peraturan:0tkbpera:c3614206a443012045cfd75d2600af2d
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
23 Maret 1992
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 08/PJ.51/1992
TENTANG
TEMPAT TERUTANG PPN DAN TATA USAHA PEB.(SERI PPN-179)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
1. Seperti diketahui dalam Keputusan Menteri Keuangan No. : 1289/KMK.04/1991 tentang Tatacara
Pengenaan PPN atas penyerahan BKP oleh Pedagang Eceran Besar (PEB), telah ditegaskan bahwa
PEB berkewajiban :
a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
yang wilayah wewenangnya meliputi tempat perdagangan eceran dilakukan apabila
peredaran brutonya dalam tahun 1991, atau dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak
sesudah tahun 1991 mencapai Rp 1 milyar atau lebih.
b. menempelkan label harga jual yang didalamnya sudah termasuk PPN, pada BKP yang dijual.
c. menerbitkan Faktur Pajak Sederhana atau Faktur Pajak Standar apabila diminta oleh pembeli.
d. melakukan pencatatan dalam pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU PPN 1984
yang meliputi semua jumlah harga perolehan dan harga penyerahan BKP dan bukan BKP
yang diperjual belikan.
2. Selanjutnya, dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-04/PJ.32/1992 tanggal 8 Januari 1992
tentang pengenaan PPN atas penyerahan BKP oleh PEB, ditegaskan bahwa PEB wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP pada KPP setempat. Kewajiban melapor ini juga berlaku
bagi cabang, perwakilan dan unit usaha lainnya (misalnya:toko) pada KPP di tempat cabang
perwakilan atau unit usaha lainnya terletak. Dalam Pasal 12 Undang-undang PPN 1984 jo. Pasal 21
Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1985 ditetapkan bahwa PKP dapat memilih satu tempat usaha
sebagai tempat pajak terutang dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Pedoman mengenai satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang (pemusatan tempat terutang
PPN ini telah diberitahukan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-02/PJ.3/1985 tanggal
23 Januari 1985 (Seri PPN-23) dan No.SE-21/PJ.3/1985 tanggal 14 Maret 1985 (Seri PPN-36). Pedoman
ini sebenarnya hanya ditujukan bagi pabrikan yang Kantor Pusat dan Pabriknya tidak berada dalam
satu lokasi yang sama, dengan beberapa persyaratan sebagai berikut :
- susunan organisasi perusahaan dan sistem pencatatan dalam pembukuan perusahaan
memang benar-benar tidak memungkinkan pengusaha yang bersangkutan menghitung,
memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang di beberapa tempat usaha
(cabang-cabang), karena seluruh kegiatan dan administrasi penjualan, pembelian dan
impor barang modal, bahan baku/pembantu serta pembuatan Faktur Pajak dilakukan oleh
Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan;
- Kantor Cabang/Perwakilan/Tempat Usaha tidak melakukan kegiatan penjualan BKP, karena
semua kegiatan penjualan dan administrasi penjualan hanya dilakukan di tempat usaha
yang dipilih sebagai tempat pajak terutang (yang umumnya adalah Kantor Pusatnya);
- Fungsi Cabang/Perwakilan/tempat usaha hanya menyimpan persediaan dan menyerahkan
persediaan tersebut kepada pembeli atas perintah Kantor Pusatnya yang menangani
kegiatan penjualan;
- Kantor Cabang/Perwakilan /tempat usaha tidak membuat Faktur Pajak baik untuk cabang
yang bersangkutan maupun atas nama Kantor Pusatnya, karena semua Faktur Pajak
hanya dikeluarkan oleh Kantor Pusatnya dan selanjutnya disampaikan kepada pembeli
baik langsung maupun melalui cabang/perwakilan/tempat usaha yang bersangkutan dalam
waktu selambat-lambatnya 10 hari sejak penyerahan BKP kepada pembeli.
3. Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.28 TAHUN 1988 telah digariskan bahwa Pedagang
Besar tidak dapat melakukan pemusatan tempat terutang PPN karena sifat dari Kantor Pusat dan
Cabang adalah sama yaitu :
- sama-sama menjalankan fungsi distribusi dari barang yang dijual,
- sama-sama dapat menerbitkan Faktur Pajak Sederhana dan Faktur Pajak Standar
tergantung dari sifat Barang Kena Pajak sebagai barang konsumsi akhir (finished goods)
atau bukan dan tergantung status pembeli apakah PKP atau bukan PKP (konsumen akhir).
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.75 TAHUN 1991 maka penggarisan
pemusatan tempat terutang PPN bagi Pedagang Besar ini pada dasarnya juga diberlakukan
sama bagi Pedagang Eceran yakni tidak dapat melakukan pemusatan tempat terutang PPN
karena :
- sifat dari Kantor Pusat dan Cabang/Perwakilan/tempat usaha adalah yaitu sama-sama
sebagai distributor penjual dari BKP yang diserahkan;
- sifat dari BKP yang diperjual belikan yaitu final goods;
- sifat dan cara pembayaran dari BKP yang diperjualbelikan yaitu sistem cash and
carry, yang oleh karenanya harus segera diterbitkan Faktur Pajak pada saat yang
bersamaan dengan saat pembayaran yang umumnya bersamaan dengan saat
penyerahan.
