peraturan:0tkbpera:999c6838f46b9a572fc823ee0590dd15
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan perijinan yang efektif, efisien, dan
transparan kepada pelaku usaha guna mendukung kelancaran dan kecepatan arus
barang dalam kegiatan ekspor dan/atau impor, perlu menerapkan sistem pelayanan
perijinan secara elektronik;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National
Single Window;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,
perlu ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;
Mengingat:
1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
3. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab
Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;
4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 171/M Tahun 2005;
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
6. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon
I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali
dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
7. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik
Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;
8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997
tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor;
9. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997
tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah beberapa kali
diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
406/MPP/Kep/6/2004;
10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998
tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor sebagaimana telah beberapa kali diubah
dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007;
11. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/6/2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN PELAYANAN
PERIJINAN EKSPOR DAN IMPOR DENGAN SISTEM ELEKTRONIK MELALUI
INATRADE DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perijinan adalah pemberian legalitas kepada pemohon baik dalam bentuk pengakuan,
penunjukan, penetapan, persetujuan, atau pendaftaran.
2. Sistem Elektronik adalah sistem untuk mengumpulkan, mempersiapkan, menyimpan,
memproses, menganalisis, dan menyebarkan informasi elektronik.
3. Portal adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi yang menjamin
keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar
sistem internal secara otomatis.
4. Indonesia National Single Window, yang selanjutnya disingkat dengan INSW adalah
sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data
dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan
data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of
data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin
kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for customs release and
clearance of cargoes).
5. INATRADE adalah sistem pelayanan perijinan ekspor dan/atau impor pada Departemen
Perdagangan secara elektronik yang dilakukan secara on-line melalui internet.
6. Pemohon adalah orang perseorangan, badan usaha, badan hukum, instansi
pemerintah atau lembaga negara lainnya yang menggunakan INATRADE untuk
memperoleh perijinan.
7. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau
sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
8. Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem
elektronik yang berdiri sendiri atau dengan jaringan.
9. Unit Pelayanan Perdagangan Luar Negeri, yang selanjutnya disebut dengan UPP
adalah unit yang menyelenggarakan penerimaan permohonan perijinan, rekomendasi
(dokumen pendukung), dan penyampaian perijinan ekspor dan/atau impor yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan baik secara manual maupun secara elektronik dalam rangka
pelaksanaan INATRADE.
10. Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure), yang selanjutnya disebut
dengan SOP adalah suatu standar/pedoman tertulis yang memuat tatacara atau
tahapan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kegiatan layanan
perijinan ekspor dan/atau impor dalam rangka penerapan sistem INSW.
11. Tingkat Layanan (Service Level Arrangement), yang selanjutnya disebut dengan SLA
adalah tingkat layanan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh Pengelola INATRADE
untuk melakukan kegiatan layanan perijinan ekspor dan/atau impor dalam rangka
penerapan sistem INSW.
12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan.
13. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.
Pasal 2
(1) Pelayanan perijinan ekspor dan/atau impor secara bertahap dilakukan dengan sistem
elektronik melalui portal INATRADE.
(2) Portal INATRADE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nama domain
http://inatrade.depdag.go.id.
(3) Jenis-jenis perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 3
Pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diberikan
kepada Pemohon yang telah memiliki Hak Akses.
Pasal 4
(1) Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diperoleh dengan persyaratan
sebagai berikut:
a. Pemohon mendaftar melalui http://inatrade.depdag.go.id dengan mengisi
formulir yang tersedia secara lengkap dan benar serta menyampaikan hasil
pencetakan kepada petugas INATRADE; dan
b. Pemohon harus menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan dalam bentuk soft
copy dengan menunjukkan dokumen asli yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:
a. Tanda Daftar Perusahaan (TDP); dan
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan validasi oleh petugas
INATRADE.
(4) Data dalam formulir dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal, baik
sebelum maupun setelah penerbitan persetujuan Hak Akses.
Pasal 5
(1) Menteri menunjuk Direktur Jenderal untuk memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan untuk memperoleh serta melakukan pencabutan Hak Akses.
(2) Direktur Jenderal melimpahkan kewenangan pemberian persetujuan, penolakan, atau
pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Fasilitasi Ekspor
dan Impor atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Penerbitan persetujuan Hak Akses paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak diterimanya dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
b secara lengkap dan benar.
(4) Penerbitan penolakan Hak Akses paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan
disertai dengan alasan penolakan.
(5) Persetujuan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dicabut dalam hal
hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) ditemukan data yang
tidak benar.
Pasal 6
Pemohon yang telah memperoleh Hak Akses wajib mematuhi semua ketentuan yang
tercantum dalam dokumen persetujuan Hak Akses.
