peraturan:0tkbpera:a2d22c3252eb5505ba9b1899cda9dad2
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            18 September 2007

                      SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR S - 4042/PJ.07/2007

                        TENTANG
  
               TERTIB ADMINISTRASI YANG BERKAITAN DENGAN PENANGANAN
            SIDANG BANDING DAN GUGATAN DI PENGADILAN PAJAK

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan sidang banding dan gugatan di Pengadilan Pajak ditemukan beberapa 
kesalahan formal dalam Surat Keputusan, Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan yang seharusnya tidak 
perlu terjadi sehingga ditemui kesulitan untuk mempertahankan koreksi Pemeriksa dan hasil penelitian 
keberatan. Berdasarkan hal tersebut dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1.  Sebelum surat keberatan Wajib Pajak diproses agar diteliti dengan seksama pemenuhan ketentuan 
    formal surat keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
    tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, yaitu : 
    a.  Satu surat keberatan diajukan untuk satu ketetapan pajak atau satu bukti pemotongan/ 
        pemungutan pajak; 
    b.  Surat keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
    c.  Dalam surat keberatan harus mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak 
        yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak; 
    d.  Wajib Pajak mengemukakan alasan-alasan yang jelas dalam surat keberatannya; 
    e.  Keberatan harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak atau 
        tanggal pemotongan atau tanggal pemungutan pajak, kecuali karena keadaan di luar 
        kekuasaan Wajib Pajak (force majeur) yang harus disertai bukti pendukung adanya keadaan 
        luar biasa tersebut; 
    f.  Surat keberatan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus dalam hal surat keberatan 
        ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-undang 
        Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah 
        diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000. 
    g.  Surat Keberatan yang disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak harus diterima 
        oleh petugas yang berwenang (tidak termasuk Satpam, pegawai honorer dan Cleaning Service) 
        dan harus diberikan tanda terima berupa Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD). Dalam 
        hal surat keberatan disampaikan melalui pos tercatat, maka terhadap surat keberatan tersebut 
        harus dibuatkan lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) sesuai dengan tanggal cap pos. 
2.  Sebelum Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan dan Surat 
    Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang berkaitan dengan Surat Tagihan 
    Pajak diterbitkan, agar diperhatikan : 
    a.  Penulisan atau redaksional dalam surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak, Surat 
        Keputusan Keberatan dan Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi 
        Administrasi yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak agar diteliti dengan seksama, 
        sehingga tidak terdapat kesalahan tulis atau kesalahan hitung walaupun terhadap kesalahan 
        tersebut dapat diperbaiki dengan kuasa Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang 
        Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, namun menurut pertimbangan beberapa hakim 
        Pengadilan Pajak pembetulan pada saat persidangan tidak dapat diterima dan mengakibatkan 
        ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak dan Surat Keputusan menjadi cacat dan batal 
        demi hukum;
    b.  Penulisan dasar hukum dalam Surat Keputusan Keberatan karena masih banyak ditemukan 
        dalam Surat Keputusan Keberatan menggunakan Pasal 25 yang seharusnya adalah Pasal 26 
        Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000;
    c.  Penulisan dasar hukum dalam Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi 
        Administrasi yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak, karena masih banyak ditemukan 
        dalam Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi menggunakan 
        Pasal 25, atau Pasal 26 atau Pasal 36 ayat (1) huruf b yang seharusnya adalah Pasal 36 ayat 
        (1) huruf a Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara 
        Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000;
3.  Dalam pengiriman surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan agar 
    diperhatikan : 
    a.  Surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan dikirimkan kepada Wajib 
        Pajak melaui pos tercatat sedapat mungkin paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal 
        penerbitan;
    b.  Untuk surat ketetapan pajak (skp) yang diterbitkan dari hasil pemeriksaan terhadap Surat 
        Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar (SPT LB) dan Surat Keputusan Keberatan 
        dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui pos tercatat sedapat mungkin paling lambat 2 (dua) 
        hari kerja sejak tanggal penerbitan dengan tetap memperhatikan jatuh tempo penyelesaian 
        SPT LB dan surat keberatan.
    c.  Dalam resi pengiriman melalui pos harus ditulis secara jelas nama Wajib Pajak dan nomor 
        Surat Keputusan. Apabila dalam satu (1) amplop surat lebih dari satu Surat Keputusan maka 
        nomor Surat Keputusan harus dicantumkan satu per satu;
4.  Dalam pembuatan Surat Uraian Banding harus diperhatikan : 
    a.  Sebelum Surat Uraian Banding dibuat agar diteliti dengan seksama pemenuhan ketentuan 
        formal surat permohonan banding Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-
        undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, yaitu mengenai hal-hal 
        sebagai berikut : 
        -   Surat permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
        -   Dalam surat permohonan banding Wajib Pajak mengemukakan alasan yang jelas; 
        -   Surat banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan 
            diterima. Penentuan jangka waktu tersebut benar-benar diperhatikan; 
        -   Dilampiri surat keputusan yang diajukan banding; - Terhadap 1 (satu) keputusan 
            diajukan 1 (satu) surat banding; 
        -   Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, banding 
            hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 
            50% (lima puluh persen); 
        -   Apabila surat permohonan banding ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak harus 
            dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-
            undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
            sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000.
    b.  Harus diteliti bahwa Surat Keputusan yang diajukan banding adalah merupakan Surat 
