peraturan:0tkbpera:b0a4fed42fc9723fc5ef166da6e25614
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   15 Maret 2006

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 01/PJ.7/2006

                               TENTANG

                     KEBIJAKAN UMUM PEMERIKSAAN PAJAK

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 10/PJ.7/2004 
tanggal 31 Desember 2004 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, dan adanya perubahan pendekatan 
pemeriksaan, perkembangan organisasi Direktorat Jenderal Pajak dan peningkatan hasil guna pemeriksaaan,
maka untuk tertib administrasi dengan ini disampaikan kebijakan umum pemeriksaan pajak sebagai berikut :

I.  Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan 
    1.  Pemeriksaan lengkap (PL)
        a.  PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat 
            Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang
            paling lama menjadi 8 (delapan) bulan;
        b.  PL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan, Penyidikan 
            dan Penagihan Pajak (Direktur P4) harus diselesaiakan dengan memperhatikan 
            jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam instruksi.
    2.  Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
        a.  PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat
            Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang
            paling lama menjadi 2 (dua) bulan;
        b.  PSL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur P4 harus diselesaikan 
            dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam instruksi.
    3.  Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK)
        PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung sejak saat Surat 
        Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama 
        menjadi 6 (enam) minggu.
    4.  Pemeriksaan dengan Korespondensi
        Pemeriksaan dengan Korespondensi harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) 
        minggu, terhitung sejak saat Surat Permintaan Keterangan dalam rangka Pemeriksaan dan 
        Korespondensi dikirimkan kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 6
        (enam) minggu.
    5.  jangka waktu tersebut tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian Tim Pemeriksaan 
        Pajak.
    6.  Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan diajukan oleh :
        a.  Kepala KPP atau Karikpa atau Ketua Kelompok pada Kelompok Fungsional Kanwil DJP
            kepada Kepala Kanwil DJP atasannya;
        b.  Ketua Kelompok pada Kelompok Fungsional KPDJP kepada Direktur P4.
        dengan menggunakan formulir Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian 
        Pemeriksaan seperti pada Lampiran 1 dan disertai Laporan Kemajuan Pemeriksaan.
    7.  Berdasarkan permintaan dari Kepala UP3, Kepala Kanwil DJP atau Direktur P4 dapat 
        memperpanjang jangk waktu penyelesaian Pemeriksaan sepanjang diajukan sebelum jangka 
        waktu penyelesaian pemeriksaan terakhir.
    8.  Khusus untuk pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan Instruksi Direkter P4, Surat 
        Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan diajukan oleh Kepala UP3
        kepada Direktur P4.
    9.  Perpanjangan dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan untuk PL atau 1 (satu) bulan untuk 
        PSL atau 2 (dua) minggu untuk PSK dan Pemeriksaan dengan Korespondensi, kecuali terdapat
        indikasi transper pricing, dengan menggunakan Formulir Surat Persetujuan atau Penolakan 
        Perpanjangan Jangka waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 2.
    10. Apabila terdapat indikasi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang 
        paling lama menjadi 2 (dua) tahun.
    11. Kepala Kanwil DJP harus mengawasi jangka waktu penyelesaian pemeriksaan yang dilakukan 
        UP3 bawahannya melalui Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP) dan 
        melakukan pembinaan kepada Kepala UP3 yang melewati jangka waktu penyelesaian
        pemeriksaan.

    12. Apabila jangka waktu maksimal terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak lanjut 
        pemeriksaan, baik dengan cara membuat laporan pemeriksaan sumir, penerbitan skp sesuai 
        data atau ditingkatkan ke pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi tindak pidana
        di bidang perpajakan, dan terhadap pemeriksa dilakukan pembinaan.

