peraturan:0tkbpera:a63105ddeebde57807d9c794ca3b39d6
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR KEP - 40/BC/1997
TENTANG
TATA CARA PENYEGELAN
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka upaya pengamanan hak-hak negara dan agar dipatuhinya peraturan perundang-
undangan yang berlaku diperlukan cara penindakan dengan penyegelan.
b. bahwa tata cara penyegelan dimaksud, dipandang perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); dan semua peraturan pelaksanaannya;
2. Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613); dan
semua peraturan pelaksanaannya;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 TAHUN 1996 Tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 36 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3626); dan semua
peraturan pelaksanaannya;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 TAHUN 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang
Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 3627); dan semua peraturan pelaksanaannya;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 TAHUN 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai (Lembaran Negara
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 3628) dan semua
peraturan pelaksanaannya;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara
Tahun 1996 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3638);
dan semua peraturan pelaksanaannya;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 TAHUN 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan
dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor
3651); dan semua peraturan pelaksanaannya;
8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 323/KMK.05/1996 tentang Pelaksanaan
Penindakan di Bidang Cukai;
9. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 30/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana
Penindakan di Bidang Kepabeanan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENYEGELAN.
Pasal 1
(1) Yang dimaksud dengan penyegelan adalah mengunci, menyegel, dan atau meletakkan tanda
pengaman untuk menjamin pengawasan dalam rangka pengamanan keuangan negara.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan terhadap:
a. barang impor yang belum dipenuhi atau diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang kena
cukai;
b. barang ekspor dan barang kena cukai yang harus diawasi yang berada di sarana pengangkut
atau di tempat penimbunan atau tempat lain;
c. saranan pengangkut dan/atau barang di atasnya yang ditegah;
d. bangunan atau tempat lain yang didalamnya ditimbun barang impor dan/atau ekspor yang
ditegah;
e. bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, atau tempat-
tempat lain yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai; dan
f. bukti-bukti pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang.
(3). Penyegelan terhadap barang, sarana pengangkut atau bangunan/tempat lain yang di dalamnya
ditimbun barang impor, ekspor dan/atau barang kena cukai berdasarkan petunjuk yang cukup belum
diselesaikan kewajiban pabeannya/cukainya atau tersangkut pelanggaran ketentuan kepabeananan
dan/atau peraturan larangan dan pembatasan impor atau ekspor atau cukai dilakukan berdasarkan
Surat Perintah yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang.
Pasal 2
(1). Untuk melakukan penyegelan Pejabat Bea dan Cukai mempergunakan kunci, segel, dan/atau tanda
pengaman lainnya sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor:
Kep-39/BC/1997 tanggal 08 April 1997 tentang Segel Bea dan Cukai.
(2). Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain
dapat diterima sebagai pengganti segel.
Pasal 3
(1). Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) diterbitkan berdasarkan petunjuk yang
cukup.
(2) Petunjuk yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bukti permulaan ditambah dengan
keterangan dan data yang diperoleh antara lain:
a. laporan pegawai;
b. laporan hasil pemeriksaan biasa;
c. keterangan saksi dan/atau informan;
d. hasil intelijen; atau
e. hasil pengembangan penyelidikan dan penyidikan.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang menerbitkan Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (3) ialah:
a. Direktur Jenderal;
b. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani
Pencegahan dan Investigasi atau Pejabat yang ditunjuk;
c. Kepala Kantor Wilayah;
d. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan dan Investigasi atau
Pejabat yang ditunjuk; atau
e. Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk.
(4) Ketentuan mengenai isi, bentuk, dan penatausahaan Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (3) seperti yang diatur dalam Pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Nomor:
KEP- 08/BC/1997 tanggal 30 Januari 1997 tentang Penghentian, Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana
Pengangkut dan Barang di atasnya serta Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang.
Pasal 4
(1). Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan
Cukai tanpa Surat Perintah dalam hal:
a. sebagai tindak lanjut atas penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut;
b. penangguhan pengeluaran barang hasil pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual;
c. pengeluaran barang dari suatu Tempat Penimbunan Sementara/Berikat ke:
1. Tempat Penimbunan Berikat;
2. Tempat Penimbuanan Sementara; atau
3. Tempat Penimbunan lain yang diizinkan oleh Kepala Kantor Pabean;
d. pengeluaran barang untuk dikirim dari suatu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean
melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean;
e. barang ekspor yang menyinggahi (transit) suatu tempat di dalam atau di luar Daerah Pabean;
f. penjagaan, pengawasan atau pengawalan terhadap barang atau sarana pengangkut yang
harus dilakukan secara terus menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai tidak dimungkinkan; atau
g. dalam keadaan mendesak dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa barang dan sarana
pengangkut belum dipenuhi/diselesaikan kewajiban pabeannya/cukainya, tersangkut
pelanggaran kepabeanan atau peraturan larangan/pembatasan impor atau ekspor atau cukai.
(2). Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g adalah suatu keadaan dimana
penyegelan harus seketika iti dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus menunggu Surat
Perintah terlebih dahulu, barang dan sarana pengangkut tidak dapat lagi disegel sehingga penegakkan
hukum tidak dapat lagi dilakukan.
(3). Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
segera melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam
waktu 1 x 24 jam terhitung sejak penegahan dilakukan.
(4). Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1 x 24 jam sejak menerima laporan, Pejabat Bea dan Cukai
yang melakukan penyegelan segera menghentikan penyegelan/membuka segel Bea dan Cukai.
