peraturan:0tkbpera:ae0e08163d22befd4635f47bef1b6e3f
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     15 Juli 1996       

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 113/PJ.311/1996

                            TENTANG

                     PERHITUNGAN PAJAK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 27 Mei 1996 perihal Perhitungan pajak, dengan ini diberikan 
penjelasan sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara, Saudara mengemukakan bahwa PT XYZ melakukan pekerjaan sebagai 
    kontraktor Proyek Pemerintah yang dananya berasal dari Bantuan Presiden. Dan pembangunan 
    proyek pemerintah ini tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 22, berbeda dengan proyek yang 
    pembiayaannya berasal dari APBN dan pembayarannya melalui Kas Negara. Disamping itu, PT XYZ 
    juga melakukan pembangunan kebun untuk dan di atas tanah milik PT A (swasta).

    Atas kegiatan-kegiatan usaha tersebut, Saudara menanyakan pajak apa saja yang harus dipungut 
    atas pekerjaan kontraktor tersebut, dan bagaimana pemungutan PPNnya, serta apakah PT A wajib 
    memungut PPh Pasal 23 sebesar 1,5% atas kegiatan Kontrak dengan pihak swasta.

2.  PAJAK PENGHASILAN (PPh)

    a.  Sesuai Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
        terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 yang menyebutkan, bahwa Menteri 
        Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan 
        dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut 
        pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha 
        dibidang lain.

    b.  Sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK.04/1994 tentang 
        Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, sifat dan besarnya Pungutan serta tata 
        cara penyetoran dan pelaporannya, menyebutkan bahwa Pemungut Pajak sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, yang 
        selanjutnya disebut PPh Pasal 22 adalah :

        a)  Bank Devisa dan Ditjen Bea dan Cukai, atas impor barang;

        b)  Ditjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun 
            ditingkat Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik 
            daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara 
            dan/atau belanja daerah;

        c)  Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, 
            industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, 
            atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

        d)  Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar 
            minyak jenis premix dan gas, atas penyerahan hasil produksinya kepada para 
            penyalur dan/atau agennya;

        e)  Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada 
            para penyalur dan/atau agennya;

    c.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pekerjaan Pembangunan Jaringan 
        Pengairan Primer yang dilaksanakan PT XYZ, yang dibiayai oleh Bantuan Presiden tidak 
        dikenakan pemotongan PPh Pasal 22.

    d.  Selanjutnya, disamping menyampaikan SPT Tahunan PPh, kewajiban di bidang PPh bagi 
        perusahaan Saudara sehubungan dengan kontrak tersebut adalah :
        -   melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21;
        -   melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23/Pasal 26.

    e.  Berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 dan 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-76/PJ./1995 tanggal 2 Oktober 1995, atas 
        pekerjaan pembangunan kebun yang dilakukan oleh PT XYZ dengan Badan swasta, sepanjang 
        pembangunan tersebut dilakukan secara integrated, yaitu dimulai dengan penyiapan tanah, 
        penanaman dan pemeliharaan sampai dengan penyerahannya, tidak dikenakan pemotongan 
        PPh Pasal 23. 

3.  PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

    3.1.    Sesuai dengan ketentuan Pasal 4A Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 jo Pasal 9 Peraturan 
        Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, jasa pemborongan bangunan atau barang tidak bergerak 
        termasuk jenis jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    3.2.    Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, terutangnya pajak 
        terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak 
        atau pada saat impor Barang Kena Pajak atau pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri 
        Keuangan. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau 
        Jasa Kena Pajak, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

    3.3.    Sesuai dengan penjelasan Pasal 33 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, 
        saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas jasa pemborong bangunan atau barang tidak 
        bergerak, umumnya terjadi pada saat pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang 
        tidak bergerak lainnya diselesaikan.

        Apabila sebelum jasa pemborongan itu selesai dan siap untuk diserahkan telah diterima 
        pembayaran dimuka atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa 
        pemborongan, maka Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat pembayaran tersebut 
        diterima oleh pemborong.

    3.4.    Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut :

        a.  Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, jasa 
            pemborong bangunan atau barang tidak bergerak termasuk golongan jenis jasa yang 
            dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, penyerahan jasa pemborong 
            yang dilakukan oleh PT XYZ atas proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana 
            Bantuan Presiden terutang Pajak Pertambahan Nilai.

        b.  Sehubungan dengan pelaksanaan proyek pembangunan perkebunan yang dilakukan 
            oleh PT. XYZ, maka saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas jasa 
            pemborongan tersebut adalah pada saat :
            -   diterima pembayaran dimuka;
            -   diterima pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan pemborongan 
                sesuai dengan tahap kemajuan;
            -   penyerahan seluruh jasa pemborongan kepada penerima jasa setelah jasa 
                pemborongan tersebut selesai dikerjakan, meskipun pembayaran lunas jasa 
                pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong atau kontraktor.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/ae0e08163d22befd4635f47bef1b6e3f.txt · Last modified: (external edit)