peraturan:0tkbpera:94fee470b43270a912c27d56c27b3211
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Juli 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 621/PJ.313/2004 TENTANG PENEGASAN ASPEK PERPAJAKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 28 April 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa sehubungan dengan dilaksanakannya Pemeriksaan Pajak PT ABC tahun 2002 oleh Karikpa, terdapat beberapa temuan yang perlu penegasan aspek perpajakannya. Hasil temuan Karikpa itu adalah sebagai berikut : a. Perhitungan bunga atas piutang; 1) PT ABC adalah Perusahaan Pembangkit Tenaga Listrik yang 100% sahamnya dimiliki oleh PT PLN (Persero). Tenaga listrik yang dihasilkan PT ABC seluruhnya dibeli oleh PT PLN (Persero); 2) Harga jual yang ditagihkan kepada PT PLN (Persero) dibagi dalam kelompok Komponen A (Penyusutan nilai Investasi, biaya bunga, tidak dibayar tunai dari PT PLN (persero) ke PT ABC), Komponen B (Biaya pemeliharaan dan biaya pegawai/ administrasi, dibayar tunai) Komponen C (biaya bahan bakar, pajak air permukaan, dibayar tunai), Komponen D (bahan pelumas dan kimia, dibayar tunai); 3) Piutang PT ABC dari komponen A akan diperhitungkan dengan hutang jangka panjang PT PLN (persero) berikut bunganya yang selanjutnya akan dibayarkan kepada Departemen Keuangan dan melalui droping bila PT ABC memerlukan anggaran investasi; 4) Menurut pemeriksaan Karikpa atas saldo piutang yang belum terbayar diperhitungkan pendapatan bunga sebesar 18% karena adanya hubungan istimewa; 5) Perhitungan pendapatan bunga sebesar 18% dari saldo piutang rata-rata menurut hemat Saudara tidak tepat karena: a) Timbulnya piutang ke PT PLN (persero) adalah karena tagihan penjualan tenaga listrik yang belum terbayar karena masalah likuiditas saja dan bukan dari pinjaman dalam bentuk tunai; b) Pembayaran tagihan penjualan tenaga listrik tersebut sesuai dengan komitmen yang diatur dalam Purchase Power Agreement (terlampir); c) PT ABC benar-benar tidak menerima bunga atas piutang tersebut; d) Terjadinya utang piutang oleh PT PLN (Persero) semata-mata untuk mengatur likuiditas PLN secara nasional; e) Bila tetap memperhitungkan bunga atas piutang, apakah PT PLN (Persero) bisa memperhitungkan biaya bunga dalam laporan keuangan/SPT. 6) Saudara mohon penegasan atas kasus tersebut di atas. b. PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman kepada PT ABC 1) PT ABC mempunyai hutang jangka panjang kepada PT PLN (persero) yang merupakan penerusan pinjaman PT PLN (persero) dari Departemen Keuangan untuk keperluan investasi pembangkitan, sejak tahun 1995 assetnya diserahkan ke PT ABC berikut pinjaman yang terkait; 2) Biaya bunga yang dibayarkan ke PLN (persero) kepada Departemen Keuangan selanjutnya dibebankan kepada PT ABC melalui Nota Pembukuan yang akan mengurangi piutang PT ABC kepada PT PLN (Persero) tanpa adanya tambahan keuntungan; 3) Menurut Karikpa bahwa PT ABC harus menyetor PPh Pasal 23 atas bunga yang dibebankan oleh PT PLN (persero); 4) Menurut RKAP tahun 2002 bahwa laba/rugi PT PLN (persero) konsolidasi masih mengalami kerugian, tapi pada waktu itu belum mengusulkan angsuran PPh Pasal 25 Nihil dan Pembebasan PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman; 5) Atas bunga yang dibebankan dari PT PLN (persero) kepada PT ABC dicatat sebagai Pendapatan Penghasilan bunga dan bunga yang dibayarkan ke Departemen Keuangan dicatat sebagai biaya di PT PLN (persero). 6) Saudara beranggapan bahwa karena tidak adanya keuntungan dari pembayaran bunga maka tidak adanya penghasilan/tambahan kemampuan ekonomi berarti tidak adanya penghasilan yang menjadi obyek PPh Pasal 23, Saudara mohon penegasan aspek perpajakannya. 2. Berdasarkan Pasal 25 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, diatur bahwa: (1). Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; d. Surat Ketetapan Pajak Nihil; e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (2). Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas; (3). Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. 3. Berdasarkan hal tersebut di atas, dan mengingat bahwa PT ABC sedang dalam proses pemeriksaan oleh Karikpa, dengan sangat menyesal kami tidak dapat memberikan penegasan atas permohonan yang Saudara ajukan. Namun demikian, dalam hal PT ABC keberatan atas hasil pemeriksaan tersebut, maka PT ABC dapat mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan pada butir 2 di atas. Demikian agar Saudara maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/94fee470b43270a912c27d56c27b3211.txt · Last modified: (external edit)