peraturan:0tkbpera:b974006f61bd5a3f95e3e9530a579d14
                   PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                              NOMOR 68 TAHUN 2005

                        TENTANG

                 TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG, 
         RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN
              PERATURAN PEMERINTAH, DAN RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata 
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden;

Mengingat :

1.  Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4389);

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PRESIDEN TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH, DAN 
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN.


                        BAB I
                           KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:
1.  Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau 
    pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
2.  Undang-Undang adalah Peraturan Perundangan-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan 
    Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
3.  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang 
    ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.
4.  Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
    menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
5.  Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.
6.  Program Legislasi Nasional, yang selanjutnya disingkat Prolegnas, adalah instrumen perencanaan
    program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara  berencana, terpadu, dan sistematis.
7.  Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai 
    konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, 
    jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang.
8.  Pemrakarsa adalah menteri/pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang mengajukan usul
    penyusunan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
    Rancangan Peraturan Pemerintah, atau Rancangan Peraturan Presiden.
9.  Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.



                        BAB II
                    PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

                         Bagian Pertama
                         Umum

                        Pasal 2

(1) Penyusunan rancangan Undang-Undang dilakukan Pemrakarsa berdasarkan Prolegnas.
(2) Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang didasarkan Prolegnas tidak memerlukan persetujuan izin
    prakarsa dari Presiden.
(3) Pemrakarsa melaporkan penyiapan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (2) kepada Presiden secara berkala.


                        Pasal 3

(1) Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat menyusun Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas 
    setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden, dengan disertai 
    penjelasan mengenai konsepsi pengaturan Rancangan Undang-Undang yang meliputi:
    a.  urgensi dan tujuan penyusunan;
    b.  sasaran yang ingin diwujudkan;
    c.  pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan  diatur; dan
    d.  jangkauan serta arah pengaturan.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
    a.  untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang;
    b.  untuk meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
    c.  untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
    d.  untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam.
    e.  Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan
        Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
        dan Menteri.


                        Pasal 4

Konsepsi dan materi pengaturan Rancangan Undang-Undang yang disusun harus selaras dengan falsafah 
negara Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan 
kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang tersebut.


                        Pasal 5

(1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah 
    Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.
(2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa
    bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan 
    perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak 
    ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.
(3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat dasar filosofis, 
    sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.
(4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan Peraturan Menteri.


                           Bagian Kedua
            Penyusunan Raancangan Undang-Undang Berdasarkan Prolegnas

                        Pasal 6

(1) Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, Pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen.
(2) Keanggotaan Panitia Antardepartemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur 
    departemen, dan lembaga pemerintah nondepartemen yang terkait dengan substansi Rancangan 
    Undang-Undang.
(3) Panitia Antardepartemen dipimpin oleh seseorang ketua yang ditunjuk oleh Pemrakarsa.
(4) Panitia Antardepartemen penyusunan Rancangan Undang-Undang dibentuk setelah Prolegnas 
    ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat.


                        Pasal 7

(1) Dalam rangka pembentukan Panitia Antardepartemen, Pemrakarsa mengajukan surat permintaan 
    keanggotaan Panitia Antardepartemen kepada Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
(2) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai konsepsi, pokok-pokok materi, dan
    hal-hal lain yang dapat memberikan gambaran mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan 
    Undang-Undang.
(3) Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menugaskan
    pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan 
    perundang-undangan yang secara teknis menguasai permasalahan yang berkaitan dengan materi 
    Rancangan Undang-Undang.
(4) Penyampaian nama pejabat, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan perundang-undangan 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal 
    diterimanya surat permintaan oleh Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
(5)     Pemrakarsa menetapkan surat keputusan pembentukan Panitia Antardepartemen paling lama 30 
    (tiga puluh) hari sejak tanggal surat permintaan keanggotaan Panitia Antardepartemen sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1).


                        Pasal 8

Keikutsertaan wakil dari Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-
undangan dalam setiap Panitia Antardepartemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
dimaksudkan untuk melakukan pengharmonisasian Rancangan Undang-Undang dan teknik perancangan 
peraturan perundang-undangan.


                        Pasal 9

Kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan perundang-
undangan pada lembaga Pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai sekretaris Panitia Antardepartemen.


                        Pasal 10

(1) Panitia Antardepartemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan yang bersifat prinsip 
    mengenai objek yang akan diatur, jangkauan, dan arah pengaturan.
(2) Kegiatan perancangan yang meliputi penyiapan, pengolahan, dan perumusan Rancangan Undang-
    Undang dilaksanakan oleh biro hukum atau satuan kerja yang menyelengarakan fungsi di bidang 
    peraturan perundang-undangan pada lembaga Pemrakarsa.
(3) Hasil perancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya disampaikan kepada Panitia 
    Antardepartemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati.
(4) Pejabat, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 7 ayat (3), wajib menyampaikan laporan kepada dan/atau meminta arahan langsung dari
    menteri/pimpinan lembaga terkait mengenai perkembangan penyusunan Rancangan Undang-Undang
    dan/atau permasalahan yang dihadapi.
(5) Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di tingkat Panitia Antardepartemen, Pemrakarsa 
    dapat pula mengundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi atau organisasi di bidang sosial, 
    politik, profesi, dan kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan Rancangan 
    Undang-Undang.


