peraturan:0tkbpera:982025df3dc7f9eae503a74980c29713
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     5 September 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 830/PJ.312/2005

                             TENTANG

                  PERMOHONAN PENEGASAN PENGENAAN PAJAK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal XXX, dan Nomor XXX tanggal XXX, dengan ini kami 
sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : 
    a.  Dalam rangka pelaksanaan suatu kontrak Jasa dengan salah satu Kontraktor Production 
        Sharing (KPS) XXX, PT. ABC akan membentuk suatu Kerja Sama Operasi (KSO) dengan 2 
        perusahaan swasta lainnya, yaitu PT. DEF dan YYY dengan nama KSO HWI;
    b.  Lingkup pekerjaan HWI adalah :
        1)  Jasa Rekayasa Teknis;
        2)  Jasa Manajemen Material;
        3)  Jasa Supervisi Konstruksi;
        4)  Jasa Manajemen Kontrak;
        5)  Jasa Manajemen peraltan Konstruksi;
        6)  Jasa Pelaksana Konstruksi.
    c.  Dalam surat tersebut Saudara memberikan contoh transaksi yang Saudara lakukan yang 
        berhubungan dengan jasa konstruksi, jasa sertifikasi dan jasa perantara; 
    d.  Saudara mohon penegasan atas Permasalahan yang berhubungan dengan Kerjasama Operasi. 

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur :
    a.  Pasal 2 ayat (1) huruf b, yang menjadi Subjek Pajak adalah antara lain badan. Dalam 
        penjelasannya disebutkan bahwa badan adalah sekumpulan orang atau orang atau modal 
        yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang 
        meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik 
        Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana 
        pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
        organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk 
        reksadana;
    b.  Pasal 23 ayat (1) huruf c, atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, 
        jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 
        yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, 
        penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 
        kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong oleh pihak yang 
        membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.

3.  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan 
    Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh, antara 
    lain diatur :
    a.  Pasal 1

        Ayat (1)
        Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto khusus untuk jasa 
        konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk 
        atas pemberian jasa dan pengadaan material/barangnya;

        Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruti untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa 
        catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali 
        apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan 
        material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.

    b.  Lampiran II angka 3, Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan/pemeliharaan/
        perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin/listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel, 
        sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang 
        konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, perkiraan 
        penghasilan netonya adalah 13 1/3% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    c.  Lampiran II angka 4 huruf a dan b, perkiraan penghasilan neto untuk jasa perencanaan 
        konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi adalah 26 2/3% dari jumlah bruto tidak termasuk 
        PPN;
    d.  Lampiran II angka 2 huruf a, perkiraan penghasilan neto untuk jasa teknik dan jasa 
        manajemen adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    e.  Lampiran II angka 2 huruf m, perkiraan penghasilan neto untuk jasa perantara adalah 40% 
        dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    f.  Lampiran II angka 1 huruf d, perkiraan penghasilan neto untuk jasa penilai adalah 50% dari 
        jumlah bruto tidak termasuk PPN.

4.  Sesuai dengan Romawi I angka 1 Suar Edaran Nomor SE-13/PJ.42/2002 tentang Pelaksanaan 
    Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, antara 
    lain diatur bahwa yang dimaksud dengan :
    1)  Jenis usaha jasa konstruksi adalah terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, usaha 
        pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan
        oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi;
    2)  Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/
        atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
        mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk 
        mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya;

5.  Sesuai dengan Romawi I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.222/1984 tentang Jasa
    Teknik dan Jasa Manajemen Menurut Pasal 23 dan Pasal 26 UU PPh, antara lain diatur bahwa yang 
    dimaksud dengan jasa teknik ialah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan
    dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan.

6.  Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ./1994 tentang pemecahan Bukti
    Potong PPh Pasal 23 antara lain ditegaskan bahwa atas penghasilan berupa bunga, sewa dan lain-lain 
    yang diterima atau diperoleh Joint Operation (J.O) dari WP Badan Dalam Negeri dan perorangan yang 
    ditunjuk, dipotong Pasal 23. Pemotongan tersebut tidak akan diperhitungkan sebagai kredit pajak para
    anggotanya sejalan dengan perhitungan penghasilan tersebut pada penghasilan J.O. Adapun besarnya
    PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan adalah sesuai dengan perjanjian J.O yang telah disepakati 
    bersama. Agar pengkreditan pemotongan PPh Pasal 23 sejalan dengan pengkreditan oleh para 
    anggota J.O, maka Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 tersebut harus dipecah untuk masing-masing 
    anggota. 

7.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan :
    a.  Kerjasama Operasi (KSO) adalah merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang 
        sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut
        selesai dikerjakan. Dengan demikian bukan merupakan Subjek Pajak sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 2 huruf b UU PPh, dan oleh karenanya pengenaan PPh atas penghasilan dari 
        proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan anggota KSO sesuai dengan bagian 
        penghasilan yang diterimanya;
    b.  Mengingat bahwa Kerjasama Operasi bukan merupakan Subjek Pajak, maka Kerjasama 
        Operasi tidak berkewajiban utnuk menyampaikan laporan dan membayar PPh Pasal 25 serta 
        PPh Pasal 29, sedangkan kewajiban yang ada hanya sebagai Wajib Pajak pemotong/pemungut
        PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atau PPN;
    c.  Pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing 
        badan yang bergabung tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang
        diterimanya. Pada waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil (KPS) membuat Bukti 
        Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas nama KSO qq anggota (NPWP anggota) dengan jumlah 
        pajak sebesar bagian masing-masing.
    d.  Pemberian NPWP adalah semata-mata untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh 
        Pasal 21, Pasal 23/26 dan PPN yang dilakukan oleh KSO terhadap objek atas imbalan yang 
        dibayarkan.
    e.  Tarif PPh Pasal 23 transaksi yang Saudara contohkan adalah sebagai berikut :
        1)  Atas Jasa pelaksanaan konstruksi wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 
            15% X 13 1/3% atau 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
        2)  Atas jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi wajib dipotong PPh Pasal 23 
            sebesar 15% x 26 2/3% atau 4% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
        3)  Jasa sertifikasi termasuk dalam jasa penilai sehingga wajib dipotong PPh Pasal 23 
            sebesar 15% x 50% atau 7,5% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
        4)  Jasa subkontrak yang dilakukan oleh KSO kepada perusahaan lain termasuk dalam 
            Jasa perantara sehingga wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% 
            dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;

Demikian harap maklum.




A.n. Direktur Jenderal Pajak
Direktur Peraturan Perpajakan, 

ttd. 

Herry Sumardjito 
NIP 060061993
 
Tembusan :
1.  Direktur Jenderal Pajak; 
2.  Direktur Pajak Penghasilan; 
3.  Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus; 
4.  Kepala KPP PMA Lima.
peraturan/0tkbpera/982025df3dc7f9eae503a74980c29713.txt · Last modified: (external edit)