peraturan:0tkbpera:b974006f61bd5a3f95e3e9530a579d14
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68 TAHUN 2005
TENTANG
TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG,
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH, DAN RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden;
Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PRESIDEN TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH, DAN
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:
1. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
2. Undang-Undang adalah Peraturan Perundangan-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.
4. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
5. Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.
6. Program Legislasi Nasional, yang selanjutnya disingkat Prolegnas, adalah instrumen perencanaan
program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.
7. Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup,
jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang.
8. Pemrakarsa adalah menteri/pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang mengajukan usul
penyusunan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, atau Rancangan Peraturan Presiden.
9. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
BAB II
PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
(1) Penyusunan rancangan Undang-Undang dilakukan Pemrakarsa berdasarkan Prolegnas.
(2) Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang didasarkan Prolegnas tidak memerlukan persetujuan izin
prakarsa dari Presiden.
(3) Pemrakarsa melaporkan penyiapan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Presiden secara berkala.
Pasal 3
(1) Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat menyusun Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas
setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden, dengan disertai
penjelasan mengenai konsepsi pengaturan Rancangan Undang-Undang yang meliputi:
a. urgensi dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan diatur; dan
d. jangkauan serta arah pengaturan.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang;
b. untuk meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
c. untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
d. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam.
e. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan
Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
dan Menteri.
Pasal 4
Konsepsi dan materi pengaturan Rancangan Undang-Undang yang disusun harus selaras dengan falsafah
negara Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan
kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang tersebut.
Pasal 5
(1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah
Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.
(2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa
bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak
ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.
(3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat dasar filosofis,
sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.
(4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Penyusunan Raancangan Undang-Undang Berdasarkan Prolegnas
Pasal 6
(1) Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, Pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen.
(2) Keanggotaan Panitia Antardepartemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur
departemen, dan lembaga pemerintah nondepartemen yang terkait dengan substansi Rancangan
Undang-Undang.
(3) Panitia Antardepartemen dipimpin oleh seseorang ketua yang ditunjuk oleh Pemrakarsa.
(4) Panitia Antardepartemen penyusunan Rancangan Undang-Undang dibentuk setelah Prolegnas
ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 7
(1) Dalam rangka pembentukan Panitia Antardepartemen, Pemrakarsa mengajukan surat permintaan
keanggotaan Panitia Antardepartemen kepada Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
(2) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai konsepsi, pokok-pokok materi, dan
hal-hal lain yang dapat memberikan gambaran mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan
Undang-Undang.
(3) Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menugaskan
pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan
perundang-undangan yang secara teknis menguasai permasalahan yang berkaitan dengan materi
Rancangan Undang-Undang.
(4) Penyampaian nama pejabat, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
diterimanya surat permintaan oleh Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
(5) Pemrakarsa menetapkan surat keputusan pembentukan Panitia Antardepartemen paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal surat permintaan keanggotaan Panitia Antardepartemen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
Keikutsertaan wakil dari Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-
undangan dalam setiap Panitia Antardepartemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
dimaksudkan untuk melakukan pengharmonisasian Rancangan Undang-Undang dan teknik perancangan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan perundang-
undangan pada lembaga Pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai sekretaris Panitia Antardepartemen.
Pasal 10
(1) Panitia Antardepartemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan yang bersifat prinsip
mengenai objek yang akan diatur, jangkauan, dan arah pengaturan.
(2) Kegiatan perancangan yang meliputi penyiapan, pengolahan, dan perumusan Rancangan Undang-
Undang dilaksanakan oleh biro hukum atau satuan kerja yang menyelengarakan fungsi di bidang
peraturan perundang-undangan pada lembaga Pemrakarsa.
(3) Hasil perancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya disampaikan kepada Panitia
Antardepartemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati.
(4) Pejabat, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3), wajib menyampaikan laporan kepada dan/atau meminta arahan langsung dari
menteri/pimpinan lembaga terkait mengenai perkembangan penyusunan Rancangan Undang-Undang
dan/atau permasalahan yang dihadapi.
(5) Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di tingkat Panitia Antardepartemen, Pemrakarsa
dapat pula mengundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi atau organisasi di bidang sosial,
politik, profesi, dan kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan Rancangan
Undang-Undang.
