peraturan:0tkbpera:a3545bd79d31f9a72d3a78690adf73fc
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               13 Agustus 2001  

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 23/PJ.6/2001

                        TENTANG

                 PENINGKATAN POKOK KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sebagaimana diketahui bahwa penentuan rencana penerimaan pajak (termasuk PBB dan BPHTB) dalam APBN 
dilakukan melalui pendekatan tax ratio atau perbandingan antara besarnya pajak yang dipungut negara 
dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Tax ratio yang harus dicapai oleh Ditjen Pajak dari tahun ketahun terus 
meningkat untuk mencapai sasaran target tax ratio sebesar 16% pada tahun anggaran 2004.

Untuk tahun anggaran 2002 berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan Panitia Anggaran DPR RI, 
tax ratio telah disepakati sebesar 13,6%. Dengan perkiraan PDB tahun anggaran 2002 sebesar Rp1.688.340,5 
milyar, maka rencana penerimaan pajak tahun anggaran 2002 adalah sebesar Rp229.614,31 milyar. Tax ratio 
tahun anggaran 2002 untuk PBB dan BPHTB ditetapkan masing masing sebesar 0,4% dan 0,1%, sehingga 
rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran 2002 diperkirakan masing-masing sebesar Rp6,4 trilyun 
dan Rp1,8 trilyun.

Mengingat pada setiap tahun anggaran berikutnya PDB dan tax ratio terus meningkat sehingga rencana 
penerimaan pajak (termasuk PBB dan BPHTB) juga akan terus meningkat, maka perlu disiapkan langkah dan 
upaya pengamanannya. Salah satu cara pengamanan rencana penerimaan PBB adalah melalui upaya 
peningkatan pokok ketetapan PBB secara konsisten dan terencana.

Mencermati hal-hal tersebut, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Pokok ketetapan PBB secara umum dipengaruhi 4 (empat) variabel utama yaitu :
    a.  tarif efektif (tarif 0,5% dan NJKP 20% atau 40%);
    b.  luasan tanah dan bangunan kena pajak;
    c.  NJOP/m2 tanah dan bangunan;
    d.  NJOPTKP.

2.  Dalam rangka meningkatkan pokok ketetapan PBB tersebut Kantor Pusat Ditjen Pajak c.q. Direktorat 
    PBB dan BPHTB telah melakukan optimalisasi secara bertahap tarif efektif (variabel pertama) melalui 
    kebijakan penerapan NJKP 40% terhadap objek pajak tertentu, terakhir dengan Peraturan Pemerintah 
    Nomor 46 Tahun 2000.

3.  Upaya optimalisasi variabel kedua, ketiga, dan keempat yaitu luasan tanah dan bangunan kena pajak, 
    NJOP/m2 tanah dan bangunan, NJOPTKP dalam rangka meningkatkan pokok ketetapan PBB secara 
    teknis dan operasional merupakan tugas dan kewenangan seluruh Kantor Pelayanan PBB dan Kanwil 
    Ditjen Pajak sebagai instansi vertikal Ditjen Pajak di daerah.

4.  Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan dalam rangka meningkatkan pokok ketetapan PBB, 
    para Kepala Kantor Pelayanan PBB diminta untuk secara konsisten dan terencana meningkatkan pokok 
    ketetapan PBB, yaitu :
    a.  Meningkatkan cakupan luasan bumi dan bangunan kena pajak (coverage ratio), dengan:
        -   Melakukan pendataan atas objek pajak bumi dan atau bangunan yang belum terekam 
            dalam basis data (objek pajak baru), terutama untuk objek pajak bangunan baru 
            yang banyak bermunculan di sektor Perkotaan dan objek pajak tertentu lainnya 
            seperti jaringan pipa, jaringan transmisi listrik dan lain-lain;
        -   melakukan pendataan khusus objek pajak bangunan, terutama disektor Pedesaan, 
            mengingat sebagian objek pajak bangunan sektor Pedesaan belum terdata melalui 
            SPOP kolektif;
        -   melakukan pemeliharaan basis data yang sudah ada secara teratur untuk 
            memperoleh data tanah dan bangunan yang lebih akurat;
        Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut Kepala KPPBB diminta menugaskan stafnya 
        (fungsional penilai) untuk secara berkala memantau perkembangan dilapangan, terutama 
        terhadap munculnya bangunan-bangunan baru seperti pembangunan komplek perumahan, 
        pertokoan (ruko), perkantoran, jaringan pipa, jaringan transmisi listrik dan lain-lain.