II. Perluasan Pemeriksaan
    1.  Pemeriksaan diperluas dalam hal :
        a.  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tahun-tahun pajak 
            sebelumnya menyatakan rugi tetapi belum dilakukan pemeriksaan;
        b.  sebab-sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur P4.
    2.  Perluasan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf a 
        dilaksanakan setelah Kepala Kanwil DJP memberikan penugasan pemeriksaan rutin dan 
        melakukan otorisasi penerbitan LP2 kepada Kepala UP3 berdasarkan pemberitahuan tentang
        adanya SPT Tahunan PPh rugi tidak lebih bayar.
    3.  Pemberitahuan perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1
        huruf a dilakukan oleh Kepala UP3 yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya
        kepada Kepala Kanwil DJP atasannya dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan 
        Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Rugi seperti pada Lampiran 3.
    4.  Kode pemeriksaan atas perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV
        butir 1 huruf a menggunakan kode pemeriksaan SPT Tahunan PPh rugi tidak lebih bayar.
    5.  Usul perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf b 
        dapat disampaikan kepala UP3 dengan mengikuti prosedur tata cara pemeriksaan khusus.
    6.  Instruksi/ Persetujuan perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV 
        butir 1 huruf b diberikan apabila terdapat data untuk tahun atau tahun-tahun sebelum atau
        sesudah pemeriksaan.

III.    Pemeriksaan Ulang
    1.  Pemeriksaan Ulang dapat dilaksanakan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak 
        dalam hal:
        a.  terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan 
            penambahan pajak terutang atau mengurangi kerugian yang dapat dikompensasikan;
            atau
        b.  Wajib Pajak patut diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
    2.  Pemeriksaan Ulang termasuk dalam jenis pemeriksaan khusus atau pemeriksaan bukti 
        permulaan dan dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lapangan.
    3.  Pemeriksaan Ulang dapat meliputi seluruh jenis pajak, beberapa jenis pajak atau satu jenis 
        pajak walaupun data baru atau data yang belum terungkap atau data lain hanya mencakup
        jenis-jenis pajak tertentu saja.
    4.  Setiap pengajuan usul untuk Melakukan Pemeriksaan Ulang harus disertai dengan alasan yang
        jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukung serta ringkasan hasil pemeriksaan yang telah 
        dilakukan untuk tahun lalu atau masa pajak yang sama, dengan menggunakan formulir seperti 
        pada Lampiran 4 dan Lampiran 4.1
    5.  Berdasarkan usul Kepala KPP atau Karikpa atau usul dari Kepala Kanwil DJP sendiri, Kepala
        Kanwil DJP dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang kepada Direktur P4.
    6.  Usul Pemeriksaan Ulang yang diajukan oleh Kepala Kanwil DJP dapat diteruskan kepada 
        Direktur Jenderal Pajak untuk mendapat persetujuan dengan menggunakan formulir seperti 
        pada Lampiran 5.
    7.  Berdasarkan pertimbangan tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan instruksi 
        untuk melakukan Pemeriksaan Ulang dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 5.
    8.  Dalam hal-hal tertentu, pemberian instruksi melakukan pemeriksaan ulang dapat dilimpahkan 
        wewenangnya kepada Direktur P4 atau Kepala Kantor Wilayah DJP.
    9.  Pemberian Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir (closing conference)
        baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut ditelaah dan disetujui oleh Direktur 
        P4.

IV. Pengalihan/Pembatalan Pemeriksaan
    1.  Pengalihan/pembatalan pemeriksaan dapat dilakukan oleh :
        a.  Direktur P4 untuk pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan persetujuan/instruksi 
            Direktur P4;
        b.  Kepala Kantor Wilayah DJP untuk pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan 
            persetujuan/instruksi Kepala Kantor Wilayah DJP.
    2.  Pengalihan/pembatalan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilakukan 
        melalui SIMPP setelah ada surat pengalihan/pembatalan pemeriksaan dari Direktur P4 atau
        Kepala Kantor Wilayah DJP.
    3.  Pengalihan UP3 hanya dapat dilakukan apabila surat pemberitahuan pemeriksaan pajak belum
        disampaikan kepada Wajib Pajak atau surat panggilan dalam rangka pemeriksaan/surat
        permintaan keterangan belum dikirimkan kepada Wajib Pajak, kecuali apabila pengalihan UP3
        dilakukan karena adanya reorganisasi dalam unit-unit di Direktorat Jenderal Pajak.

