peraturan:0tkbpera:a1d2b0ef5b72772ee48ce14b993e225c
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                             23 Juni 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR S - 135/PJ./2005

                            TENTANG

  PENINJAUAN KEMBALI SE DJP TENTANG PPN ATAS JASA KEAGENAN DAN KEP DIRJEN TENTANG PPh PSL 23

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Sekretaris Jenderal XYZ Nomor XXX tanggal 06 Oktober 2004 perihal tersebut diatas 
yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang tembusannya ditujukan kepada Direktur 
Jenderal Pajak, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Secara garis besar surat dari XYZ dan CBA menyatakan bahwa dalam menjalankan kegiatan usaha 
    terdapat perbedaan persepsi penerapan perpajakan atas jasa keagenan antara operator 
    penerbangan, Biro Perjalanan Wisata/Agen Perjalanan Wisata dan Direktorat Jenderal Pajak atas hal-
    hal sebagai berikut:
    a.  Jasa Perantara termasuk Jasa yang dipotong Pajak Penghasilan 23 menurut Keputusan Dirjen 
        Pajak Nomor Kep 170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 dan sesuai dengan Undang-undang RI 
        Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, Biro Perjalanan Wisata dan Agen Perjalanan 
        Wisata adalah bukan termasuk sebagai perantara. Berdasarkan hal tersebut mohon ditinjau 
        Kep Dirjen Pajak tersebut.
    b.  Berhubung jasa angkutan udara domestik telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan 
        komisi untuk Biro Perjalanan Wisata/Agen Wisata termasuk dalam harga jasa angkutan udara 
        domestik tersebut, maka komisi Biro Perjalanan/Agen Perjalanan Wisata tidak dapat 
        dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
        SE-18/PJ.3/1989 tanggal 26 April 1989. Komisi tersebut diterima pada saat penyerahan sales 
        report (pembayaran) ke perusahaan Airlines dan jumlah yang dibayarkan tersebut setelah 
        dikurangi komisi untuk Biro Perjalanan Wisata/Agen Wisata.

2.  Pajak Penghasilan

    a.  Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain 
        mengatur sebagai berikut :
        1.  Pasal 23 ayat (1) huruf c : bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama 
            dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, 
            Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau 
            perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau 
            bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 
            15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
            1)  sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
            2)  imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, 
                jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak 
                Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
        2.  Pasal 28 ayat (1) huruf c : bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, 
            pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang 
            bersangkutan, berupa pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, 
            royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud 
            dalam Pasal 23.
    b.  Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan 
        Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-
        undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
        dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa yang termasuk jenis 
        jasa lain tersebut adalah jasa perantara dengan perkiraan penghasilan neto sebesar 40% dari 
        jumlah bruto tidak termasuk PPN.
    c.  Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "perantara" berarti : makelar, calo 
        (dalam jual-beli). Menurut Ensiklopedi Indonesia kata "Perantara" berarti : orang yang 
        bertindak sebagai perantara dalam perikatan perjanjian di bidang tertentu, dengan mendapat 
        imbalan balas jasa atau pembagian keuntungan dan bertindak atas perintah atau atas nama 
        orang-orang yang tidak ada ikatan kerja tetap dengan dirinya. Perantara hanya merupakan 
        orang ketiga (penengah) dan tidak mengikatkan diri pada si pemberi perintah.

3.  Pajak Pertambahan Nilai

    Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa 
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1 ayat (5) : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau 
        perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak 
        tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena 
        pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan;
    b.  Pasal 1 ayat (6) : Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang 
        dikenakan berdasarkan Undang-undang ini;
    c.  Pasal 1 ayat (17) : Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, Nilai 
        Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang 
        dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang;
    d.  Pasal 1 ayat (19) : Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta 
        atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak 
        termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang 
        dicantumkan dalam Faktur Pajak;
    e.  Pasal 4 huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di 
        dalam Daerah Pabean yang dilakukan Pengusaha;
    f.  Pasal 4A ayat (3) sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 
        144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, 
        Jasa yang diserahkan oleh Biro Perjalanan Wisata/Agen Wisata tidak termasuk dalam 
        kelompok jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, dan memperhatikan isi surat Saudara 
    pada angka 1 diatas, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Pajak Penghasilan
        1)  Jasa yang diberikan oleh BPW/APW dalam mengageni perusahaan angkutan umum 
            di udara/darat/air, hotel, pengurusan dokumen perjalanan dan menghubungkan 
            antara wisatawan/orang yang melakukan perjalanan dengan pemilik jasa termasuk 
            dalam pengertian jasa perantara yang merupakan objek PPh Pasal 23 yang wajib 
            dipotong oleh pihak yang membayarkan sebesar 15% x 40% atau 6% dari jumlah 
            bruto tidak termasuk PPN;
        2)  Pemotongan PPh Pasal 23 merupakan salah satu cara pelunasan pajak yang terutang 
            dalam tahun berjalan, sehingga pada akhir tahun pajak dapat dikreditkan terhadap 
            Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
    b.  Pajak Pertambahan Nilai
        1)  Pengenaan PPN atas kegiatan usaha Biro Perjalanan Wisata, Agen Perjalanan Wisata 
            dan agen penjualan tiket dari perusahaan penerbangan dapat dipisahkan menjadi 2 
            (dua) yaitu:
            a)  Jasa penerbangan domestik, yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 
                10% dari harga tiket yang dibayar oleh konsumen/calon penumpang, dan 
                Pajak Pertambahan nilai ini merupakan Pajak Keluaran bagi perusahaan 
                penerbangan.
            b)  Jasa keagenan penjualan tiket atau jasa perantara penjualan tiket atau 
                apapun nama jasa yang digunakan untuk menyebut Jasa Kena Pajak yang 
                diserahkan oleh pihak yang menjualkan tiket tersebut (Biro Perjalanan Wisata 
                dan agen penjualan tiket) kepada perusahaan penerbangan, terutang PPN 
                sebesar 10% dari imbalan yang diterima atau seharusnya diterima, dalam hal 
                ini 10% dari komisi yang diterima. Jumlah Pajak yang dibayar tersebut 
                merupakan Pajak Keluaran bagi Biro Perjalanan Wisata, Agen Perjalanan 
                Wisata dan agen penjualan tiket, dan Pajak Masukan bagi perusahaan 
                penerbangan.
        2)  Dengan demikian, tidak terdapat pengenaan PPN sebanyak 2 kali atas objek pajak 
            yang sama mengingat objek pertama PPN dikenakan atas jasa penerbangan domestik 
            dan objek kedua pengenaan PPN atas jasa keagenan. Pengenaan PPN atas kedua 
            objek tersebut telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang 
            berlaku.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/a1d2b0ef5b72772ee48ce14b993e225c.txt · Last modified: (external edit)