    b.  Meningkatkan kualitas NJOP/m2 bumi dan bangunan, dengan :
        -   melakukan penilaian individual terhadap objek pajak potensial yang diperkirakan 
            NJOP-nya masih dibawah nilai pasar (under value);
        -   melakukan reklasifikasi NJOP bumi terhadap objek pajak yang basis datanya masih 
            non-sismiop (terutama sektor Pedesaan), karena terdapat indikasi ketimpangan NJOP 
            bumi antara wilayah yang belum dilakukan pendataan dengan pola sismiop dan yang 
            sudah;
        -   melakukan penyesuaian NJOP bumi terhadap objek pajak yang basis datanya sudah 
            berpola sismiop mengikuti perkembangan nilai pasar wajar;
        -   melakukan penyesuaian DBKB sesuai dengan harga bahan bangunan dan upah tenaga 
            kerja yang berlaku;
        Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut Kepala KPPBB diminta menugaskan stafnya 
        (fungsional penilai) untuk secara berkala memantau perkembangan harga bahan bangunan, 
        upah tenaga kerja, dan data transaksi jual beli properti, sewa properti dan lain-lain. 
        Penyesuaian NJOP bumi dan DBKB harus didukung dengan data dan analis yang memadai.

    c.  Meningkatkan optimalisasi penerapan NJOPTKP, dengan :
        Melakukan kajian bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten-Kota terkait untuk 
        mengusulkan NJOPTKP yang optimal ditinjau dari aspek sosial politis dan kebutuhan dana 
        Pemerintah Daerah setempat.

5.  Selanjutnya diminta agar penerbitan SPPT PBB semua sektor untuk tahun 2002 dan seterusnya agar 
    diselesaikan pada awal Triwulan I, kecuali sektor pertambangan migas dan panas bumi, SPPT PBB-nya 
    diterbitkan setelah memperoleh persetujuan usul perhitungan PBB migas dan panas bumi dari Direktur 
    Jenderal Pajak.

6.  Berkaitan dengan upaya pengamanan rencana penerimaan BPHTB yang terus meningkat disetiap 
    tahun anggaran mendatang, para Kepala KPPBB diminta untuk :
    -   secara terus-menerus meningkatkan tertib pengelolaan administrasi BPHTB;
    -   melaksanakan penelitian SSB secara benar, terutama dari aspek keabsahan pembayaran, 
        kebenaran penghitungan BPHTB terutang, dan penerapan NPOPTKP;
    -   menindaklanjuti hasil penelitian SSB yang tidak/kurang bayar dengan SKBKB/STB;
    -   secara dini mengupayakan pencegahan terhadap munculnya SSB fiktif melalui kerjasama 
        dengan para PPAT, Kantor Lelang Negara, Kantor Pertanahan, Pemerintah Daerah dan 
        instansi lain yang terkait;
    -   melakukan kajian bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten-Kota terkait untuk 
        mengusulkan NPOPTKP yang optimal ditinjau dari aspek sosial politis dan kebutuhan dana 
        Pemerintah Daerah setempat.

7.  Untuk mendukung keberhasilan upaya tersebut di atas, diminta kepada para Kepala Kanwil Ditjen 
    Pajak u.p. Kepala Bidang PBB untuk secara aktif membimbing dan memantau KPPBB di wilayah 
    kerjanya dalam pelaksanaannya.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan.




A.n.DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PBB DAN BPHTB

ttd

SUHARNO
peraturan/0tkbpera/a3545bd79d31f9a72d3a78690adf73fc.txt · Last modified: (external edit)