peraturan:0tkbpera:973a5f0ccbc4ee3524ccf035d35b284b
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
21 Juli 2000
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 21/PJ.51/2000
TENTANG
PPN DAN PPn BM DALAM TATA NIAGA KENDARAAN BERMOTOR
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan adanya keragu-raguan dalam pelaksanaan ketentuan PPN di bidang tata niaga kendaraan
bermotor, dengan ini diberikan beberapa penegasan sebagai berikut :
1. Dalam tataniaga kendaraan bermotor, mata rantai distribusi kendaraan bermotor pada umumnya
melewati lini-lini sebagai berikut :
a. Lini I : Importir Umum/ATPM/Industri Perakitan.
b. Lini II : Distributor
c. Lini III : Dealer
d. Lini IV : Sub-Dealer/Showroom
2. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-43/PJ.51/1989 tanggal 7 Agustus 1989
ditegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988, setiap lini
dalam distribusi kendaraan bermotor dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kecuali lini IV
(Sub-Dealer/Showroom) tidak dikukuhkan sebagai PKP karena statusnya sebagai Pedagang Pengecer.
3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 37 jo. Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994
sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999,
bahwa mulai tanggal 1 Januari 1995 Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 tentang Pengenaan
PPN atas Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh Pedagang Besar dan penyerahan
Jasa Kena Pajak (JKP) disamping Jasa yang dilakukan oleh Pemborong, dinyatakan tidak berlaku.
4. Memperhatikan harga kendaraan bermotor saat ini, maka dalam tata niaga kendaraan bermotor
tidak ada Pengusaha Kecil, karena jumlah peredaran usaha melebihi Rp. 240.000.000,00 dalam satu
tahun buku. Oleh karena itu setiap Pengusaha pada seluruh lini distribusi kendaraan bermotor tersebut
adalah Pengusaha Kena Pajak, termasuk Sub-dealer/Showroom.
5. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kendaraan bermotor berkewajiban untuk melakukan hak
dan kewajibannya sebagai PKP, yaitu : memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan/atau PPn BM
yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor yang dilakukannya.
6. Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk melakukan pengawasan
kepatuhan dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pendistribusian kendaraan bermotor yang
terdaftar di KPP masing-masing.
7. Untuk mempermudah pemahaman mata rantai distribusi kendaraan bermotor ini, dapat digambarkan
sebagai berikut :
______________________________________
IMPORTIR UMUM/INDUSTRI PERAKITAN/ATPM
(PKP)
______________________________________
| |
| |
| |
_____________
DISTRIBUTOR
(PKP)
_____________
| |
| |
_______ | |
| |
DEALER ______________________ | |
(PKP) |
_______ |
| |
| ______________________
|
| ________________ SUB-DEALER/SHOWROOM
(PKP)
______________________
| |
| |
| |
__________
KONSUMEN
__________
8. Untuk memperjelas mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM, diberikan contoh penghitungan pada
Lampiran I Surat Edaran ini.
9. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (kendaraan bermotor), tidak termasuk pajak
yang dipungut menurut UU Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 11 TAHUN 1994 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Berdasarkan ketentuan di atas, untuk mencegah akibat ganda pengenaan PPn BM, maka dalam
menentukan Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena pajak yang sama pada rantai
berikutnya (sesudah "Pabrikan"/Importir), unsur PPn BM (seperti halnya PPNnya) harus dikeluarkan
dahulu
10. Dalam hal pembelian kendaraan bermotor dengan sistim on the road (langsung atas nama pembeli)
maka Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), retribusi untuk Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor (STNK) dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak merupakan unsur Harga Jual
yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak sepanjang BBNKB serta retribusi untuk STNK dan BPKB
tersebut tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak. Diberikan contoh perhitungan pada lampiran 2 dan 3
Surat Edaran ini.
11. a. PPN terutang pada saat terjadinya penyerahan kendaraan bermotor dari PKP (Importir Umum/
ATPM/Industri Perakitan/Distributor/Dealer/Sub-Dealer/Showroom). Dalam hal pembayaran
diterima sebelum penyerahan kendaraan bermotor atau pembayaran uang muka, maka PPN
terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut. Jumlah PPN yang terutang pada saat
pembayaran uang muka tersebut dihitung secara proporsional dengan jumlah pembayarannya
dan diperhitungkan dengan PPN yang terutang pada saat dilakukan penyerahan.
Contoh :
- Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 165.000.000,- (termasuk PPN sebesar
Rp 15.000.000,- (10%))
- Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp. 55.000.000,-
- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000 dengan kekurangan bayar
sebesar Rp. 110.000.000,-
PPN terutang dan harus dipungut :
- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000, sebesar
10/110 x Rp 55.000.000,- = Rp 5.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN
bulan Agustus 2000.
- Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September 2000, sebesar
10/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 10.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa
PPN bulan September 2000.
b. Apabila atas penyerahan tersebut juga terutang PPn BM karena penyerahan dilakukan oleh
Pemungut PPn BM ("Pabrikan"), maka dalam pembayaran uang muka yang diterima sebelum
penyerahan kendaraan bermotor, terutang PPn BM disamping terutang PPN.
Contoh :
- Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 250.000.000,- (termasuk PPN sebesar
Rp 20.000.000,- (10 %) dan PPn BM sebesar Rp 30.000.000,- (15%))
- Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp. 25.000.000,-
- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000 dengan kekurangan bayar
sebesar Rp. 225.000.000,-
PPN dan PPn BM terutang dan harus dipungut :
- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000 :
1) PPN : sebesar 10/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 2.000.000,- dan harus
dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000.
2) PPn BM : sebesar 15/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 3.000.000,- dan harus
dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan Agustus 2000.
- Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September 2000 :
1) PPN : sebesar 10/125 x (Rp. 250.000.000,- - Rp 25.000.000,-)
= Rp 18.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan
September 2000.
2) PPn BM : sebesar 15/125 x (Rp 250.000.000,- - Rp 25.000.000,-)
= Rp 27.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan
September 2000.
12. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2000.
13. Dengan berlakunya ketentuan ini, maka ketentuan yang dimaksud dalam Surat-surat Edaran
sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Surat Edaran ini, dinyatakan masih tetap
berlaku.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/973a5f0ccbc4ee3524ccf035d35b284b.txt · Last modified: by 127.0.0.1