User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:a529ea43c249fcbee9685c74d8baa9eb
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               11 Agustus 2000

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                       NOMOR S - 1275/PJ.531/2000

                             TENTANG

        FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN PPN JASA-JASA PENUNJANG MIGAS 
                        BAGI KPS MASA EKSPLORASI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara kepada Menteri Keuangan Nomor XXXXX tanggal 25 Mei 2000 yang 
tembusannya kami terima hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, sesuai dengan hasil pertemuan tanggal 
28 Juni 2000 antara Direktorat Jenderal Pajak dengan PERTAMINA dan Kontraktor KPS/KOB di bidang Sumber 
Daya Panas Bumi dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1.  Dalam surat Saudara dikemukan bahwa: 
    1.1.    Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (BADORA) telah menerbitkan Surat Ketetapan 
        Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada sebagian besar Kontraktor Production Sharing (KPS) yang 
        memperoleh fasilitas penundaan sebelum tanggal 1 Januari 1995, termasuk untuk KPS yang 
        sudah terminasi (mengembalikan wilayah kerjanya kepada PERTAMINA),KPS masa eksplorasi 
        atau sudah tahap produksi namun masih dalam posisi "unrecovered cost" sehingga belum ada 
        penyetoran bagian Pemerintah dari hasil usahanya.
    1.2.    SKPKB tersebut diterbitkan berdasarkan Pasal II huruf a Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 
        tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1994, yang 
        menentukan batas akhir fasilitas penundaan pembayaran PPN pada tanggal 31 Desember 1999.
    1.3.    Atas SKPKB tersebut KPS telah menyampaikan Surat Keberatan tanpa melakukan pembayaran 
        atas tagihan pajaknya, dan KPP BADORA telah menolak Surat Keberatan yang diajukan oleh 
        KPS-KPS, dan akan menerbitkan Surat Sita.
    1.4.    KPS berpendapat bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 TAHUN 1989 dan SK 
        Menteri Keuangan Nomor 572/KMK.01/1989 Tanggal 25 Mei 1989, fasilitas penundaan 
        pembayaran PPN yang telah diberikan pada masa eksplorasi tetap dapat dinikmati/
        dipergunakan sampai saat KPS tersebut mulai menghasilkan produksi dan menyetorkan hasil 
        usaha yang merupakan bagian Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu dimohon kepada Menteri 
        Keuangan agar dapat memberikan penegasan atas masalah tersebut.

2.  Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 TAHUN 1989 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    572/KMK.01/1989, kepada Kontraktor Production Sharing (KPS) di bidang minyak bumi dan Kontraktor 
    Kontrak Operasi Bersama (KOB) di bidang panas bumi yang belum menghasilkan produksi, diberikan 
    Penundaan Pembayaran PPN atas perolehan Jasa Pencarian Sumber-sumber dan Jasa Pengeboran 
    Minyak, Gas Bumi dan Panas Bumi.
    Dalam Keputusan Presiden Nomor 49 TAHUN 1991, fasilitas Penundaan Pembayaran PPN diberikan 
    kepada PERTAMINA, Kontraktor Kontrak Operasi Bersama dan pemegang ijin Pengusahaan Sumber 
    Daya Panas Bumi yang belum berproduksi atas perolehan jasa dalam eksplorasi dan eksploitasi 
    sumber daya panas bumi.
    Dalam kedua Keputusan Presiden tersebut dinyatakan bahwa Penundaan Pembayaran PPN tersebut 
    diberikan sampai dengan saat ini mulai berproduksi dan sudah ada penyetoran kepada negara.
    Dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tanggal 13 Juli 1992, 
    dinyatakan untuk mendapatkan Penundaan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha 
    mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak disertai dengan surat rekomendasi dari 
    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

3.  Dalam kenyataannya dapat terjadi fasilitas Penundaan Pembayaran PPN tersebut dituangkan dalam 
    Kontrak Karya antara Pemerintah dengan perusahaan asing yang secara hukum diperlakukan sama 
    dengan Undang-undang (lex specialis).

4.  Dalam rangka penertiban Fasilitas PPN/PPnBM, dalam perubahan Undang-undang PPN pada tahun 1994 
    ditetapkan Pasal II huruf a yang mengatur bahwa Penundaan Pembayaran PPN dan PPnBM yang telah 
    diberikan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 akan berakhir sesuai dengan 
    jangka waktu penundaan yang telah diberikan, paling lambat tanggal 31 Desember 1999.

5.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 diatur hal-hal sebagai berikut : 
    5.1.    Pasal 25 ayat (1), Wajib Pajak mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak 
        atas suatu :
            a.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
        b.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
        c.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
        d.  Surat Ketetapan Pajak Nihil;
        e.  Pemotongan atau pemungutan oleh ketiga berdasarkan ketentuan peraturan 
            perundang-undangan perpajakan.
    5.2.    Pasal 27 ayat (1), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan 
        peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan perundang-
        undangan perpajakan.
    5.3.    Pasal 36 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan 
        ketetapan pajak yang tidak benar.

6.  Berdasarkan hasil rapat antara Direktorat Jenderal Pajak dengan PERTAMINA dan wakil-wakil 
    Pengusaha Sumber Daya Panas Bumi pada tanggal 28 Juni 2000 telah disepakati ketentuan sebagai 
    berikut :
    6.1.    Pasal II huruf a Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
        undang Nomor 11 TAHUN 1994 diterapkan terhadap kontraktor KPS/KOB yang didalam 
        kontraknya tidak diatur penundaan pembayaran PPN.
    6.2.    Bagi kontraktor KPS/KOB yang kontraknya mengatur penundaan pembayaran PPN, berlaku 
        Pasal II huruf b Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
        undang Nomor 11 TAHUN 1994 sepanjang telah memenuhi persyaratan dalam ketentuan 
        pemberian fasilitas penundaan pembayaran PPN yang ditunjuk sebagai dasar, antara lain telah 
        mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak disertai dengan surat rekomendasi 
        dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi sesuai Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri 
        Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tanggal 13 Juli 1992.
    6.3.    Atas SKPKB yang telah diterbitkan oleh KPP BADORA yang tidak sesuai dengan kesepakatan 
        tersebut pada butir 6.2 tersebut di atas, Kontraktor KPS dapat mengajukan keberatan pada 
        KPP BADORA. Dalam hal keberatan telah diajukan dan telah diputus oleh KPP BADORA, 
        Kontraktor KPS dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak 
        (BPSP).
    6.4.    Dalam hal permohonan Kontraktor KPS tidak dapat dipertimbangkan oleh BPSP karena alasan 
        formal (tagihan belum dilunasi) maka kontraktor KPS dapat mengajukan permohonan 
        peninjauan kembali kepada Direktur Jenderal Pajak.

Demikian untuk dimaklumi.




Direktur Jenderal

ttd.

Machfud Sidik
NIP 060043114


Tembusan :
1.  Menteri Keuangan RI
2.  Direktur PPN dan PTLL
3.  Direktur Peraturan Perpajakan
4.  Direktur Pemeriksaan Pajak
5.  Kepala Kanwil VI DJP Jaya Khusus
6.  Kepala KPP Badan dan Orang Asing (BADORA)
peraturan/0tkbpera/a529ea43c249fcbee9685c74d8baa9eb.txt · Last modified: (external edit)