4. Untuk menampung permasalahan-permasalahan administrasi bagi PEB yang lokasi usahanya tersebar
di berbagai tempat dan di berbagai kota serta pembelian barangnya sebagian besar atau seluruhnya
dipusatkan di Kantor Pusatnya, maka bersama ini diberikan pengaturan sebagai berikut :
4.1. Bagi PEB seperti Supermarket (Swalayan) atau Department Store (Toko Serba Ada) yang
mempunyai jaringan penjual yang tersebar (chain store) di berbagai tempat, dapat
mengajukan permohonan izin pemusatan tempat terutang PPN yang bersifat terbatas kepada
Direktur Jenderal Pajak.
Pengertian terbatas adalah bila dalam satu kota (seperti Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Medan) terdapat lebih dari satu KPP, dan PEB mempunyai beberapa cabang atau
tempat usaha dalam wilayah KPP yang sekota, maka kepada PEB tersebut dapat diberikan izin
pemusatan tempat terutang PPN yang sifatnya terbatas, yaitu pilihan satu tempat usaha
sebagai tempat terutang PPN untuk satu kota yang di dalamnya terdapat lebih dari satu KPP.
4.2. Penyerahan BKP antara Pusat dengan Cabang/tempat usaha atau antara Cabang/tempat
usaha dengan Cabang/tempat usaha lainnya tidak merupakan penyerahan yang terutang
PPN, dan karenanya tidak perlu dibuatkan Faktur Pajak. Pengiriman dari Pusat ke Cabang/
tempat usaha atau antar Cabang/tempat usaha cukup hanya dilakukan dengan Nota
Pengantar atau Nota Pengiriman Barang. Apabila perolehan BKP hanya dilakukan oleh Kantor
Pusat (misalnya di Jakarta), maka semua Pajak Masukan dikreditkan oleh Kantor Pusat.
Apabila Kantor Pusat melakukan penyerahan BKP maka Pajak Masukan atas perolehan BKP
dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran yang dipungut oleh Kantor Pusat. Cabang-cabang/
tempat usaha yang berada dalam satu kota dengan Kantor Pusat, sesuai permohonan dapat
diizinkan melakukan pemusatan tempat terutang PPN tergabung dengan Kantor Pusatnya.
Pajak Masukan Kantor Pusat dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran dari Kantor Pusat dan
cabang-cabang/tempat usahanya yang tergabung tempat terutang PPN-nya dengan Kantor
Pusat. Cabang-cabang/tempat usaha di luar Jakarta yang terletak di berbagai KPP dalam satu
kota atau beberapa kota, harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP pada
KPP tempat cabang/tempat usaha itu terletak. Cabang-cabang/tempat usaha yang berada
dalam satu kota tertentu seperti Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya, sesuai
permohonan, dapat diizinkan melakukan pemusatan tempat terutang PPN pada salah satu
cabang/tempat usaha yang ditunjuk menjadi tempat pemusatan PPN dan dikukuhkan menjadi
PKP pada KPP di tempat cabang itu terletak.
Dalam hal izin pemusatan tempat terutang PPN di kota-kota tersebut diberikan, maka karena
seluruh Pajak Masukan sudah dikreditkan di Kantor Pusat, Pajak Keluaran cabang/tempat
usaha harus disetor sepenuhnya dan dilaporkan pada KPP tempat cabang tersebut
dikukuhkan.
Dalam hal Cabang/tempat usaha mempunyai Pajak Masukan untuk pembelian lokal, maka
Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan oleh Cabang/tempat usaha yang ditunjuk
tersebut.
Contoh :
PT. "X" berdomisili di Jakarta mempunyai cabang Jakarta dengan 10 Toko yang tersebar di
tiga KPP di Jakarta (KPP Jakarta Selatan Dua, Jakarta Selatan Satu dan Jakarta Pusat Lima),
cabang Bandung dengan 5 Toko yang tersebar di dua KPP di Bandung (KPP Bandung Barat
dan Bandung Timur), dan cabang Surabaya dengan 4 Toko yang tersebar di tiga KPP di
Surabaya (Surabaya Timur, Surabaya Utara, Surabaya Selatan). PEB memilih satu tempat
usaha pada satu KPP sebagai tempat terutang PPN ; di Jakarta pada KPP Jakarta Selatan Satu
tempat Kantor Pusat dikukuhkan, di Bandung pada KPP Bandung Timur, dan di Surabaya
pada KPP Surabaya Utara. Untuk keperluan ini PEB harus membuat Laporan Konsolidasi dari
berbagai Toko/tempat usaha pada kota-kota tersebut dan melaporkan pada KPP tempat
pemusatan dilakukan (KPP Jakarta Selatan Satu, KPP Bandung Timur dan KPP Surabaya
Utara.)
4.3. Khusus PEB dengan status BUMN/BUMD yang terdaftar pada KPP Perusahaan Negara dan
Daerah, yang mempunyai Cabang yang tersebar di berbagai KPP di Jakarta dapat melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP di masing-masing KPP di lokasi Cabang/tempat
usaha.
Namun demikian, apabila PEB BUMN/BUMD ini menginginkan pembayaran PPN tetap dilakukan
di KPP Perusahaan Negara dan Daerah, PEB tersebut harus memberitahukan kepada KPP
setempat bahwa pembayaran PPN dipusatkan pada KPP Perusahaan Negara dan Daerah.
Untuk Cabang-cabang PEB BUMN/BUMD di luar Jakarta, pengukuhan menjadi PKP harus
dilakukan pada KPP setempat.
Demikian untuk diketahui dan disebarluaskan kepada masing-masing PEB dalam wilayah kerja Saudara.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/c3614206a443012045cfd75d2600af2d.txt · Last modified: by 127.0.0.1