Pasal 11
Ketua Panitia Antardepartemen melaporkan perkembangan penyusunan Rancangan Undang-Undang dan/atau
permasalahan yang dihadapi kepada Pemrakarsa untuk memperoleh keputusan atau arahan.
Pasal 12
Ketua Panitia Antardepartemen menyampaikan perumusan akhir Rancangan Undang-Undang yang telah
mendapat persetujuan Panitia Antardepartemen kepada Pemrakarsa, disertai penjelasan secukupnya.
Bagian Ketiga
Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang
Pasal 13
(1) Dalam rangka penyempurnaan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,
Pemrakarsa menyebarluaskan Rancangan Undang-Undang kepada masyarakat.
(2) Hasil penyebarluasan dijadikan bahan oleh Panitia Antardepartemen untuk penyempurnaan Rancangan
Undang-Undang.
Pasal 14
(1) Pemrakarsa menyampaikan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau
Pasal 13 kepada Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait untuk memperoleh pertimbangan dan
paraf persetujuan.
(2) Pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menteri diutamakan pada harmonisasi konsepsi dan teknik
perancangan perundang-undangan.
Pasal 15
Penyampaian pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait
diberikan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Rancangan Undang-Undang diterima.
Pasal 16
Dalam hal Pemrakarsa melihat adanya perbedaan di antara pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15, Pemrakarsa bersama dengan Menteri menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan
lembaga terkait yang bersangkutan.
Pasal 17
Apabila upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak memberikan hasil, Menteri
melaporkan secara tertulis permasalahan tersebut kepada Presiden untuk memperoleh keputusan.
Pasal 18
Perumusan ulang Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan Menteri.
Pasal 19
Apabila rancangan Undang-Undang tersebut sudah tidak memiliki permasalahan lagi baik dari segi subtansi
maupun dari segi teknik perancangan perundang-undangan, Pemrakarsa mengajukan Rancangan Undang-
Undang tersebut kepada Presiden guna penyampaiannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan
kepada Menteri.
Pasal 20
(1) Apabila Presiden berpedapat Rancangan Undang-Undang masih mengandung permasalahan, Presiden
menugaskan Menteri dan Pemrakarsa untuk mengkoordinasi kembali penyempurnaan Rancangan
Undang-Undang tersebut.
(2) Rancangan Undang-Undang yang telah disempurnakan disampaikan oleh Pemrakarsa kepada Presiden
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan tembusan kepada Menteri.
Bagian Ketiga
Penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas
Pasal 21
(1) Dalam rangka penyusunan konsepsi Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemrakarsa wajib mengkonsultasikan konsepsi tersebut kepada
Menteri.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka pengharmonisan,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang.
Pasal 22
(1) Untuk kelancaran pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-
Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), Menteri mengkoordinasikan pembahasan
konsepsi tersebut dengan pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/atau
perancang peraturan perundang-undangan dari Lembaga Permrakarsa dan lembaga terkait lainnya.
(2) Apabila dipandang perlu, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula melibatkan
perguruan tinggi dan atau organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5).
Pasal 23
(1) Dalam hal koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 tidak menghasilkan keharmonisan,
kebulatan, dan kemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang, Menteri dan Pemrakarsa
melaporkan kepada Presiden disertai dengan penjelasan mengenai perbedaan pendapat atau
perbedaan pandangan yang ada untuk memperoleh keputusan atau arahan.
(2) Keputusan dan arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan persetujuan izin
prakarsa penyusunan Rancangan Undang-Undang.
Pasal 24
(1) Dalam hal koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 telah menghasilkan keharmonisan,
kebulatan, dan kemantapan konsepsi, Pemrakarsa menyampaikan konsepsi Rancangan Undang-
Undang kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri, guna mendapat persetujuan.
(2) Berdasarkan persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemrakarsa membentuk
Panitia Antardepartemen.
(3) Tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen dan penyusunan Rancangan Undang-Undang
selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan
Pasal 20.
BAB III
PENYAMPAIAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEPADA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 25
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk dilakukan pembahasan.
Pasal 26
(1) Menteri Sekretaris Negara menyiapkan surat Presiden kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
guna menyampaikan Rancangan Undang-Undang disertai dengan Keterangan Pemerintah mengenai
Rancangan Undang-Undang dimaksud.
