peraturan:0tkbpera:ae0909a324fb2530e205e52d40266418
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              5 Desember 1992

                            SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 2198/PJ.55/1992

                        TENTANG

                       PENAGIHAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara No. XXX tanggal 20 Nopember 1992 perihal penagihan dalam rangka
impor, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut 
1.  Sesuai dengan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1147/KMK.01/1992 apabila Wajib Bayar/ 
    Importir pada waktu impor belum atau tidak membayar PPN dan atau PPn BM, setelah diterbitkan 
    surat Pemberitahuan Kekurangan (SPKP) dan Surat Tegoran masih juga belum melakukan 
    pembayaran, maka Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan mengirimkan 
    Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam rangka impor kepada KPP untuk selanjutnya diproses 
    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

    Selanjutnya dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa apabila dari hasil pemeriksaan kemudian (post audit) 
    ditemukan jumlah PPN/PPn BM yang tidak atau kurang dibayar, maka Wajib Bayar/Importir akan 
    dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.  Dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 6 TAHUN 1983 dinyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak (STP). Surat 
    Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT) merupakan dasar penagihan. 
    Dengan demikian apabila belum diterbitkan SPT, SKP, atau SKPT, Direktorat Jenderal Pajak belum 
    dapat melakukan penagihan karena surat-surat ini merupakan dasar bagi Direktorat Jenderal Pajak 
    untuk melakukan penagihan.

3.  Selanjutnya dalam Pasal 13 UU No. 6 TAHUN 1983 ditentukan bahwa yang berwenang menerbitkan 
    surat ketetapan pajak beserta sanksi administrasinya adalah Direktur Jenderal Pajak. Oleh Karena itu 
    apabila ada PPN dan atau PPn BM yang kurang atau belum dibayar pada waktu impor, maka yang 
    berwenang menagih baik pokok pajak maupun sanksi administrasinya adalah Direktur Jenderal Pajak, 
    dengan terlebih dahulu menerbitkan surat ketetapan pajak.

4.  Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kami berpendapat sebagai berikut :
    a.  Penagihan PPN dan atau PPn BM sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
        1147/KMK.01/1992 dengan menggunakan SPKP adalah bukan merupakan penagihan 
        sebagaimana dimaksud dalam UU No. 6 TAHUN 1983.
    b.  Apabila Wajib bayar/Importir tetap tidak memenuhi kewajibannya walaupun batas waktu yang 
        ditetapkan  dalam Surat Tegoran telah dilewati, hendaknya Kepala Kantor Inspeksi Direktorat 
        Jenderal Bea dan Cukai segera menyampaikan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam 
        rangka impor kepada Kantor Pelayanan Pajak sehingga Surat Ketetapan Pajak dapat segera 
        diterbitkan.
    c.  Dalam rangka pengenaan sanksi administrasi, maka kami harapkan agar atas Wajib Bayar/
        Importir yang telah membayar PPN dan atau PPn BM yang kurang atau tidak bayar pada 
        waktu impor, Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tetap mengirimkan 
        data tersebut kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan disertai penjelasan kapan impor 
        lakukan, berapa jumlah pembayaran PPN dan atau PPn BM serta kapan pelunasannya.

Demikian untuk dimaklumi dan atas kerja sama yang baik kami ucapkan terima kasih.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/ae0909a324fb2530e205e52d40266418.txt · Last modified: (external edit)