V.  Pemeriksaan untuk Wajib Pajak Berjalan
    1.  Pemeriksaan untuk tahun pajak berjalan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji 
        kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun pajak berjalan tanpa perlu 
        dikaitkan dengan pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, dan dapat dilakukan dalam hal :
        a.  Wajib pajak melakukan penggabungan, pemekaran, likuidasi, penutupan usaha, atau
            akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
        b.  Wajib Pajak Menyampaikan SPT Masa PPN menyatakan Lebih Bayar;
        c.  terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud 
            dalam Pasal 25 ayat (6) huruf f Undang-undang PPh;
        d.  terdapat data mikro terkait dengan kewajiban pajak tahun pajak berjalan;
        e.  Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, misalnya keuntungan selisih kurs 
            dari utang atau piutang dalam mata uang asing, keuntungan dari pengalihan harta 
            sepanjang bukan merupakan penghasilan dari usaha pokok;
        f.  terjadi peningkatan pembayaran pajak yang kurang dibayar menurut SPT Tahunan 
            Pasal 21 tahun pajak sebelumnya yang cukup signifikan;
        g.  terdapat potensi PPh dan PPN/PPnBM pada sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh
            Kepala Kantor Wilayah DJP;
        h.  terdapat data yang berasal dari pengaduan masyarakat sehubungan dengan 
            kewajiban perpajakan untuk tahun pajak berjalan;
        i.  Wajib Pajak diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
        j.  dilakukan tindakan penagihan melalui deliquency audit;
        k.  berdasarkan hal-hal lain sesuai instruksi Direktur P4.
    2.  Pemeriksaan untuk tahun pajak berjalan dilakukan melalui Pemeriksaan lapangan.
    3.  Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) diterbitkan setelah Lembar Penugasan Pemeriksaan
        (LP2) diotorisasi melalui SIMPP.
    4.  Apabila dikaitkan dengan pemeriksaan tahun sebelumnya maka prosedur pemeriksaan untuk
        tahun pajak berjalan mengacu pada jenis pemeriksaan tahun sebelumnya, kecuali apabila 
        pemeriksaaan tahun sebelumnya adalah pemeriksaan kriteria seleksi maka prosedur 
        pemeriksaan tahun berjalan mengacu pada prosedur pemeriksaan rutin.
    5.  Khusus untuk jenis pajak PPh Pasal 25 dan atau PPh Pasal 21, masa pajak yang diperiksa 
        maksimal hanya sampai 2 (dua) bulan sebelum tahun buku berakhir dan harus diselesaikan 
        paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun buku berakhir.
    6.  Laporan Pemeriksaan Pajak Tahun Pajak berjalan harus mencakup semua data perpajakan 
        yang diperoleh sampai dengan masa pajak terakhir yang diperiksa sesuai yang tercantum 
        dalam SP3, termasuk daftar harta/kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