Pasal 7
(1) Pemohon yang telah memperoleh Hak Akses, menyampaikan permohonan perijinan
menggunakan formulir permohonan pada aplikasi di portal INATRADE dan mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan.
(2) Dalam hal perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipersyaratkan rekomendasi
dan/atau dokumen lain dari instansi teknis terkait, maka:
a. pemohon harus menyampaikan secara elektronik rekomendasi dan/atau
dokumen lain yang dipersyaratkan kepada Departemen Perdagangan jika
instansi teknis terkait telah menggunakan sistem elektronik dan terintegrasi
dengan INATRADE;
b. pemohon harus menyampaikan secara manual rekomendasi asli dan/atau
dokumen lain yang dipersyaratkan kepada Departemen Perdagangan jika
instansi teknis terkait belum terintegrasi dengan INATRADE.
Pasal 8
(1) Permohonan perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diproses lebih lanjut oleh
direktorat teknis sesuai dengan SOP dan SLA berdasarkan kategori pelaku usaha
dan/atau jenis perijinan masing-masing.
(2) Direktorat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan;
b. Direktorat Ekspor Produk Industri dan Pertambangan;
c. Direktorat Impor; dan
d. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai SOP dan SLA untuk masing-masing jenis perijinan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 9
(1) Direktorat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) menerbitkan perijinan
sesuai dengan SOP dan SLA.
(2) Direktorat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat melakukan
penolakan atas permohonan perijinan apabila:
a. persyaratan administratif tidak lengkap;
b. terdapat informasi bahwa nama, jenis, dan peruntukkan barang tidak sesuai
dengan yang dimohonkan; dan/atau
c. sistem INATRADE menolak entry data yang tidak valid.
(3) Penerbitan perijinan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dalam bentuk dokumen elektronik dan hasil cetakan (hard copy).
(4) Pengambilan hasil cetakan (hard copy) perijinan atau penolakan permohonan
dilakukan di UPP.
(5) Perijinan yang telah diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan dokumen pelengkap ekspor dan/atau impor lainnya dikirim
melalui INATRADE ke portal INSW untuk pemenuhan kewajiban pabean.
Pasal 10
(1) Dalam hal sistem elektronik tidak berfungsi karena keadaan kahar (force majeur),
pelayanan perijinan ekspor dan/atau impor dilaksanakan secara manual.
(2) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. bencana alam berupa banjir, gempa bumi, longsor, dan bencana-bencana
lainnya yang terjadi secara alami;
b. kebakaran, pemadaman listrik, dan pencurian peralatan; dan/atau
c. kerusakan dan tidak berfungsinya sarana dan prasarana pendukung sistem
elektronik selama lebih dari 4 (empat) jam.
Pasal 11
(1) Hak Akses terhadap layanan INATRADE berakhir dalam hal:
a. Pemilik Hak Akses tidak menggunakan Hak Aksesnya berturut-turut selama
6 (enam) bulan;
b. Pemilik Hak Akses mengajukan permohonan kepada Pengelola INATRADE untuk
melakukan pengakhiran Hak Akses atas layanan INATRADE;
c. Pemilik Hak Akses melanggar ketentuan Pasal 6;
d. Pengelola INATRADE menilai telah terjadi penyalahgunaan layanan oleh Pemilik
Hak Akses;
e. Pengelola INATRADE menerima permintaan secara tertulis dari instansi teknis
terkait sehubungan dengan adanya pelanggaran di bidang ekspor dan/atau
impor yang dilakukan oleh Pemilik Hak Akses; atau
f. Pengelola INATRADE melaksanakan suatu keharusan untuk melakukan
pengakhiran Hak Akses dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengakhiran Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
manual dan/atau elektronik.
(3) Pengakhiran Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan
setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.
Pasal 12
(1) Pemohon yang telah memperoleh Hak Akses tetap dapat menyampaikan permohonan
perijinan secara manual hingga 6 (enam) bulan sejak tanggal memperoleh Hak Akses.
(2) Setelah jangka waktu 6 (enam) bulan sejak memperoleh Hak Akses sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemohon harus menyampaikan permohonan perijinan dengan
sistem elektronik.
(3) Perijinan yang diterbitkan berdasarkan permohonan perijinan secara manual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perijinan yang telah terbit sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini oleh pengelola INATRADE dikirim melalui INATRADE ke
portal INSW untuk pemenuhan kewajiban pabean.
Pasal 13
Pelaksanaan operasional INATRADE dilakukan oleh Tim Pengelola INATRADE yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 14
Segala biaya yang timbul dari pelaksanaan kegiatan INATRADE dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Departemen Perdagangan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan
menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Juni 2009
Menteri Perdagangan R.I.,
ttd,
Mari Elka Pangestu
peraturan/0tkbpera/999c6838f46b9a572fc823ee0590dd15.txt · Last modified: by 127.0.0.1