                        Pasal 11

Ketua Panitia Antardepartemen melaporkan perkembangan penyusunan Rancangan Undang-Undang dan/atau
permasalahan yang dihadapi kepada Pemrakarsa untuk memperoleh keputusan atau arahan.


                        Pasal 12

Ketua Panitia Antardepartemen menyampaikan perumusan akhir Rancangan Undang-Undang yang telah 
mendapat persetujuan Panitia Antardepartemen kepada Pemrakarsa, disertai penjelasan secukupnya.


                           Bagian Ketiga
                      Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang

                        Pasal 13

(1) Dalam rangka penyempurnaan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, 
    Pemrakarsa menyebarluaskan Rancangan Undang-Undang kepada masyarakat.
(2) Hasil penyebarluasan dijadikan bahan oleh Panitia Antardepartemen untuk penyempurnaan Rancangan
    Undang-Undang.


                        Pasal 14

(1)     Pemrakarsa menyampaikan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau
    Pasal 13 kepada Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait untuk memperoleh pertimbangan dan
    paraf persetujuan.
(2) Pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menteri diutamakan pada harmonisasi konsepsi dan teknik 
    perancangan perundang-undangan.


                        Pasal 15

Penyampaian pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait 
diberikan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Rancangan Undang-Undang diterima.


                        Pasal 16

Dalam hal Pemrakarsa melihat adanya perbedaan di antara pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15, Pemrakarsa bersama dengan Menteri menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan 
lembaga terkait yang bersangkutan.


                        Pasal 17

Apabila upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak memberikan hasil, Menteri 
melaporkan secara tertulis permasalahan tersebut kepada Presiden untuk memperoleh keputusan.


                        Pasal 18

Perumusan ulang Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan Menteri.


                        Pasal 19

Apabila rancangan Undang-Undang tersebut sudah tidak memiliki permasalahan lagi baik dari segi subtansi 
maupun dari segi teknik perancangan perundang-undangan, Pemrakarsa mengajukan Rancangan Undang-
Undang tersebut kepada Presiden guna penyampaiannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan
kepada Menteri.


                        Pasal 20

(1) Apabila Presiden berpedapat Rancangan Undang-Undang masih mengandung permasalahan, Presiden
    menugaskan Menteri dan Pemrakarsa untuk mengkoordinasi kembali penyempurnaan Rancangan
    Undang-Undang tersebut.
(2) Rancangan Undang-Undang yang telah disempurnakan disampaikan oleh Pemrakarsa kepada Presiden
    dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya penugasan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan tembusan kepada Menteri.


                            Bagian Ketiga
              Penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas

                        Pasal 21

(1) Dalam rangka penyusunan konsepsi Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemrakarsa wajib mengkonsultasikan konsepsi tersebut kepada 
    Menteri.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka pengharmonisan, 
    pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang.


                        Pasal 22

(1) Untuk kelancaran pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-
    Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), Menteri mengkoordinasikan pembahasan 
    konsepsi tersebut dengan pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/atau 
    perancang peraturan perundang-undangan dari Lembaga Permrakarsa dan lembaga terkait lainnya.
(2) Apabila dipandang perlu, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula melibatkan 
    perguruan tinggi dan atau organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5).


                        Pasal 23

(1) Dalam hal koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 tidak menghasilkan keharmonisan, 
    kebulatan, dan kemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang, Menteri dan Pemrakarsa 
    melaporkan kepada Presiden disertai dengan penjelasan mengenai perbedaan pendapat atau 
    perbedaan pandangan yang ada untuk memperoleh keputusan atau arahan.
(2) Keputusan dan arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan persetujuan izin
    prakarsa penyusunan Rancangan Undang-Undang.


                        Pasal 24

(1) Dalam hal koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 telah menghasilkan keharmonisan, 
    kebulatan, dan kemantapan konsepsi, Pemrakarsa menyampaikan konsepsi Rancangan Undang-
    Undang kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri, guna mendapat persetujuan.
(2) Berdasarkan persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemrakarsa membentuk
    Panitia Antardepartemen.
(3) Tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen dan penyusunan Rancangan Undang-Undang 
    selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan
    Pasal 20.


                        BAB III
              PENYAMPAIAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEPADA
                       DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


                        Pasal 25

Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk dilakukan pembahasan.