VI. Pemeriksaan Lokasi
    1.  Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi (WP lokasi) dilakukan apabila pabrik atau kegiatan 
        usaha dominan Wajib Pajak terdapat atau dilakukan di lokasi, dan apabila terdapat data atau 
        informasi perpajaka saat pemeriksaan Wajib Pajak Domisili (WP Domisili) untuk 
        dikonfirmasikan ke WP lokasi.
    2.  Permintaan pemeriksaan WP Lokasi oleh Kepala UP3 Domisili kepada Kepala UP3 Lokasi hanya
        dapat dilakukan apabila pemeriksaan WP Domisili dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan.
    3.  Pemeriksa pada Direktorat P4, pemeriksa pada UP3 di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak 
        Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dapat melakukan pemeriksaan lokasi sendiri atau
        meminta UP3 Lokasi melakukan pemeriksaan WP Lokasi. Dalam hal pemeriksaan dilakukan 
        sendiri, maka pemberitahuan melakukan pemeriksaan lokasi harus dikirimkan ke KPP Lokasi 
        agar terhadap Wajib Pajak dimaksud tidak dilakukan pemeriksaan.
    4.  Penerbitan SP3 atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan berdasarkan Surat Permintaan 
        Pemeriksaan dari Kepala UP3 Wajib Pajak Domisili dengan menggunakan Surat Permintaan 
        Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan formulir pada Lampiran 6.
    5.  Dalam hal WP Lokasi telah selesai diperiksa, maka Kepala UP3 Lokasi harus mengirimkan 
        fotokopi LPP sebagai tindak lanjut permintaan pemeriksaan WP Lokasi dari Kepala UP3 
        Domisili.
    6.  Dalam hal WP Lokasi sedang dilakukan pemeriksaan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau 
        SPT Masa PPN Wajib Pajak Lokasi menyatakan Lebih bayar, maka pemeriksaan diselesaikan 
        oleh Kepala UP3 Lokasi dan fotokopi LPP harus dikirimkan kepada Kepala UP3 Domisili untuk 
        ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
    7.  Dalam hal terdapat permintaan pemeriksaan terhadap WP Lokasi maka LPP WP Domisili harus
        mencakup hasil pemeriksaan WP Lokasi, kecuali apabila;
        a.  SPT Tahunan WP Domisili menunjukan Lebih Bayar dan akan segera jatuh tempo;
        b.  WP Lokasi dalam kondisi force majeur, misalnya kebakaran atau kebanjiran.
    8.  Apabila UP3 Domisili menerima LPP WP Lokasi yang datanya belum diperhitungkan dalam LPP 
        WP Domisili namun pemeriksaan WP Domisili telah selesai maka data yang belum 
        diperhitungkan dalam LPP WP Domisili namun pemeriksaan WP Domisili telah selesai maka
        data yang belum diperhitungkan tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang
        berlaku.

