User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:9b16759a62899465ab21e2e79d2ef75c
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      30 Juli 1998

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 171/PJ.311/1998

                            TENTANG

                   PERMOHONAN PENJELASAN PERLAKUAN PAJAK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 1 Juni 1998 mengenai sebagaimana tersebut di atas, dengan ini 
dijelaskan sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara menjelaskan antara lain :
    a.  Sejak tanggal 1 Juni 1998, XYZ Logistic adalah perusahaan berstatus PMA, yang merupakan
        cabang perusahaan yang berpusat di Singapura. Perusahaan memiliki container depot dan
        warehousing operations. Kegiatan operasi perusahaan di Pulau Batam menggunakan armada
        logistik berupa 5 truk dan trailer, sedangkan untuk mengangkut cargo dari Singapura ke Pulau
        Batam dan wilayah Indonesia lainnya, menggunakan tug dan barges Singapura.

    b.  Sehubungan dengan seminar pajak yang diadakan pada tanggal 22-23 Juni 1998, Saudara 
        mengajukan pertanyaan, antara lain :
        -   Jenis Pajak Penghasilan apakah yang merupakan kewajiban perusahaan ?
        -   Jenis pajak apa yang dikenakan apabila perusahaan mengimpor equipment dalam 
            rangka investasi di Pulau Batam
        -   Jenis pajak apa yang dikenakan atas pembelian tanah dan equipment di Pulau Batam 
            untuk kegiatan investasi
        -   Insentif apakah yang dapat diberikan pada para investor apabila mereka akan 
            melakukan investasi

2.  Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, antara 
    lain diatur bahwa yang termasuk Subjek Pajak adalah bentuk usaha tetap.

3.  Sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang 
    Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, 
    antara lain diatur bahwa yang menjadi objek pajak bentuk usaha tetap adalah penghasilan dari usaha 
    atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan harta yang dimiliki atau dikuasai, penghasilan kantor 
    pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang 
    dilakukan oleh BUT di Indonesia, penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima 
    atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau 
    kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

4.  Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, antara 
    lain diatur bahwa pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan sehubungan dengan 
    pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak 
    orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, 
    honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang 
    dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

5.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 yang diatur lebih 
    lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 450/KMK.04/1997 tanggal 25 Agustus 1997, antara 
    lain diatur bahwa :
    a.  besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor yang menggunakan Angka 
        Pengenal Impor (API) adalah 2,5% dari nilai impor dan yang tidak menggunakan API sebesar 
        7,5% dari nilai impor.
    b.  dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah impor barang dan atau penyerahan barang 
        yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak 
        Penghasilan. Pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak 
        Penghasilan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

6.  Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 47 TAHUN 1994 yang diatur lanjut dengan Surat Edaran Direktur 
    Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.4/1995, antara lain diatur bahwa Wajib Pajak yang dapat 
    menunjukkan bahwa dalam suatu tahun pajak tidak akan terutang Pajak Penghasilan, dapat 
    mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak oleh pihak lain.

7.  Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, antara 
    lain diatur bahwa atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang oleh Subjek Pajak badan dalam 
    negeri, bentuk usaha tetap berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah 
    dipotong PPh Pasal 21, dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15 % dari jumlah bruto.

8.  Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, yang 
    diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-128/PJ./1997, antara lain 
    diatur bahwa atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang oleh Subjek Pajak badan dalam negeri, 
    bentuk usaha tetap berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan 
    sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain 
    yang telah dipotong PPh Pasal 21, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15 % 
    dari perkiraan penghasilan neto.

9.  Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan hak Atas 
    Tanah dan Bangunan antara lain diatur bahwa Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang 
    memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan wajib membayar pajak yang terutang sebesar 5 % 
    dari Nilai Perolehan Objek Pajak.

10. Berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 yang diatur lebih 
    lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 TAHUN 1994 tentang Fasilitas Perpajakan Atas 
    Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, antara lain 
    diatur bahwa fasilitas perpajakan yang diberikan kepada perusahaan yang melakukan penanaman 
    modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu adalah berupa :
    a.  penyusutan dan amortisasi yang lebih dipercepat;
    b.  kompensasi kerugian lebih lama tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun;
    c.  pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas dividen kepada Wajib Pajak luar negeri.

11. Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 39 TAHUN 1998 tentang Perlakuan Pajak 
    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah 
    Industri Pulau Batam, antara lain diatur bahwa dalam rangka menunjang ekspor, Pajak Pertambahan 
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas :
    a.  penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha sepanjang 
        Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang 
        Kena Pajak yang diekspor,

    b.  impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang Barang Kena Pajak 
        tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor.

    c.  pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean oleh Pengusaha 
        sepanjang Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang 
        Kena Pajak yang diekspor, dan

    d.  pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean oleh Pengusaha sepanjang Jasa Kena 
        Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor.

12. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :

    a.  Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak dalam negeri, sehingga mempunyai kewajiban 
        perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya, yaitu :

        -   melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas 
            pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan 
            sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh pegawai atau 
            bukan pegawai.

        -   melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas 
            pembayaran dividen, bunga, royalti, dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, 
            jasa manajemen dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 kepada 
            wajib pajak dalam negeri lain.

        -   melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas 
            pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan 
            sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak 
            luar negeri.

        -   melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25/29 atas 
            penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam kegiatan usahanya.

    b.  Perusahaan yang melakukan impor equipment dari luar negeri dalam rangka investasi 
        di Pulau Batam, maka atas kegiatan impor tersebut terutang PPh Pasal 22, dengan ketentuan 
        dalam hal importir telah mempunyai Angka Pengenal Impor (API) besarnya pungutan Pajak 
        Penghasilan Pasal 22 atas impor tersebut adalah 2,5 % dari nilai impor dan dalam hal importir 
        tidak menggunakan API besarnya pungutan PPh Pasal 22 adalah sebesar 7,5 % dari nilai 
        impor. Namun demikian, dalam hal perusahaan importir tersebut dapat menunjukkan bahwa 
        dalam suatu tahun pajak tidak akan terutang Pajak Penghasilan, sebagaimana dimaksud 
        Peraturan Pemerintah Nomor 47 TAHUN 1994 dapat dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 
        dengan mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak 
        oleh pihak lain ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan importir tersebut 
        terdaftar.

    c.  Atas kegiatan pembelian tanah dan equipment untuk investasi di Pulau Batam tidak terutang 
        Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
        Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 
        1994. Namun demikian mulai 1 Juli 1998 perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan 
        tersebut, dikenakan Bea Perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) sebesar 5 % 
        dari Nilai Perolehan Objek Pajak.

    d.  Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu yang 
        berorientasi ekspor dan/atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan 
        sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 TAHUN 1994 yaitu berupa :
        -   penyusutan dan amortisasi yang lebih dipercepat;
        -   kompensasi kerugian lebih lama tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun;
        -   pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas dividen kepada Wajib Pajak luar 
            negeri.

Demikian juga kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di Kawasan Berikat Daerah Industri 
Pulau Batam yang berorientasi ekspor, diberikan fasilitas berupa tidak dipungut PPN dan PPnBM sebagaimana 
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 TAHUN 1998.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR

ttd

Drs. DJONIFAR AF, MA
peraturan/0tkbpera/9b16759a62899465ab21e2e79d2ef75c.txt · Last modified: (external edit)