peraturan:0tkbpera:bb181e83b9ac6be1b28b2a2b26dcd73e
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
29 Agustus 1995
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 125/PJ.313/1995
TENTANG
PENGENAAN PPh TERHADAP PT. REKSADANA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 1 Juli 1995 perihal tersebut diatas, dengan ini diberikan penjelasan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 TAHUN 1994 atas
penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI dipotong PPh
yang bersifat final sebesar 15% dari jumlah bruto, kecuali terhadap Wajib Pajak Luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dipotong PPh sebesar 20% dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
2. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 TAHUN 1994, atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut PPh
bersifat final sebesar :
a. Untuk semua transaksi penjualan saham sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan;
b. Untuk transaksi penjualan saham pendiri, kecuali saham pendiri perusahaan pasangan usaha
yang dimiliki oleh perusahaan modal ventura, ditambah dengan 5% dari jumlah bruto nilai
transaksi penjualan.
3. Pemotongan PPh tersebut pada butir 1 dan butir 2 diatas bersifat final, artinya atas penghasilan
berupa bunga atau diskonto tersebut tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya dalam
Penghitungan PPh yang terutang pada waktu pengisian SPT Tahunan PPh-nya.
Demikian pula PPh yang telah dipotong tersebut tidak dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang
dalam SPT Tahunan PPh-nya.
4. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, bunga obligasi yang diterima atau diperoleh
reksadana tidak termasuk sebagai Objek Pajak PPh.
5. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi
yang sejenis, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia, tidak termasuk sebagai Objek Pajak PPh.
6. Atas uraian tersebut diatas, dengan memperhatikan ilustrasi yang Saudara berikan, maka besarnya
penghasilan yang dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh Badan adalah sebagai berikut :
a. Penghasilan berupa bunga deposito, berdasarkan PP Nomor 51 TAHUN 1994 dipotong PPh
bersifat final, dengan demikian atas penghasilan berupa bunga deposito dilaporkan dalam SPT
tetapi tidak dijumlah dengan penghasilan lainnya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
(PKP).
b. Penghasilan berupa bunga obligasi, berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i Undang-undang
Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1994, tidak termasuk sebagai Objek Pajak PPh, sehingga penghasilan berupa bunga
obligasi tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan akan tetapi tidak dijumlah dengan
penghasilan lainnya dalam menghitung PKP.
c. Penghasilan berupa capital gain dari penjualan saham di bursa efek, berdasarkan PP Nomor
41 TAHUN 1994 dikenakan Pemungutan PPh bersifat final, sehingga penghasilan berupa capital
gain tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan akan tetapi dijumlah dengan
penghasilan lainnya dalam menghitung PKP.
d. Dividen dari hasil penanaman dalam bentuk penyertaan modal/pembelian saham berdasarkan
Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 tidak termasuk sebagai Objek Pajak
PPh, sehingga penghasilan berupa dividen tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh
Badan, akan tetapi tidak dijumlah dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PKP.
e. Jumlah seluruh penghasilan sesuai ilustrasi Saudara sebesar Rp. 1.069.000.000,00 dilaporkan
dalam SPT akan tetapi tidak dijumlah dalam menghitung PKP.
Sedangkan biaya atas investasi sebesar Rp. 500.000.000,- juga tidak dapat dibebankan
sebagai biaya yang dapat mengurangi Penghasilan Brutonya yang lain (bila ada) untuk
memperoleh PKP.
Dengan perkataan lain, terhadap selisihnya sebesar Rp. 569.000.000,00 tersebut tidak lagi
dikenakan PPh.
Demikian disampaikan untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/bb181e83b9ac6be1b28b2a2b26dcd73e.txt · Last modified: by 127.0.0.1