(2) Surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
di Dewan Perwakilan Rakyat;
b. sifat penyelesaian Rancangan Undang-Undang yang dikehendaki; dan
c. cara penanganan atau pembahasannya.
(3) Keterangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh Pemrakarsa, yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. urgensi dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d. jangkauan serta arah pengaturan;
yang mengambarkan keseluruhan subtansi Rancangan Undang-Undang.
(4) Surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Wakil Presiden, para
menteri koordinator, menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden, Pemrakarsa, dan Menteri.
(5) Dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Pemrakarsa
memperbanyak Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
Pasal 27
(1) Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, menteri yang ditugasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf a wajib melaporkan perkembangan dan
permasalahan yang dihadapi kepada Presiden untuk memperoleh keputusan dan arahan.
(2) Apabila dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat masalah yang bersifat
prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi serta arah Rancangan Undang-Undang, menteri
yang ditugasi mewakili Presiden wajib terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden disertai dengan
saran pemecahannya untuk memperoleh keputusan.
Pasal 28
Pendapat akhir Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat
disampaikan oleh Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a setelah
terlebih dahulu melaporkan kepada Presiden.
Pasal 29
Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a segera melaporkan Rancangan
Undang-Undang yang telah mendapat atau tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Presiden.
Pasal 30
Dalam hal Rancangan Undang-Undang mendapat persetujuan bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan
rakyat, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak dapat diajukan kembali dalam masa sidang yang sama.
BAB IV
RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG DISUSUN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 31
Terhadap Rancangan Undang-Undang yang disusun dan disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden
menugaskan menteri yang tugas pokoknya membidangi Rancangan Undang-Undang tersebut untuk
mengkoordinasikan pembahasannya dengan Menteri dan menteri/lembaga pemerintah nondepartemen terkait.
Pasal 32
(1) Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 menyiapkan pandangan dan pendapat
Pemerintah serta menyiapkan saran penyempurnaan yang diperlukan dalam bentuk Daftar
Inventarisasi Masalah, dengan berkoordinasi dengan Menteri dan menteri/pimpinan lembaga
pemerintah nondepartemen terkait.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri dan menteri yang ditugasi melapor kepada Presiden untuk memperoleh keputusan atau
arahan.
Pasal 33
Pandangan dan pendapat serta Daftar Inventarisasi Masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
disampaikan kepada Presiden.
Pasal 34
(1) Presiden menunjuk menteri yang mewakili Pemerintah untuk pembahasan di Dewan Perwakilan
Rakyat dan menyampaikan penunjukan tersebut kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Dalam penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus juga disampaikan pendapat
Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang.
(3) Penunjukan menteri dan penyampaian pendapat Pemerintah kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam jangka waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari sejak surat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima.
Pasal 35
Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 29.
BAB V
PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG
Pasal 36
Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden memerintahkan penyusunan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang.
Pasal 37
(1) Presiden menugaskan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
kepada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi materi yang akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.
(2) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Pasal 38
(1) Setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan oleh Presiden, menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) menyusun Rancangan Undang-Undang mengenai
penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
(2) Ketentuan mengenai penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Dewan Perwakilan Rakyat berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan
Pasal 26.
BAB VI
PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
Pasal 39
(1) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk Panitia
Antardepartemen.
(2) Tata cara tentang pembentukan Panitia Antardepartemen, penyebarluasan, dan pengharmonisan
penyusunan, serta penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis
mutandis ketentuan dalam Bab II.
BAB VII
PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN
Pasal 40
(1) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Pemrakarsa dapat membentuk Panitia
Antardepartemen.
(2) Tata cara tentang pembentukan Panitia Antardepartemen, pengharmonisan penyusunan, dan
penyampaian Rancangan Peraturan Presiden kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan
dalam Bab II.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 41
(1) Dalam rangka penyiapan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang, masyarakat dapat
memberikan masukan kepada Pemrakarsa.
(2) Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan pokok-pokok materi
yang diusulkan.
(3) Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap dan jelas.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,
dan Rancangan Peraturan Presiden yang sedang dalam proses penyusunan, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
Undang tetap dilanjutkan dan disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 45
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
peraturan/0tkbpera/b974006f61bd5a3f95e3e9530a579d14.txt · Last modified: by 127.0.0.1