User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:a10463df69e52e78372b724471434ec9
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                       8 Juni 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 443/PJ.53/2004

                            TENTANG

                  PPN JASA GILING DAN PPN OBAT RAWAT JALAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 03 Desember 2003 perihal, PPN Jasa Giling dan PPN 
Obat Rawat Jalan dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa:

    a.  Seperti kita ketahui bahwa pabrik gula disamping menggiling tebu sendiri juga menggiling tebu 
        rakyat dengan pola hasil 65% untuk petani tebu dan 35% untuk pabrik gula sebagai hasil jasa 
        gilingnya. Karena sesuai Surat Edaran No. SE-23/PJ.51/2000 tentang PPN atas penyerahan 
        gula pasir musim giling 2000 dengan harga prevenue Rp 2.600 dan hanya untuk produksi 
        tahun 2000.

    b.  Saudara menanyakan apakah PTPN/Pabrik gula masih harus memungut PPN atas jasa giling 
        untuk musim giling tahun 2001 dan seterusnya dan kalau memungut dengan harga prevenue 
        berapa. Karena kenyataan untuk musim giling 2001 dan seterusnya PTPN/Pabrik gula tidak 
        memungut dan menyetor PPN atas jasa giling tersebut dengan alasan bahwa SE No. 
        SE-23/PJ.51/2000 hanya berlaku untuk musim giling tahun 2000 sedang untuk tahun 2001 dan 
        seterusnya tidak ada aturannya, apakah atas jasa giling untuk tahun 2001 dan seterusnya bila 
        harus memungut perlu dikoreksi dan dicadangkan sebagai hutang PPN.

    c.  Sesuai dengan Surat Edaran No. SE-06/PJ.52/2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas 
        penggantian obat Rumah Sakit menyebutkan bahwa Rumah Sakit bila tidak ada apotiknya 
        hanya ada instalasi farmasi kalau ada penyerahan obat untuk rawat jalan harus dikukuhkan 
        sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dan dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 
        251/KMK.03/2002, Keputusan Menteri Keuangan No. 253/KMK.03/2002 dan diubah dengan 
        Keputusan Menteri Keuangan No. 402/KMK.03/2002 maka Surat Edaran No. SE-06/PJ.52/2000 
        dinyatakan tidak berlaku sehingga Rumah Sakit yang ada Instalasi Farmasinya yang 
        menyerahkan obat-obatan pada pasien rawat jalan harus memungut PPN 10%.

    d.  Saudara menanyakan mana yang harus dikukuhkan sebagai PKP Rumah Sakitnya atau 
        Yayasan yang mengelola Rumah Sakit tersebut, bagaimana cara pengkreditan Faktur Pajak 
        Masukannya bila dalam pembelian obat-obatan tersebut menjadi satu Faktur Pajak bila untuk 
        pembelian obat untuk rawat inap dan rawat jalan, karena Rumah Sakit sendiri juga kesulitan 
        untuk memisahkan antara stock untuk obat rawat jalan dan rawat inap, dan andaikan yayasan 
        Rumah Sakit tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP apakah juga ada kewajiban 
        menyetorkan PPN nya bila ada pemakaian obat untuk rawat jalan.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:

    a.  Pasal 1 angka 14, menyatakan bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan 
        sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya 
        menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha 
        perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan 
        usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

    b.  Pasal 1 angka 15, menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana 
        dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau 
        penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak 
        termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, 
        kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    c.  Pasal 1 angka 17, menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, 
        Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan 
        Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

    d.  Pasal 1 angka 19, menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua 
        biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena 
        Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga 
        yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

    e.  Pasal 3A ayat 1, menyatakan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana 
        dimaksud dalam pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk 
        dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan 
        Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

    f.  Pasal 4 huruf a, menyatakan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean 
        yang dilakukan oleh Pengusaha dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    g.  Pasal 4A ayat (3), menyatakan 12 jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, 
        namun jasa giling tebu tidak termasuk kedalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak 
        Pertambahan Nilai.

