peraturan:0tkbpera:a4267159aa970aa5a6542bcbb7ef575e
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Desember 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1008/PJ.53/2004 TENTANG PERLAKUAN PPN YANG TERLANJUR DIBAYAR/ DISETOR ATAS TRANSAKSI YANG BATAL DILAKUKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Konsultan Hukum dan Pengacara ABC (KHP ABC) nomor xxx tanggal 21 Mei 2004 hal Penyelesaian Pengembalian Uang Pajak Sehubungan dengan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang Telah Dibayar terhadap Transaksi yang Batal Dilakukan, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut beserta lampirannya antara lain dikemukakan bahwa : a. Pada tanggal 18 Januari 2002, Saudara A (klien KHP ABC), di hadapan notaris Ny. B, menandatangani perjanjian sewa menyewa dengan PT DEF (PT DEF) berupa 1 (satu) unit ruang G.42 di pusat perbelanjaan Plaza Ekalokasari lantai 1, Bogor (Perjanjian Sewa Menyewa Shopping Center Plaza Ekalokasari Nomor 46). b. Sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Perjanjian tersebut, jangka waktu sewa menyewa adalah 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal 18 Desember 2002 sampai dengan 18 Desember 2022, dengan harga sewa seluruhnya sebesar Rp 1.823.250.000,00 (satu milyar delapan ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan sudah termasuk PPN sebesar 10% (sepuluh persen). c. Sebesar 30% (tiga puluh persen) dari harga sewa, yaitu sebesar Rp 546.975.000,00 (lima ratus empat puluh enam juta sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)(termasuk PPN), telah dibayar oleh Saudara A kepada PT DEF, meskipun ruang G.42 yang disewa belum pernah ditempati. d. Pada waktu perjanjian ditandatangani, gedung Plaza Ekalokasari masih dalam tahap pembangunan, dan ternyata sampai dengan 18 Desember 2003 PT DEF belum dapat menyerahkan ruang G.42 tersebut kepada Saudara A sehingga kemudian terjadi pembatalan sewa menyewa. (Pasal 4 ayat (1) Perjanjian menyepakati bahwa PT DEF berjanji dan mengikatkan diri kepada Saudara A untuk menyerahkan ruang G.42 tersebut sebelum atau selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober 2002). e. Selanjutnya, ruang G.42 tersebut disewakan oleh PT DEF kepada perusahaan lain dan perusahaan lain tersebut telah membayar PPN yang terutang atas sewa ruang G.42 dimaksud. f. KHP ABC telah pernah memperoleh penegasan dari Saudara dengan surat nomor S-429/ WPJ.08/RP.0607/2004 tanggal 1 April 2004 hal Penjelasan Pembayaran Pajak yang Telah Dibayar Terhadap Transaksi yang Batal Dilakukan, sebagai berikut : f.1. PT DEF tidak dapat meretur PPN atas transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak yang batal; f.2. Pihak yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang mengisi SPT Masa PPN dengan dilampiri bukti-bukti atau dokumen yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran pajak, dalam hal ini adalah PT DEF, dimana permohonan pengembalian tersebut diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PT DEF dikukuhkan; f.3. Permohonan Saudara A, yang diwakili oleh KHP ABC, untuk meminta pengembalian PPN yang terlanjur dibayar tersebut tidak dapat diberikan. g. KHP ABC meminta penegasan untuk penyelesaian pengembalian PPN yang merupakan hak kliennya tersebut. 2. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 24 menyatakan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. c. Pasal 17 menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. 3. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. b. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini. c. Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6. d. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. e. Pasal 11 ayat (1) huruf c menyatakan bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002, antara lain mengatur : a. Pasal 7 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal terjadi kesalahan pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipungut lebih besar dari yang seharusnya atau tidak seharusnya dipungut dan pajak yang salah dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang memungut pajak tersebut tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut tersebut. b. Pasal 7 ayat (4) menyatakan bahwa pajak yang salah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut, sepanjang belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya. c. Pasal 7 ayat (5) menyatakan bahwa pihak yang terpungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah importir, pembeli barang, penerima jasa, atau pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari luar Daerah Pabean. 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-31/PJ.2/1988 tanggal 16 September 1988 hal Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, antara lain menegaskan : a. Butir 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang ialah pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak atau Subjek Pajak atau bukan Subjek Pajak atas yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. b. Butir 2 antara lain menyatakan bahwa khususnya mengenai kelebihan pembayaran PPN dan PPn BM agar permohonan bagi Wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan surat pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang bukan Pengusaha Kena Pajak permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tersebut berkedudukan atau bertempat tinggal, sedangkan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh izin pemusatan tempat usaha (sentralisasi) permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang memberikan izin pemusatan tempat usaha tersebut. Dalam hal permohonan Wajib Pajak atau Subjek Pajak atau bukan Subjek Pajak tidak diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak domisili, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang menerima permohonan harus meneruskan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak domisili. Surat permohonan tersebut di atas harus mencantumkan : b.1. alasan meminta kembali pembayaran pajak; b.2. jumlah yang diminta pengembaliannya; b.3. perincian dari pembayaran dan atau penyetoran-penyetoran yang diminta pengembaliannya (disertai tanggal dan nomor dari tiap-tiap bukti setoran); b.4. hutang-hutang pajak lainnya. c. Butir 3 menyatakan bahwa permohonan tersebut dapat disetujui, apabila memenuhi syarat sebagai berikut : c.1. setelah diteliti memang terdapat kekeliruan/kesalahan pembayaran pajak atau pemotongan pajak atau pemungutan pajak, sehingga terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; c.2. Wajib pajak atau Subjek Pajak atau bukan Subjek Pajak harus menyerahkan bukti- bukti pembayaran atau pemotongan atau pemungutan asli dari pajak yang diminta kembali pembayarannya. 6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat KHP ABC pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Dalam hal transaksi sewa menyewa antara PT DEF dan Saudara A dibatalkan dan Saudara A sama sekali belum memanfaatkan ruang yang disewakan dalam perjanjian karena ruang tersebut belum siap/belum selesai pembangunannya sebagaimana telah dijanjikan oleh PT DEF, maka tidak terjadi penyerahan JKP sehingga tidak ada kewajiban PPN yang harus dibayar oleh Saudara A. b. Dalam hal PT DEF telah terlanjur memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang tidak seharusnya dipungut atas pembayaran uang muka oleh Saudara A padahal transaksi sewa menyewa ternyata dibatalkan, maka PT DEF tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut tersebut. Namun demikian, Saudara A dapat meminta pengembalian PPN yang salah dipungut tersebut kepada Kepala KPP dimana Saudara A terdaftar sepanjang Pajak Masukan tersebut belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya. c. Untuk penegasan tentang tata cara pengembalian PPN yang seharusnya tidak terutang tersebut Saudara dapat merujuk pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-31/PJ.2/1988 tanggal 16 September 1988 hal Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang sebagaimana diuraikan pada butir 5 di atas. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal, Direktur PPN dan PTLL, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Bagian Barat I; 4. Konsultan Hukum dan Pengacara ABC.
peraturan/0tkbpera/a4267159aa970aa5a6542bcbb7ef575e.txt · Last modified: (external edit)