VII.    Ketentuan Lain-lain
    1.  Kepala Kantor Wilayah DJP harus mengawasi pelaksanaan pemeriksaan baik secara 
        administratif maupun prosedural termasuk memastikan hasil pemeriksaan telah direkam dalam
        SIMPP.
    2.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KP4 sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur 
        Jenderal Pajak nomor SE-06/PJ.7/2002 tanggal 15 Juli 2002 maka penerbitan SP3, 
        administrasi dan pengawasan pemeriksaan dilakukan oleh Kepala KPP atasannya.
    3.  Dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, pemeriksaan oleh KPP yang belum menerapkan 
        sistem administrasi perpajakan modern agar dilakukan secara terkoordinasi antar seksi untuk 
        semua jenis pajak.
    4.  Terhadap Wajib Pajak yang SPT Tahunan PPhnya selama 3 (tiga) tahun atau lebih telah 
        diperiksa secara terus menerus, tidak dapat dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 
        berikutnya kecuali memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur 
        Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ.7/2004 tanggal 31 Mei 2004.
    5.  Berkas Wajib Pajak dan Berkas Data yang dipinjam oleh UP3 dari KPP meliputi masa 3 (tiga)
        tahun terakhir (termasuk tahun pajak yang diperiksa) dan jangka waktu pengiriman berkas 
        paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Peminjaman Berkas Wajib Pajak 
        dan Surat Peminjaman Berkas Data.
    6.  Pemeriksaan Pajak harus melakukan penelitian atas Kebenaran KLU yang tercantum pada SPT
        Tahunan PPh, dan hasil penelitian tersebut harus dilampirkan pada LPP. Apabila ditemukan 
        ketidaksesuaian KLU maka selain melampirkan dalam LPP, Pemeriksaan Pajak juga harus 
        mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan u.p. Kepala Seksi 
        TUP/ Pelayanan sebelum KPP dibuat, dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU
        seperti contoh pada Lampiran 7 dan Lampiran 7.1.
    7.  Semua hasil pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban 
        perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak secara tertulis.
    8.  Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Daftar Temuan Pemeriksaan harus 
        ditandatangani Kepala UP3 dan hanya disampaikan/dikirimkan satu kali melalui kurir atau 
        Pemeriksa Pajak, untuk daerah-daerah tertentu yang penyampaian dengan kurir atau 
        Pemeriksa Pajak dianggap tidak efisien maka dikirimkan faksimili atau pos tercatat.
    9.  Perubahan koreksi hasil pemeriksaan yang tercantum pada SPHP hanya dapat dilakukan 
        apabila Wajib Pajak memberikan tanggapan secara tertulis yang didukung bukti-bukti yang 
        akurat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
    10. Apabila masih terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan dengan tanggapan
        Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar perbedaan tersebut dibahas
        oleh Tim Pembahas dan hasilnya digunakan sebagai bahan pembahasan akhir antara tim 
        pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
    11. Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, pengiriman LPP dan Nota Penghitungan 
        Pajak (NPP) bersama-sama dengan berkas Wajib Pajak dan berkas data kepada Kepala KPP/
        Kepala Seksi TUP/Pelayanan paling lama 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir atau 
        diterimanya Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan.
    12. Setiap pemeriksa berkewajiban mengupayakan secara sungguh-sungguh dan maksimal agar 
        surat ketetapan pajak (skp) yang terbit berdasarkan hasil pemeriksaan dibayar oleh wajib 
        pajak selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak skp terbit dan 
        apabila dimungkinkan, wajib pajak dihimbau agar melakukan pembayaran sebelum skp terbit
        dengan mekanisme Sesuai Pembahasan Akhir (SPA).
    13. Untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, pemeriksaan pajak harus membuat Daftar 
        Harta Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak terutama yang berupa monetary assets 
        sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-02/PJ.75/2002 
        tanggal 22 April 2002. Daftar harta tersebut selain dilampirkan dalam LPP juga harus 
        dikirimkan kepada Kepala KPP yang bersangkutan u.p. Kepala Seksi Penagihan sebelum LPP
        dibuat.
    14. Untuk membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksaan Pajak menghimbau Wajib 
        Pajak untuk melunasi tunggakan PBB dan mengirimkan data berupa fotokopi ikhtisar hasil
        pemeriksaan kepada KPP PBB terkait.
    15. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan/banding atas surat ketetapan pajak yang 
        timbul akibat pemeriksaan, Kepala KPP terkait harus mengirimkan fotokopi uraian keputusan
        keberatan/putusan banding kepada Kepala UP3 yang melakukan pemeriksaan, sebagai bahan
        analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan yang telah dilakukan serta peningkatan kualitas 
        pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Analisis dan evaluasi tersebut harus dilaporkan secara 
        triwulanan kepada Kepala Kanwil DJP sebagai bahan pembinaan.
    16. Kantor Pusat dan Kantor Wilayah DJP dapat melakukan peer review secara uji petik terhadap 
        semua LPP yang telah diselesaikan. Pedoman peer review merujuk pada Lampiran II Surat
        Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-06/PJ.7/1999 tanggal 11 Agustus 1999 dan Surat 
        Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ.7/2004 tanggal 31 Mei 2004.

X.  Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor 
    SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, SE-03/PJ.7/2003 tanggal 
    14 Agustus 2003 tentang Sistem Pengawasan Administrasi Pemeriksaan Pajak (SAAP), dan 
    SE-05/PJ.7/2003 tanggal 26 September 2003 tentang Beberapa Penegasan Kebijakan Pemeriksaan 
    Pajak, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





Ditetapkan di Jakarta 
Pada tanggal 15 Maret 2006
Direktur Jenderal

ttd.

Hadi Poernomo
NIP 060027375



Tembusan :
1.  Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2.  Para Direktur di lingkungan Direktorat jenderal Pajak
3.  Para Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
peraturan/0tkbpera/b0a4fed42fc9723fc5ef166da6e25614.txt · Last modified: (external edit)