peraturan:0tkbpera:bea5b83d3a056039813089e7aa7f7e9a
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 1 Februari 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 51/PJ.52/2006 TENTANG PEMBAYARAN BUNGA KEPADA PEMEGANG SAHAM TIDAK LANGSUNG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal xxx perihal tersebut diatas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. PT ABC adalah produsen kaleng yang siklus bisnisnya sangat fluktuatif terutama menjelang lebaran dan natal, sehingga terjadi kesenjangan cashflow disebabkan harga bahan baku melonjak sangat tinggi; b. Untuk menutupi defisit cashflow yang terjadi, perusahaan Saudara meminjam dana talanan dari pemegang saham tidak langsung (perorangan). Atas pinjaman sementara tersebut, pemegang saham tidak langsung ini akan mengenakan beban bunga yang dihitung menggunakan tingkat bunga yang dikenakan oleh bank kreditur Saudara yaitu PT XXX (saat ini 14% per tahun); c. Saudara menanyakan beberapa hal sebagai berikut ; 1. Kewajiban pajak apa saja yang terjadi atas pembayaran bunga pinjaman kepada pemegang saham tidak langsung ini; 2. Tingkat bunga yang diperolehkan, apakah tingkat bunga dari bank kreditur atau SBI; 3. Apakah ada peraturan perpajakan yang melarang pemegang saham tidak langsung tidak boleh menerima bunga atas pinjaman kepada perusahaan. 2. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa : a. Ayat (3), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa; b. Ayat (4), Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (3a), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila : 1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau 2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau 3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat. 3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 , diatur bahwa atas penghasilan berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. 4. Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 , diatur bahwa atas penghasilan bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dengan ini dapat diberikan penegasan sebagai berikut : a. Atas imbalan bunga yang dibayarkan PT ABC kepada pemegang saham tidak langsung wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto dalam hal pemegang saham tidak langsung merupakan Wajib Pajak dalam negeri. Dalam hal pemegang saham tidak langsung merupakan Wajib Pajak luar negeri, PT ABC wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan P3B yang berlaku; b. Tingkat suku bunga yang diperkenankan atas pinjaman adalah tingkat suku bunga wajar, yaitu tingkat suku bunga yang juga dikenakan kepada pihak lain apabila tidak memiliki hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung; c. Undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya tidak melarang pemegang saham tidak langsung menerima imbalan bunga atas pemberian pinjaman kepada PT ABC. Demikian penegasan kami harap maklum. a.n. Direktur Jenderal, ttd. Herry Sumardjito NIP 060061993 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan;
peraturan/0tkbpera/bea5b83d3a056039813089e7aa7f7e9a.txt · Last modified: 2023/02/05 20:06 (external edit)