                        Pasal 26

(1) Menteri Sekretaris Negara menyiapkan surat Presiden kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat 
    guna menyampaikan Rancangan Undang-Undang disertai dengan Keterangan Pemerintah mengenai
    Rancangan Undang-Undang dimaksud.
(2) Surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
    a.  menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
        di Dewan Perwakilan Rakyat;
    b.  sifat penyelesaian Rancangan Undang-Undang yang dikehendaki; dan
    c.  cara penanganan atau pembahasannya.
(3) Keterangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh Pemrakarsa, yang 
    sekurang-kurangnya memuat:
    a.  urgensi dan tujuan penyusunan;
    b.  sasaran yang ingin diwujudkan;
    c.  pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
    d.  jangkauan serta arah pengaturan;
    yang mengambarkan keseluruhan subtansi Rancangan Undang-Undang.
(4) Surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Wakil Presiden, para 
    menteri koordinator, menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden, Pemrakarsa, dan Menteri.
(5) Dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Pemrakarsa
    memperbanyak Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.


                        Pasal 27

(1) Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, menteri yang ditugasi
    sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf a wajib melaporkan perkembangan dan 
    permasalahan yang dihadapi kepada Presiden untuk memperoleh keputusan dan arahan.
(2) Apabila dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat masalah yang bersifat 
    prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi serta arah Rancangan Undang-Undang, menteri
    yang ditugasi mewakili Presiden wajib terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden disertai dengan
    saran pemecahannya untuk memperoleh keputusan.


                        Pasal 28

Pendapat akhir Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat 
disampaikan oleh Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a setelah 
terlebih dahulu melaporkan kepada Presiden.


                        Pasal 29

Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a segera melaporkan Rancangan
Undang-Undang yang telah mendapat atau tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Presiden.


                        Pasal 30

Dalam hal Rancangan Undang-Undang mendapat persetujuan bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan
rakyat, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak dapat diajukan kembali dalam masa sidang yang sama.


                        BAB IV
               RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG DISUSUN DEWAN 
                       PERWAKILAN RAKYAT

                        Pasal 31

Terhadap Rancangan Undang-Undang yang disusun dan disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden
menugaskan menteri yang tugas pokoknya membidangi Rancangan Undang-Undang tersebut untuk 
mengkoordinasikan pembahasannya dengan Menteri dan menteri/lembaga pemerintah nondepartemen terkait.


                        Pasal 32

(1) Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 menyiapkan pandangan dan pendapat 
    Pemerintah serta menyiapkan saran penyempurnaan yang diperlukan dalam bentuk Daftar 
    Inventarisasi Masalah, dengan berkoordinasi dengan Menteri dan menteri/pimpinan lembaga 
    pemerintah nondepartemen terkait.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 
    Menteri dan menteri yang ditugasi melapor kepada Presiden untuk memperoleh keputusan atau 
    arahan.


                        Pasal 33

Pandangan dan pendapat serta Daftar Inventarisasi Masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 
disampaikan kepada Presiden.


                        Pasal 34

(1) Presiden menunjuk menteri yang mewakili Pemerintah untuk pembahasan di Dewan Perwakilan 
    Rakyat dan menyampaikan penunjukan tersebut kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Dalam penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus juga disampaikan pendapat 
    Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang.
(3) Penunjukan menteri dan penyampaian pendapat Pemerintah kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
    Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam jangka waktu paling
    lama 60 (enam puluh) hari sejak surat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima.


                        Pasal 35

Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 29.


                        BAB V
               PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
                     PENGGANTI UNDANG-UNDANG

                        Pasal 36

Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden memerintahkan penyusunan Peraturan Pemerintah 
Pengganti Undang-Undang.


                        Pasal 37

(1) Presiden menugaskan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 
    kepada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi materi yang akan diatur dalam Peraturan
    Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.
(2) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, menteri sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait.


                        Pasal 38

(1) Setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan oleh Presiden, menteri 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) menyusun Rancangan Undang-Undang mengenai
    penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
(2) Ketentuan mengenai penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    kepada Dewan Perwakilan Rakyat berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan 
    Pasal 26.


                         BAB VI
                 PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH

                        Pasal 39

(1) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk Panitia 
    Antardepartemen.
(2) Tata cara tentang pembentukan Panitia Antardepartemen, penyebarluasan, dan pengharmonisan 
    penyusunan, serta penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis
    mutandis ketentuan dalam Bab II.


                        BAB VII
                  PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN


                        Pasal 40

(1) Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Pemrakarsa dapat membentuk Panitia 
    Antardepartemen.
(2) Tata cara tentang pembentukan Panitia Antardepartemen, pengharmonisan penyusunan, dan 
    penyampaian Rancangan Peraturan Presiden kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan 
    dalam Bab II.


                        BAB VIII
                        PERAN SERTA MASYARAKAT

                        Pasal 41

(1)     Dalam rangka penyiapan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang, masyarakat dapat 
    memberikan masukan kepada Pemrakarsa.
(2) Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan pokok-pokok materi
    yang diusulkan.
(3) Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap dan jelas.


                        BAB IX
                    KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 42

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,
dan Rancangan Peraturan Presiden yang sedang dalam proses penyusunan, dilakukan berdasarkan ketentuan 
dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
Undang tetap dilanjutkan dan disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini.


                        BAB X
                    KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 43

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 45

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
peraturan/0tkbpera/b974006f61bd5a3f95e3e9530a579d14.txt · Last modified: (external edit)