User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:b0f2ad44d26e1a6f244201fe0fd864d1
                          DEPARTEMEN  KEUANGAN  REPUBLIK  INDONESIA
                        DIREKTORAT  JENDERAL  PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   29 September 2000

                       SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                                            NOMOR SE - 26/PJ.53/2000

                        TENTANG

                          PENUNDAAN PEMBAYARAN PPN 
           ATAS JASA PENCARIAN SUMBER DAN PEMBORAN MINYAK BUMI, GAS BUMI DAN PANAS BUMI

                                     DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan penerapan Pasal II huruf a Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak 
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan 
Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 yang mengatur batas akhir fasilitas Penundaan Pembayaran PPN dan 
PPnBM yang telah diberikan sebelum 1 Januari 1995 dan kaitannya dengan Penundaan Pembayaran PPN atas 
Jasa Pencarian Sumber dan Pemboran Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi yang diserahkan kepada 
PERTAMINA, Kontraktor Production Sharing (KPS), Kontraktor Kontrak Operasi Bersama (KOB) dan Pemegang 
Ijin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang belum berproduksi, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai 
berikut :

1.  Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 TAHUN 1989 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    572/KMK.01/1989, kepada Kontraktor Production Sharing (KPS) di bidang minyak bumi dan Kontraktor 
    Kontrak Operasi Bersama (KOB) di bidang panas bumi yang belum menghasilkan produksi, diberikan 
    Penundaan Pembayaran PPN atas perolehan Jasa Pencarian Sumber-sumber dan Jasa Pengeboran 
    Minyak, Gas Bumi dan Panas Bumi.

    Dalam Keputusan Presiden Nomor 49 TAHUN 1991, fasilitas Penundaan Pembayaran PPN diberikan 
    kepada Pertamina, Kontraktor Kontrak Operasi Bersama dan pemegang ijin Pengusahaan Sumber 
    Daya Panas Bumi yang  belum berproduksi atas perolehan jasa dalam eksplorasi dan eksploitasi 
    sumber daya panas bumi.

    Dalam kedua Keputusan Presiden tersebut dinyatakan bahwa Penundaan Pembayaran PPN tersebut 
    diberikan sampai dengan saat mulai berproduksi dan sudah ada penyetoran hasil usaha yang 
    merupakan bagian Pemerintah Indonesia.

    Dalam Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 572/KMK.01/1989 tanggal 25 Mei 1989, 
    dinyatakan atas penyerahan jasa yang Pajak Pertambahan Nilainya ditunda, PERTAMINA menerbitkan
    rekomendasi Penundaan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

    Dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tanggal 13 Juli 1992, 
    dinyatakan untuk mendapatkan Penundaan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha 
    mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak disertai rekomendasi dari Direktur Jenderal 
    Minyak dan Gas Bumi.

2.  Dalam kenyataannya dapat terjadi fasilitas Penundaan Pembayaran PPN tersebut dituangkan dalam 
    Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama antara Pemerintah dengan perusahaan 
    asing yang secara hukum diperlakukan sama dengan Undang-undang (lex specialis).Namun demikian 
    terdapat pula fasilitas Penundaan Pembayaran PPN yang tidak dituangkan dalam Kontrak-kontrak 
    dimaksud.

3.  Dalam rangka penerbitan fasilitas PPN/PPnBM, dalam perubahan Undang-undang PPN pada tahun 1994 
    ditetapkan Pasal II huruf a yang mengatur bahwa Penundaan Pembayaran PPN dan PPnBM yang telah 
    diberikan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 akan berakhir sesuai dengan 
    jangka waktu penundaan yang telah diberikan, paling lambat tanggal 31 Desember 1999.

4.  Sehubungan dengan ketentuan diatas, Direktur Jenderal Pajak dengan Surat Edaran Nomor 
    SE-20/PJ.531/1999 tanggal 1 Desember 1999 menegaskan bahwa bagi KPS/KOB yang telah 
    memperoleh fasilitas Penundaan Pembayaran PPN namun sampai dengan tanggal 31 Desember 1999 
    belum berproduksi, maka penundaan itu secara otomatis berakhir pada tanggal 31 Desember 1999, 
    sehingga PPN yang terutang harus dibayar.

