peraturan:0tkbpera:c2f32522a84d5e6357e6abac087f1b0b
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
2 Februari 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 50/PJ.333/2000
TENTANG
PENJELASAN PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 20 Oktober 1999 perihal dimaksud pada pokok surat, kami
menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut secara garis besar Saudara mengemukakan :
a. PT. XYZ memiliki cabang-cabang berupa sales region, perwakilan atau depot penjualan yang
telah terdaftar di KPP masing-masing daerah dan berkantor pusat di Bekasi.
b. Kantor pusat melaksanakan kebijaksanaan sistem akuntansi tersentralisir, dimana cabang-
cabang tersebut tidak mempunyai pembukuan dan laporan keuangan dan semua pembayaran
dilakukan oleh kantor pusat. Selama ini order pembelian untuk keperluan sales region
diterbitkan dan ditandatangani oleh kantor pusat, tetapi semua dokumen tagihan dibuat atas
nama masing-masing sales region, demikian juga Faktur Pajak dari rekanan juga
menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing sales region, perwakilan, dan depot
penjualan.
c. Selama ini semua pembayaran pajak dilakukan oleh masing-masing sales region, perwakilan,
dan depot penjualan, namun untuk efisiensi Saudara merencanakan bahwa semua
pembayaran pajak sales region, perwakilan, dan depot penjualan yang berada di Jakarta
maupun luar Jakarta dilakukan oleh kantor pusat yang disetor pada bank di Jakarta.
d. Saudara menanyakan apakah dibenarkan oleh undang-undang perpajakan apabila Surat
Setoran Pajak (SSP) diisi sesuai identitas masing-masing sales region, perwakilan, dan depot
penjualan yang dibuat di Bekasi, ditandatangani oleh pejabat kantor pusat dan disetor pada
bank di Jakarta.
2. Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 TAHUN 1994 mengatur bahwa Wajib Pajak wajib
membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara atau di tempat pembayaran lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Dalam memori penjelasannya disebutkan bahwa dengan memperluas
tempat-tempat pembayaran pajak yang mudah dijangkau Wajib Pajak, dimaksudkan untuk
mempermudah Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.9/1998 tanggal 28 Mei 1998 menegaskan
bahwa Surat Setoran Pajak (SSP) digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak kecuali setoran
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) dan
setiap SSP diisi sesuai petunjuk pengisian yang tertera dalam lembar SSP.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-11/PJ.4/1985 tanggal 17 Juli 1985 menegaskan
bahwa Wajib Pajak dapat menyetorkan/membayar pajaknya baik melalui Kas Negara, Pos Giro
maupun Bank Persepsi dimana saja, asalkan data yang ditulis dalam SSP yang dipergunakan
dicantumkan dengan jelas (Nama Wajib Pajak, NPWP, Alamat, jumlah uang dan Jenis Pajak yang
dibayar).
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami menegaskan bahwa pembayaran pajak dengan
menggunakan SSP dapat dilakukan untuk semua jenis pajak --kecuali PBB dan BPHTB--dan
pembayaran dapat dilakukan dimana saja melalui Kantor Pos dan Giro atau bank persepsi.
Jadi, SSP yang dibuat di Bekasi, ditandatangani oleh pejabat kantor pusat, dan pajaknya disetor
melalui bank di Jakarta diperkenankan, sepanjang diisi sesuai dengan identitas masing-masing pihak
yang memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak terutang dengan ketentuan :
a. Untuk SSP atas pembayaran PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPN, identitas yang dicantumkan
alam SSP adalah identitas masing-masing sales region, perwakilan, dan depot penjualan.
Lembar ke-3 dari SSP tersebut dilaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat sales
region, perwakilan, dan depot penjualan terdaftar sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena
Pajak.
b. Dalam hal PT. XYZ mendapat izin sentralisasi tempat pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 21
dan PPN, maka identitas yang dicantumkan dalam SSP adalah identitas kantor pusat. Lembar
ke-3 dari SSP tersebut dilaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat kantor pusat
terdaftar sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak.
c. Untuk SSP atas pembayaran PPh Pasal 25, identitas yang dicantumkan dalam SSP adalah
identitas kantor pusat. Lembar ke-3 dari SSP tersebut dilaporkan kepada Kantor Pelayanan
Pajak tempat kantor pusat terdaftar sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR
ttd
IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/0tkbpera/c2f32522a84d5e6357e6abac087f1b0b.txt · Last modified: by 127.0.0.1