peraturan:0tkbpera:ab41f0c4ba80d7c019b0cd88058283c6
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
5 Mei 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 288/PJ.53/2004
TENTANG
IDENTIFIKASI OBYEK PPN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor 061/FCG/II/2004 tanggal 26 Februari 2004 hal Konsultasi Pajak
PPN, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
a. PT ABC, NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX dan telah dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 30
Juli 2002, adalah perusahaan yang bergerak dalam jasa pelatihan dan konsultasi manajemen
industri yang baru berjalan satu tahun.
b. Pendapatan PT ABC berasal dari :
1) Fee manajemen;
2) Fee pinjam bendera perusahaan;
3) Fee marketing;
4) Fee digunakannya tenaga kerja kami oleh pihak lain; atau
5) Fee dari karReplacement Stringan yang diberi ijin untuk cuti karena kepentingan
pribadi dan perusahaan menetapkan denda untuk itu (sanksi denda bagi
karReplacement Stringan yang tidak masuk kerja).
c. PT ABC tidak mengeluarkan Faktur Pajak, sementara pendapatan yang diperoleh tidak
berdasarkan kontrak kerja tertentu namun atas dasar kesepakatan lisan.
d. Atas informasi tambahan yang diterima dari PT ABC pada tanggal 12 Maret 1004 diketahui
bahwa saat ini KPP Cibinong sedang melakukan pemeriksaan pajak atas PT ABC.
e. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, PT ABC mengajukan pertanyaan :
1) Apakah dari nilai pendapatan yang kami terima harus disisihkan PPN sementara kami
tidak mengeluarkan Faktur Pajak.
2) Apakah akibat kesalahan kami mengidentifikasikan jasa yang menjadi objek pajak
ataupun kesalahan penghitungan PPN yang harus dibayarkan dan dilaporkan setelah
pemberian laporan SPT tahunan akan dikenakan denda karena dianggap tidak
membayar PPN, dan bagaimana perhitungan dendanya.
2. Pasal 14 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000,
antara lain mengatur :
a. Ayat (1), bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
1) Huruf d, pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2) Huruf f, pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak
membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi
selengkapnya Faktur Pajak.
b. Ayat (4) bahwa, terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf d dan huruf f, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2%
dari Dasar Pengenaan Pajak.
3. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.
b. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
c. Pasal 1 angka 15 menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana
dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
d. Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
e. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
f. Pasal 1 angka 23 menyatakan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
g. Pasal 3A ayat (1) menyatakan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
h. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
i. Pasal 4A ayat (3) menetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Namun jasa yang dilakukan PT ABC tidak termasuk ke dalam jenis jasa yang tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
j. Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak
untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun
2003 mengatur jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun jasa manajemen,
jasa pinjam bendera perusahan, jasa marketing dan jasa penggunaan tenaga kerja oleh pihak lain
tidak termasuk ke dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat Saudara
pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Pendapatan yang diterima PT ABC berupa fee atas manajemen, fee atas pinjam bendera
perusahaan, fee atas marketing dan fee atas penggunaan tenaga kerja terutang PPN karena
merupakan imbalan atas penyerahan Jasa Kena Pajak.
b. Pendapatan berupa fee dari karReplacement Stringan yang diberi ijin untuk cuti karena
kepentingan pribadi yang merupakan sanksi/denda bagi karReplacement Stringan yang
bersangkutan tidak terutang PPN, karena pendapatan tersebut tidak berasal dari penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dilakukan PT ABC melainkan dari karReplacement Stringan yang
bersangkutan.
c. Penggunaan tenaga kerja PT ABC oleh pihak lain merupakan bentuk outsourcing. Dimana
outsourcing merupakan kegiatan memberikan jasa dalam suatu bidang usaha, kegiatan atau
pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pemberi jasa dengan disertai keterlibatan
langsung tenaga kerja tersebut dalam pelaksanaannya. Sehingga outsourcing merupakan
penyerahan Jasa Kena Pajak yang tidak termasuk penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja
yang tidak dikenakan PPN. Dan atas penyerahan jasa outsourcing oleh PT ABC terutang
PPN.
d. PT ABC wajib mengeluarkan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan. Dalam hal PT ABC sebagai PKP tidak mengeluarkan
Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukannya, maka Direktur Jenderal Pajak berhak menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Dan
oleh karena itu PT ABC selain harus menyetor pajak terutang juga dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
Demikian untuk dimaklumi.
a.n. Direktur Jenderal,
Direktur PPN dan PTLL,
ttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP. 060044664
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Peraturan Perpajakan;
3. Kepala KPP Cibinong.
peraturan/0tkbpera/ab41f0c4ba80d7c019b0cd88058283c6.txt · Last modified: by 127.0.0.1