Pasal 5
(1). Penyegelan barang dan sarana pengangkut yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dilakukan oleh Satuan Tugas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2
(dua) Pejabat Bea dan Cukai.
(2). Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Satuan Tugas/
Komandan Patroli Bea dan Cukai.
(3). Dalam melakukan penyegelan, Satuan Tugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat menggunakan:
a. kapal patroli; atau
b. sarana pengangkut lainnya; dan
c. senjata api dalam hal diperlukan.
Pasal 6
(1) Penempatan/pelekatan segel Bea dan Cukai harus dilakukan sedemikian rupa sehingga:
a. sarana pengangkut yang disegel tidak dapat dipindahkan/digerakkan;
b. peti kemas/kemasan barang tidak dapat dibuka;
c. barang curah tidak dapat dimuat atau dibongkar; atau
d. tempat/ruang yang disegel tidak dapat dibuka.
(2) Pemindahan sarana pengangkut, peti kemas barang, dan barang curah yang disegel hanya dapat
dilakukan atas persetujuan Kepala Kantor Pabean.
Pasal 7
(1). Segel Bea dan Cukai yang dipasang/dilekatkan pada sarana pengangkut, barang atau bangunan/
tempat lain tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai.
(2). Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut, barang atau bangunan/tempat lain yang
disegel oleh Pejabat/Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib menjaga agar semua segel Bea dan Cukai
tidak rusak atau hilang.
(3). Pejabat Bea dan Cukai yang menemukan segel Bea dan Cukai yang dibuka, dilepas, atau dirusak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membuat Laporan Kejadian untuk penyelidikan/penyidikan
lebih lanjut.
Pasal 8
(1) Dalam keadaan membahayakan sehingga dapat menimbulkan resiko rusaknya sarana pengangkut
atau barang yang disegel dan/atau hilangnya hak-hak negara, pemilik dan/atau yang menguasai
barang, sarana pengangkut atau bangunan/tempat lain wajib segera memberitahukan kepada Pejabat
/Satuan Tugas Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan.
(2) Apabila yang bersangkutan tidak melakukan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap
merusak atau menghilangkan segel Bea dan Cukai.
Pasal 9
Terhadap seseorang yang merusak atau menghilangkan segel Bea dan Cukai dikenakan sanksi pidana sesuai
Pasal 105 Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 57 Undang-undang Nomor 11
tahun 1995 tentang Cukai.
Pasal 10
(1). Setiap penyegelan, Pejabat/Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Penyegelan
seperti pada lampiran 12 Keputusan Direktur Jenderal Nomor: Kep-08/BC/1997 tanggal 30 Januari
1997 tentang Penghentian, Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang di atasnya
serta Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang.
(2). Berita Acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pejabat Bea dan
Cukai dan yang bersangkutan serta diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan seperti pada
lampiran 13 Keputusan Direktur Jenderal Nomor: KEP-08/BC/1997 tanggal 30 Januari 1997 tentang
Penghentian, Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang di atasnya serta
Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang.
(3). Berita Acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu ditandatangani oleh yang
bersangkutan dalam hal penyegelan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf c sampai dengan huruf g.
Pasal 11
(1). Penyegelan dihentikan dan segel dapat dibuka dalam hal:
a. Barang dan/atau sarana pengangkut telah diselesaikan kewajiban pabeannya;
b. Penyegelan sebagai tindak lanjut dari penegahan yang dilakukan tanpa Surat Perintah tidak
mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal; atau
c. Barang dan/atau sarana pengangkut diserahkan kepada penyidik sebagai barang bukti.
(2). Penghentian penyegelan dan pembukaan segel dituangkan dalam Berita Acara Pembukaan Segel
seperti pada lampiran 1 Keputusan ini.
(3). Berita Acara Pembukaan Segel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Pejabat Bea
dan Cukai dan yang berkepentingan serta diberi nomor urut sesuai dengan nomor urut Berita Acara
Penyegelan yang bersangkutan.
(4). Atas pembukaan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Buku Berita Acara
Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
Pasal 12
Terhadap penyegelan barang, sarana pengangkut atau bangunan/tempat lain dan pembukaan segel Bea dan
Cukai, Kepala Kantor Pabean wajib menyampaikan laporan kepada:
1. Direktur Jenderal;
2. Kepala Kantor Wilayah; dan
3. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani Pencegahan
dan Investigasi.
Pasal 13
Ketentuan mengenai beban dan tanggung jawab akibat penyegelan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 34
Keputusan Direktur Jenderal Nomor: KEP- 08/BC/1997 tanggal 30 Januari 1997 tentang Penghentian,
Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang di atasnya serta Penghentian Pembongkaran
dan Penegahan Barang, Pasal 29 Keputusan Direktur Jenderal Nomor: KEP- 37/BC/1997 tanggal 08 April 1997
tentang Pemeriksaan Barang, Bangunan atau Tempat Lain, dan Surat atau Dokumen yang Berkaitan dengan
Barang, dan Pasal 18 Keputusan Direktur Jenderal Nomor: KEP- 38/BC/1997 tanggal 08 April 1997 tentang
Pemeriksaan Badan.
Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 08 April 1997
Direktur Jenderal
ttd.
Soehardjo
NIP. 060013988
peraturan/0tkbpera/a63105ddeebde57807d9c794ca3b39d6.txt · Last modified: by 127.0.0.1