User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:a59afb1b7d82ec353921a55c579ee26d
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     9 September 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 830/PJ.53/2005

                             TENTANG

       PERLAKUAN PPN ATAS PENGGANTIAN BIAYA PENGELOLAAN ASET YANG MENJADI BEBAN 
               MENTERI KEUANGAN RI NAMUN DIBAYARKAN TERLEBIH DAHULU OLEH PT ABC

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 7 Maret 2005 hal sebagaimana tersebut diatas, dengan 
ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
    a.  Dalam rangka pengelolaan aset-aset negara oleh PT ABC berdasarkan Perjanjian Pengelolaan 
        Aset antara Menteri Keuangan RI (Menkeu) dengan PT ABC tanggal 24 Maret 2004, telah 
        ditetapkan pada Pasal 5.3 Perjanjian tersebut bahwa seluruh realisasi biaya operasional dan 
        non operasional merupakan beban Menkeu yang pembayarannya dapat langsung dilakukan 
        dengan mengurangi hasil pengelolaan aset.
    b.  PT ABC telah melakukan mekanisme pencatatan sebagai berikut:
        1)  Biaya pengelolaan dicatat sebagai beban PT ABC sebesar nilai pengeluaran yang telah 
            dilakukan (termasuk PPN Masukan, jika ada).
        2)  Biaya pengelolaan yang dimintakan pengembaliannya (reimbursable cost) kepada 
            Menkeu adalah sebesar biaya yang telah dikeluarkan PT ABC. Atas penggantian biaya 
            tersebut, PT ABC mencatat sebagai pendapatan penggantian biaya dan tidak 
            dikenakan PPN Keluaran.
        3)  PPN Keluaran hanya dipungut atas imbalan jasa pengelolaan (insentif kinerja 
            perusahaan).
    c.  Perlu diinformasikan juga bahwa:
        1)  Pasal 2.1 Perjanjian Pengelolaan Aset, bahwa dalam melaksanakan pengelolaan aset-
            aset negara, termasuk melakukan pengeluaran untuk biaya-biaya pengelolaan aset, 
            PT ABC bertindak untuk dan atas nama Menkeu.
        2)  Biaya-biaya pengelolaan aset dibayarkan berdasarkan dokumen pengeluaran atas 
            nama PT ABC, seperti invoice dan Faktur Pajak.
        3)  Dalam biaya pengelolaan aset terdapat pengeluaran yang bukan DPP PPN, seperti 
            biaya gaji, honorarium dan sebagainya.
        4)  Telah disepakati antara PT ABC dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak bahwa atas 
            pendapatan jasa pengelolaan berupa insentif kinerja PT ABC yang diperoleh dari 
            Menkeu (apabila ada), menjadi objek PPN.
        5)  PT ABC telah ditetapkan sebagai PKP per tanggal 16 Desember 2004 berdasarkan 
            Surat Pengukuhan Nomor : XXX.
    d.  Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas dan untuk menjaga konsistensi pencatatan 
        pembukuan dan penyajiannya pada Laporan Keuangan PT ABC tahun buku 2004 dan periode 
        selanjutnya, maka Saudara mohon bantuan untuk menetapkan Peraturan Perpajakan terkait 
        dengan permasalahan tersebut di atas guna memastikan ketepatan mekanisme pencatatan 
        yang telah Saudara lakukan tersebut.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1
        1)  Angka 15, bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud 
            dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau 
            penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, 
            tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan 
            Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai 
            Pengusaha Kena Pajak.
        2)  angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, 
            Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri 
            Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang;
        3)  angka 24, bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya 
            sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan 
            atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak 
            berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar 
            Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak;
        4)  angka 25, bahwa Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib 
            dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena 
            Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak.
    b.  Pasal 1A ayat (1) huruf a, bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
        1). Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
        2). Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian 
            leasing;
        3). Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
        4). Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
        5). Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk 
            diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang 
            Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat 
            dikreditkan;
        6). Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan 
            penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
        7). Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
    c.  Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP, JKP, atau ekspor BKP, 
        wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib 
        memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas 
        Barang Mewah yang terutang.
    d.  Pasal 4 huruf a dan huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan 
        Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 
        Pengusaha. Dalam penjelasan Pasal tersebut dijelaskan bahwa penyerahan barang dan atau 
        jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
        1)  jasa yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak,
        2)  penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
        3)  penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
    e.  Pasal 4A ayat (1) dan (3) juncto Pasal 1 dan 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 
        tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, menetapkan 
        jenis-jenis barang dan atau jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
    f.  Pasal 9 ayat (8), bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk:
        1)  perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena 
            Pajak;
        2)  perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan 
            usaha;
        3)  perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, 
            dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
        4)  pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak 
            dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena 
            Pajak;
        5)  perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
        6)  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak 
            memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
        7)  pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean 
            yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
            13 ayat (6);
        8)  perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan 
            pajak;
        9)  perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat 
            Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu 
            dilakukan pemeriksaan.
    g.  Pasal 13 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap 
        penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan 
        setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.

3.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas,   
    dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut, yaitu:
    a.  PT ABC telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tanggal 16 Desember 2004 
        berdasarkan Surat Pengukuhan Nomor : XXX. Dengan demikian, PT ABC wajib memungut, 
        menyetor, dan melaporkan PPN dan PPn BM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau 
        JKP, sedangkan atas perolehan BKP dan atau JKP dari pihak lain (selaku penjual) dapat 
        dikreditkan oleh PT ABC sepanjang pengeluaran tersebut bukan merupakan pengeluaran 
        sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf f di atas.
    b.  Aset-aset negara yang dikelola oleh PT ABC adalah Barang Kena Pajak. Dengan demikian, 
        atas penyerahan barang tersebut oleh PT ABC kepada pihak lain (selaku pembeli) merupakan 
        penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    c.  Atas pengeluaran untuk biaya pengelolaan aset-aset yang dibayarkan terlebih dahulu oleh 
        PT ABC baik berupa BKP/JKP maupun bukan BKP/bukan JKP, sepanjang identitas (nama, 
        alamat dan NPWP) dalam invoice tagihan dan Faktur Pajak dari pihak ketiga (vendor atau 
        supplier) langsung atas nama Menteri Keuangan, maka atas penggantian biaya (reimbursable 
        cost) dari Menteri Keuangan kepada PT ABC tidak dikenakan PPN.
    d.  Dalam hal atas penggantian biaya (reimbursable cost) terdapat mark up (selisih penggantian 
        yang diterima dengan pembayaran untuk pengeluaran), maka atas mark up tersebut terutang 
        PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak.
    e.  PT ABC wajib memungut dengan menerbitkan Faktur Pajak, menyetor dan melaporkan PPN 
        dan PPn BM atas penyerahan jasa pengelolaan (insentif kinerja perusahaan) dan 
        memperhitungkannya dengan Pajak Masukan yang telah dikreditkan sepanjang memenuhi 
        ketentuan yang berlaku.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/a59afb1b7d82ec353921a55c579ee26d.txt · Last modified: (external edit)