peraturan:0tkbpera:c3d96fbd5b1b45096ff04c04038fff5d
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 6 Februari 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 113/PJ.313/2004 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP KONTRAKTOR (REPUBLIK FEDERAL JERMAN) DALAM RANGKA PENYUSUNAN KONTRAK REHABILITASI KAPAL-KAPAL PATROLI CEPAT TIPE FPB-28 DAN PENINGKATAN FASILITAS PANGKALAN BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan rapat yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 4 Nopember 2003 bertempat di Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam rapat tersebut antara lain dibahas: a. Ketentuan Pasal XV (Draft) Kontrak Jual Beli antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan AAA, Jerman untuk Rehabilitasi Mendesak Kapal-kapal Patroli Cepat Tipe FPB-28 dan Peningkatan Fasilitas Pangkalan Bea dan Cukai, yang mengatur aspek perpajakan; b. Sumber pembiayaan yang terdiri dari pinjaman Pemerintah Republik Federal Jerman (85%) dan dana rupiah murni (15%). Dana pinjaman dari Pemerintah Jerman digunakan untuk membayar porsi pembelian peralatan atau komponen yang diperlukan, sementara dana rupiah murni (APBN) digunakan untuk membayar pekerjaan jasa seperti perbaikan/rehabilitasi kapal-kapal patroli tersebut; c. Pendapat Pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pihak kontraktor, AAA, bahwa atas pembayaran yang sumber dananya berasal dari pinjaman Pemerintah Federal Jerman tidak dipotong Pajak Penghasilan dan atas imbalan jasa perbaikan yang sumber dananya berasal dari rupiah murni dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 1,5% dari jumlah pembayaran tidak termasuk PPN. 2. Permasalahan Pajak Penghasilan: 2.1. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 22 ayat (1), Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; b. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2), atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto. 2.2. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001, diatur bahwa Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. 2.3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto khusus untuk jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material/barangnya; b. Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak; c. Angka 2 huruf d Lampiran II, Perkiraan Penghasilan Neto jasa perawatan/ pemeliharaan/perbaikan adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; d. Angka 3, Perkiraan Penghasilan Netto jasa pelaksanaan konstruksi adalah 13 1/3% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. 2.4. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.42/2002 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ditegaskan bahwa: a. Pasal 1 angka 1 a : jenis usaha jasa konstruksi adalah terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi. b. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fasilitas lain, termasuk perawatannya. 2.5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Meskipun kontrak antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan AAA adalah kontrak jual beli/pengadaan, namun pada dasarnya kontrak tersebut merupakan kontrak pekerjaan jasa rehabilitasi/perbaikan dan jasa pelaksanaan konstruksi, karena tidak ada pembelian kapal melainkan hanya pembelian peralatan dan komponen untuk keperluan rehabilitasi/perbaikan kapal-kapal patroli yang ada, dan pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi untuk peningkatan fasilitas pangkalan. Oleh karena itu bukan merupakan objek pemungutan PPh Pasal 22 melainkan objek pemotongan PPh Pasal 23. b. Atas pembelian peralatan atau komponen yang diperlukan untuk pekerjaan rehabilitasi/perbaikan kapal patroli dan pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi untuk peningkatan fasilitas pangkalan Bea dan Cukai yang dibiayai dengan dana pinjaman dari Pemerintah Republik Federal Jerman Pajak Penghasilan yang terutang oleh kontraktor, konsultan dan pemasok lapis pertama ditanggung oleh Pemerintah. Dengan demikian atas penghasilan tersebut tidak dipotong/dipungut Pajak Penghasilan. c. Atas pembayaran imbalan pekerjaan jasa rehabilitasi/perbaikan kapal patroli yang sumber dananya berasal dari rupiah murni (APBN) wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. d. Atas pembayaran imbalan pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi peningkatan Fasilitas Pangkalan Bea dan Cukai yang sumber dananya berasal dari rupiah murni (APBN) wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 13 1/3% atau 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. 3. Permasalahan Pajak Pertambahan Nilai: 3.1. Dalam Pasal XV angka 2 Draft Kontrak Jual Beli antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan AAA, Jerman untuk Rehabilitasi Mendesak Kapal-kapal Patroli Cepat Tipe FPB-28 dan Peningkatan Fasilitas Pangkalan Bea dan Cukai (Kontrak) disebutkan bahwa "sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 42/1995 dan perubahan-perubahannya KONTRAKTOR tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehubungan dengan Kontrak ini. Apabila PPN tersebut harus dibayar kepada Pemerintah Republik Indonesia, untuk itu harus dibayar oleh PEMBELI dan merupakan tambahan atas Nilai Total Kontrak." 3.2. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001, ditetapkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 3.3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000, diatur antara lain bahwa: a. Pasal 3 ayat (2) : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut; b. Pasal 8 ayat (1) : Bahwa atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama yang melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri tetap dikenakan PPN dan PPn BM oleh Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP dan/atau JKP tersebut; c. Pasal 8 ayat (2) : Bahwa PPN yang telah dibayar oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan perolehan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. 3.4. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, antara lain mengatur: a. Pasal 2 ayat (1) : Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; b. Pasal 2 ayat (2) : Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang; c. Pasal 4 ayat (1) huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 3.5. Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan, antara lain mengatur: a. Huruf F butir 3 huruf c angka 1, bahwa PPN dan PPn BM yang tidak perlu dipungut adalah pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri; b. Huruf G butir 3 huruf g, bahwa dalam hal penyerahan BKP dan atau JKP dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PKP Rekanan sebagai Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT". 3.6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Atas penyerahan jasa rehabilitasi kapal-kapal patroli cepat tipe FPB-28 dan peningkatan fasilitas pangkalan yang dilakukan berdasarkan Kontrak tersebut PPN yang terutang tidak dipungut hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri tersebut, sedangkan atas bagian dari proyek Pemerintah yang sumber dananya berasal dari rupiah murni (APBN) tetap terutang PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai Bendaharawan Pemerintah; b. Atas impor barang dalam rangka pelaksanaan Kontrak tersebut, sepanjang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dipungut; c. Kontraktor Utama yang menyerahkan jasa rehabilitasi kapal-kapal patroli cepat tipe FPB-28 dan peningkatan fasilitas pangkalan Bea dan Cukai wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT", namun Surat Setoran Pajak tidak perlu dibuat; d. Atas perolehan BKP dan atau JKP oleh Kontraktor Utama yang melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri tetap dikenakan PPN (Pajak Masukan) dan PPn BM, dan Pajak Masukan tersebut oleh Kontraktor Utama dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. Demikian harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR, ttd SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO
peraturan/0tkbpera/c3d96fbd5b1b45096ff04c04038fff5d.txt · Last modified: (external edit)