peraturan:0tkbpera:a522fbd52ff0d8e2c9faf085e7ec0966
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
9 Juli 2001
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 840/PJ.52/2001
TENTANG
PERMOHONAN PEMBEBASAN BEA MASUK, PPN, PPNBM DAN PPh PASAL 22 IMPOR
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : xxxxxxxx tanggal 23 Mei 2001 hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Surat Saudara secara garis besar mengemukakan :
a. MAF memperoleh sumbangan berupa 1 (satu) unit pesawat terbang dengan nomor invoice
1969H senilai USS.217.000,00 dengan tujuan Pelabuhan Tarakan Kalimantan Timur, yang akan
dipakai sebagai penunjang operasi pelayanan MAF di Indonesia.
b. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Saudara mengajukan permohonan pembebasan Bea
Masuk, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor.
2. Pajak Penghasilan.
a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 17 TAHUN 2000, yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak antara lain adalah harta
hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak - pihak yang
bersangkutan.
b. Sesuai Pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tanggal 21
Desember 1994 tentang Badan-Badan dan Pengusaha Kecil yang menerima Harta Hibahan
yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan, sebagaimana ditegaskan lebih lanjut
dalam Surat Edaran Direktur Pajak Nomor 05/PJ.4/1995 tanggal 8 Februari 1995 antara lain
disebutkan bahwa badan sosial adalah badan termasuk yayasan yang kegiatannya semata-
mata menyelenggarakan kegiatan sosial sepanjang badan sosial tersebut tidak mencari
keuntungan.
c. Sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 3 dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak
Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tatacara Penyetoran dan
Pelaporannya, diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 antara
lain adalah impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai, yaitu barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah urnum, amal, sosial
atau kebudayaan. Adapun pelaksanaan dari pengecualian tersebut dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
a. Sesuai Pasal 2 ayat 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tanggal
30 April 2001, tentang perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk menyatakan
bahwa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah barang untuk
keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta
para pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
b. Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan RI tersebut disebutkan bahwa tata cara dan
pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana dimaksud Pasal 2 sepenuhnya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
c. Dalam Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan RJ tersebut disebutkan bahwa apabila
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor, Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) digunakan tidak sesuai
dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau
seluruhnya, maka Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
seharusnya terutang harus disetor ke kas negara oleh Orang pribadi atau Badan yang
melakukan importasi.
4. Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 2 dan 3 di atas serta memperhatikan isi surat Saudara
tersebut pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Pajak Penghasilan
1. Sepanjang Mission Aviation Fellowship (MAP) memenuhi kriteria sebagai badan sosial
sebagaimana dimaksud pada butir 2 huruf a dan huruf b di atas , maka atas
pemasukan 1 (satu) unit pesawat terbang yang merupakan hasil sumbangan para
donatur di Amerika Serikat yang dihadiahkan kepada MAF Indonesia guna menunjang
operas! pelayanan MAF di Indonesia dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 apabila impor barang tersebut dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau
Pajak Pertambahan Nilai. Adapun pengecualian tersebut dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
2. Apabila pemasukan 1 (satu) unit pesawat terbang seperti tersebut pada butir 1 di atas
dilakukan oleh importir lain dengan MAF Indonesia sebagai indentor, maka importir
yang bersangkutan diwajibkan terlebih dahulu menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15%
dari handling fee yang diterima.
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Atas impor barang berupa 1 (satu) unit pesawat terbang yang merupakan bantuan atau hadiah dari
donatur Amerika Serikat, yang akan digunakan sebagai penunjang operasi pelayanan MAF di Indonesia,
maka Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut,
sepanjang MAF sudah diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia dan atas impor tersebut
dibebaskan dari bea masuk berdasarkan Undang-undang Kepabeanan.
Demikian untuk dimaklumi
Direktur Jenderal Pajak
ttd.
Hadi Poernomo
NIP. 060027375
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai
2. Direktur Pajak Penghasilan
3. Direktur Peraturan Perpajakan
peraturan/0tkbpera/a522fbd52ff0d8e2c9faf085e7ec0966.txt · Last modified: by 127.0.0.1