3.  Keputusan Menteri Keuangan No. 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman 
    Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan 
    Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, antara lain mengatur:

    a.  Pasal 2 ayat 1, Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:

        a)  Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak 
            terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;

        b)  Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa 
            yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang 
            Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang 
            Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang:

            1)  nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya 
                tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan 
                Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;

            2)  digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit 
                atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau 
                dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit 
                kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang 
                Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah 
                peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran 
                seluruhnya;

            3)  nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari 
                unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat 
                dikreditkan.

    b.  Pasal 2 ayat 2, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud 
        dalam ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat 
        (1) angka 2, wajib menghitung kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan tersebut dengan 
        rumus sebagai berikut:

                  X
                ------  X PM
                  Y

        dengan ketentuan bahwa:

        X   adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan 
            Nilai atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dalam tahun 
            buku yang bersangkutan;

        Y   adalah jumlah seluruh peredaran dalam tahun buku yang bersangkutan;

        PM  adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana dimaksud 
            dalam ayat (2).

4.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 253/KMK.03/2002 tentang PPN atas penyerahan Barang 
    Dagangan oleh Pedagang Eceran selain yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto 
    sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 402/KMK.03/2002, antara lain 
    mengatur:

    a.  Pasal 1, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pedagang Eceran Selain yang 
        menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha Orang Pribadi atau 
        Badan yang menyelenggarakan pembukuan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan 
        utamanya adalah melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut:

        1)  Menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, 
            kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, 
            atau dengan cara penjualan dari rumah ke rumah;

        2)  Menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran 
            tersebut;

        3)  Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran tertulis, 
            pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan 
            pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa 
            sendiri Barang Kena Pajak yang dibelinya.

    b.  Pasal 2, menyatakan bahwa atas penyerahan barang dagangan oleh Pedagang Eceran Selain 
        yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, terutang PPN sebesar 10% 
        (sepuluh persen) dari harga jual.

5.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak 
    Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    571/KMK.03/2003, diatur bahwa Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku 
    melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto 
    tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

6.  Berdasarkan ketentuan pada angka 2, 3 dan 4 serta dengan memperhatikan isi surat saudara pada 
    angka 1, dengan ini ditegaskan bahwa:

    a.  Karena Jasa giling tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan pajak, maka atas jasa giling 
        untuk musim giling tahun 2001 dan seterusnya tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan 
        Dasar Pengenaan Pajak sebesar nilai penggantian. Dalam hal imbalan atas jasa tersebut 
        dalam bentuk natura (bagi hasil gula) maka nilai penggantian dapat dihitung sebesar nilai hasil 
        yang diterima pada saat imbalan tersebut diterima atau dibayarkan.

    b.  PTPN atau pabrik gula harus memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas 
        penyerahan jasa giling tersebut.

    c.  Dalam hal instalasi farmasi melakukan penyerahan obat kepada selain pasien rawat inap 
        maka instalasi farmasi harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Mengingat Instalasi 
        farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan menyimpan obat-
        obatan, gas medik, alat-alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi 
        merupakan satuan organik yang tidak terpisahkan dari organisasi Rumah Sakit, maka yang 
        dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak adalah Rumah Sakit, dengan ketentuan Rumah 
        Sakit tersebut dalam satu tahun buku jumlah peredaran brutonya telah melebihi batasan 
        Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud pada angka 5 diatas.

    d.  Faktur Pajak masukan yang didalamnya terdapat penyerahan yang terutang pajak dan 
        penyerahan yang tidak terutang pajak, dihitung kembali setelah dikreditkan seluruhnya 
        selama satu tahun buku dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak 
        masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan 
        penyerahan yang tidak terutang pajak dengan rumus pada butir 3.b.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PPN DAN PTLL

ttd

A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/0tkbpera/a10463df69e52e78372b724471434ec9.txt · Last modified: (external edit)