21, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan 
        dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima
        atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, pemberi kerja yang membayar gaji, 
        upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan 
        pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

4.  Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan 
    Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan dan penjelasannya, 
    antara lain diatur bahwa pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan terutang pada akhir bulan dilakukannya 
    pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang   bersangkutan, tergantung peristiwa 
    yang terjadi terlebih dahulu. Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat 
    pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban 
    memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan 
    kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang 
    lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.

5.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ.44/1992 tanggal 12 Mei 1992 tentang 
    Pembagian Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi dan Tantiem jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
    Nomor SE-06/PJ.44/1999, antara lain ditegaskan sebagai berikut :
    a.  Pembayaran Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi kepada karyawan perusahaan termasuk 
        dalam pengertian biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai 
        dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984, sehingga dalam menghitung 
        penghasilan kena pajak pembayaran Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi kepada karyawan 
        tersebut dapat mengurangi penghasilan bruto;
    b.  Apabila Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi yang dibayarkan kepada karyawan maupun 
        Direksi dan Komisaris dibebankan kepada Retained Earning maka pembayaran tersebut 
        merupakan penggunaan Retained Earning, sehingga bukan merupakan biaya untuk 
        mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 
        ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984. Dengan demikian pembayaran Bonus, Gratifikasi 
        dan Jasa Produksi semacam ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam 
        menghitung penghasilan kena pajak;
    c.  Dengan penegasan ini, maka ketentuan yang sudah ada yang bertentangan dengan Surat 
        Edaran ini dinyatakan tidak berlaku.

6.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :
    a.  Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 dan Surat Edaran 
        Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ.44/1992 jo. SE-06/PJ.44/1999, maka perlakuan 
        perpajakan atas bonus yang dibayarkan kepada karyawan tidak lagi mengacu pada Surat 
        Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ.42/1992;
    b.  Perlakuan perpajakan atas pembayaran bonus karyawan PT ABC untuk level manager ke atas 
        yang telah dicatat bulan Desember 2003 tetapi baru akan dibayarkan pada bulan 
        April 2004 adalah sebagai berikut:
        1)  Pada prinsipnya PPh Pasal 21 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran 
            atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung 
            peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. Dengan demikian, apabila biaya bonus tersebut 
            telah dicatat pada bulan Desember 2003 maka PT ABC wajib memotong PPh Pasal 21 
            pada bulan tersebut dan bukan pada bulan pembayaran. Apabila hal ini dilakukan, 
            maka biaya bonus tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung 
            penghasilan kena pajak tahun 2003 sepanjang bonus tersebut bukan berasal dari 
            Retained Earning;
        2)  Apabila PT ABC bermaksud untuk melakukan koreksi positif atas biaya bonus 
            karyawan level manager ke atas dalam SPT PPh Badan tahun 2003 karena 
            pembayaran bonus baru akan dilakukan pada bulan April 2004, maka PT ABC tetap 
            wajib memotong PPh Pasal 21 atas bonus pada bulan April 2004, tetapi pembayaran 
            bonus dianggap dibebankan pada dan merupakan penggunaan Retained Earning 
            tahun 2003 sehingga tidak dapat dibebankan sebagai biaya (tidak dapat dikoreksi 
            negatif) dalam menghitung penghasilan kena pajak tahun 2004.

Demikian agar Saudara maklum.





A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/c42f76f3b235e177ed57983b6721d0f3.txt · Last modified: (external edit)