5.  Dalam Pasal 25 Keputusan Presiden Nomor 76 TAHUN 2000 dinyatakan Kontrak Pengusahaan Sumber 
    Daya Panas Bumi dan atau Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang telah 
    ditandatangani sebelum tanggal 31 Mei 2000, tetap berlaku, dan tetap dikenakan peraturan perpajakan 
    berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 TAHUN 1991 sampai Kontrak Kerja Sama yang 
    bersangkutan berakhir, sepanjang tidak ditetapkan lain berdasarkan hasil negoisasi ulang kontrak oleh 
    Tim Restrukturisasi dan Rehabilitasi PT. (PERSERO) Perusahaan Listrik Negara sesuai Keputusan 
    Presiden Nomor 166 Tahun 1999 tentang Tim Restrukturisasi dan rehabilitasi PT. (PERSERO) 
    Perusahaan Listrik Negara.

6.  Memperhatikan ketentuan pada butir 1 sampai dengan 5 tersebut diatas, dipandang perlu 
    menyempurnakan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-20/PJ.531/1999 tanggal 1 
    Desember 1999 sehingga perlakuan fasilitas Penundaan Pembayaran PPN atas penyerahan Jasa 
    Pencarian Sumber dan Pemboran Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi bagi PERTAMINA, KPS, 
    KOB dan Pemegang Ijin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang belum berproduksi diberikan 
    penegasan sebagai berikut :
    a.  Pasal II huruf a Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
        undang Nomor 11 TAHUN 1994 diterapkan terhadap Kontraktor KPS/KOB yang didalam 
        kontraknya tidak diatur penundaan pembayaran PPN.

    b.  Bagi Kontraktor KPS/KOB yang kontraknya mengatur penundaan pembayaran PPN dan 
        ditandatangani sebelum 31 Mei 2000, berlaku Pasal II huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 
        1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang 
        Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 sepanjang 
        telah memenuhi persyaratan dalam ketentuan pemberian fasilitas penundaan pembayaran 
        PPN yang ditunjuk sebagai dasar, antara lain telah memperoleh rekomendasi dari Pertamina 
        sesuai Pasal 5 ayat (2)Keputusan Menteri Keuangan Nomor 572/KMK.01/1989 tanggal 25 Mei 
        1989 dan telah mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak disertai dengan 
        surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diatur dalam 
        Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tanggal 13 Juli 1992.

    c.  Atas SKPKB yang telah diterbitkan oleh KPP Badora yang tidak sesuai dengan ketentuan 
        sebagaimana tersebut pada huruf b dapat diajukan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-
        undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
        sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994.

    d.  Atas SKPKB yang telah diajukan keberatannya oleh Kontraktor KPS/KOB kepada KPP BADORA 
        dan telah diputus ditolak, berdasarkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang 
        Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 dapat diajukan banding kepada Badan Penyelesaian 
        Sengketa Pajak (BPSP).

    e.  Apabila permohonan Banding yang diajukan kepada BPSP tidak dapat diterima karena tidak 
        memenuhi ketentuan formal Pasal 34 Undang-undang Nomor 17 TAHUN 1997 tentang Badan 
        Penyelesaian Sengketa Pajak, maka Wajib Pajak dapat mohon peninjauan kembali atas 
        Keputusan Keberatan dengan tetap memperhatikan ketentuan huruf a dan huruf b. Khusus 
        untuk penyelesaian keberatan/peninjauan kembali atas Surat Ketetapan Pajak yang 
        diterbitkan terhadap KPS/KOB yang sudah terminasi (mengembalikan wilayah kerjanya 
        kepada PERTAMINA), tagihan pajak agar tetap diperhitungkan sampai ada keputusan lebih 
        lanjut.

    f.  SKPKB yang sedang diproses Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali, penagihannya ditunda 
        sampai Keputusan Keberatan/Putusan Banding/Keputusan Peninjauan Kembali diterbitkan.

    g.  Dalam hal permohonan Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali Wajib Pajak diterima 
        sebagian atau ditolak, maka Wajib Pajak harus membayar utang pajaknya selambat-
        lambatnya 2 (dua) minggu setelah Keputusan Keberatan/Putusan Banding/Keputusan 
        Peninjauan Kembali diterbitkan beserta sanksi administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

7.  Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
    Nomor : SE-20/PJ.531/1999 tanggal 1 Desember 1999 sepanjang yang bertentangan dengan Surat 
    Edaran ini dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk mendapat perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/b0f2ad44d26e1a6f244201fe0fd864d1.txt · Last modified: 2023/02/05 19:42 (external edit)