        Keputusan Keberatan yang dapat diajukan banding sesuai Pasal 27 ayat (1) Undang-undang 
        Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah 
        diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, dan materi yang diajukan 
        banding juga merupakan materi yang diajukan keberatan; 
    c.  Surat Banding Wajib Pajak harus diteliti apakah terdapat pencoretan dalam surat permohonan 
        banding atau tidak, sebagai contoh dalam surat tertulis "gugatan" kemudian dicoret dan diganti 
        dengan tulisan tangan menjadi "banding", atau dalam surat banding tertulis "banding atas 
        SKPKB Nomor : ......" dicoret dan diganti dengan tulisan tangan menjadi "banding atas Surat 
        Keputusan Keberatan Nomor : ......" kemudian diparaf, harus diteliti apakah yang 
        membubuhkan paraf adalah orang yang berhak menandatangani pengajuan banding. 
        Apabila diyakini bahwa yang membubuhkan paraf adalah pihak yang tidak berwenang maka 
        dalam Surat Uraian Banding harus dinyatakan bahwa permohonan banding Wajib Pajak secara 
        formal sudah tidak memenuhi ketentuan formal pengajuan banding; 
    d.  Dalam Surat Uraian Banding pada bagian "tanggapan atas permohonan banding" harus 
        mencerminkan / relevan dengan alasan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam surat 
        permohonan bandingnya; 
6.  Dalam pembuatan Surat Tanggapan harus diperhatikan : 
    b.  Sebelum Surat Tanggapan dibuat agar diteliti dengan seksama pemenuhan ketentuan formal 
        surat gugatan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 6 Tahun 
        1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir 
        dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut :
        -   Surat gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
        -   Terhadap pelaksanaan penagihan pajak, gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 
            (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Penentuan jangka waktu 
            tersebut agar benar-benar diperhatikan;
        -   Terhadap keputusan selain gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 30 
            (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Penentuan jangka 
            waktu tersebut agar benar-benar diperhatikan;
        -   Diteliti yang menandatangani surat gugatan dan apabila surat gugatan ditandatangani 
            bukan oleh Wajib Pajak harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana 
            diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983  sebagaimana telah diubah 
            terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000.  
    b.  Harus diteliti bahwa yang diajukan gugatan adalah merupakan objek gugatan yang dapat 
        diajukan gugatan sesuai Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang 
        Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000;
    c.  Surat gugatan Wajib Pajak harus diteliti apakah terdapat pencoretan dalam surat gugatannya 
        atau tidak, sebagai contoh dalam surat tertulis "banding" kemudian dicoret dan diganti dengan 
        tulisan tangan menjadi "gugatan", atau dalam surat gugatan tertulis "gugatan atas STP Nomor 
        :........." dicoret dan diganti dengan tulisan tangan menjadi "gugatan atas Surat Keputusan 
        Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Nomor :........." kemudian diparaf, harus 
        diteliti apakah yang membubuhkan paraf adalah orang yang berhak menandatangani 
        pengajuan gugatan. Apabila diyakini bahwa yang membubuhkan paraf adalah pihak yang tidak 
        berwenang maka dalam Surat Tanggapan harus dinyatakan bahwa gugatan Wajib Pajak secara 
        formal sudah tidak memenuhi ketentuan formal pengajuan gugatan;
    d.  Dalam Surat Tanggapan pada bagian "tanggapan atas gugatan" harus mencerminkan / relevan 
        dengan alasan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam surat gugatannya;
7.  Hal-hal lain yang harus diperhatikan : 
    b.  Apabila dalam proses penyelesaian keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi 
        administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar ditemukan 
        adanya kesalahan atau kekeliruan dalam surat ketetapan pajak (skp), atau Surat Tagihan 
        Pajak agar segera dilakukan pembetulan sesuai kuasa Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 Tahun 
        1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir 
        dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000;
    c.  Melakukan penelitian terhadap Surat Keputusan yang sudah Saudara terbitkan, dan apabila 
        ditemukan adanya kesalahan atau kekeliruan dalam Surat Keputusan agar segera dilakukan 
        pembetulan sesuai kuasa Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan 
        Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang 
        Nomor 16 TAHUN 2000;
    d.  Terhadap permintaan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dari Pengadilan Pajak harus 
        tetap diperhatikan objek sengketa yang menjadi dasar permohonan Wajib Pajak, sebagai 
        contoh : surat dari Pengadilan Pajak minta Surat Uraian Banding, namun Surat Keputusan
        yang diajukan permohonan oleh Wajib Pajak menyangkut Keputusan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP, maka yang disampaikan ke Pengadilan Pajak 
        bukan Surat Uraian Banding melainkan Surat Tanggapan, atau sebaliknya;
    e.  Dalam pembuatan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan hendaknya dengan tetap 
        memperhatikan hasil penelitian keberatan, sehingga terdapat kesesuain antara isi dalam Surat 
        Uraian Banding atau Surat Tanggapan dengan hasil penelitian keberatan;
    f.  Dalam hal ada permohonan perubahan alamat oleh Wajib Pajak agar segera diproses, sehingga 
        tidak terjadi kesalahan alamat dalam pengiriman surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan 
        Pajak dan Surat Keputusan;
    g.  Seluruh data / dokumen yang berkaitan dalam proses penyelesaian keberatan seperti Lembar 
        Pengawasan Arus Dokumen (LPAD), surat keberatan Wajib Pajak, Laporan Pemeriksaan Pajak 
        (LPP), Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Pajak (SPHP), 
        surat peminjaman data / dokumen kepada Wajib Pajak, tanda terima peminjaman data / 
        dokumen, bukti pengiriman Surat Keputusan dan data pendukung lainnya agar 
        diadministrasikan dengan baik.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
    



Direktur Jenderal Pajak,

ttd.

Darmin Nasution
NIP 130605098


Tembusan Yth.
1.  Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak 
2.  Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan KPDJP 
peraturan/0tkbpera/a2d22c3252eb5505ba9b1899cda9dad2.txt · Last modified: (external edit)