peraturan:0tkbpera:8f2f470bb9d82081f256a839f1cc8f6c
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                22 Januari 2002

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 81/PJ.51/2002 

                            TENTANG

        PERMOHONAN PEMBEBASAN PAJAK DALAM RANGKA IMPORT KENDARAAN BUKAN BARU 
                   UNTUK KEPERLUAN DAERAH ISTIMEWA ACEH

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 6 Agustus 2001 hal sebagaimana tersebut pada pokok 
surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Bahwa untuk memperlancar arus transportasi di Daerah Istimewa Aceh dan dalam rangka mendukung
    pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Saudara memohon untuk 
    diberikan pembebasan pajak atas impor kendaraan bermotor bukan baru.

2.  Ketentuan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
    2.1.    Berdasarkan undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Pertambahan Atas Barang Mewah sebagaimana diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, diatur antara lain sebagai berikut :
        a.  Pasal 4 huruf b, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena 
            Pajak.
        b.  Pasal 5 ayat (1) huruf b, bahwa disamping pengenaan PPN sebagaimana dimaksud 
            dalam Pasal 4, Pajak Penjualan Barang Mewah dikenakan atas impor Barang Kena 
            Pajak Yang Tergolong Mewah.
        c.  Pasal 1 angka 9, bahwa yang dimaksud dengan impor adalah setiap kegiatan 
            memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam daerah Pabean.

    2.2.    Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60 TAHUN 2001 tentang Perubahan Atas 
        Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang 
        Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jo. Pasal 6 ayat 1 
        huruf a dan Pasal 6A Keputusan Menteri Keuangan Nomor 460/KMK.03/2001 tentang 
        Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 Tentang Jenis 
        Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, di atur antara lain
        bahwa :
        a.  Atas impor dan atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam daerah pabean, yang 
            digunakan untuk kendaraan angkutan umum dibebaskan dari pengenaan PPn BM.
        b.  PPn BM tidak dikenakan atas impor dan atau penyerahan di dalam Daerah Pabean 
            kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan angkutan barang.

    2.3.    Sesuai Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-586/PJ./2001, dinyatakan 
        antara lain bahwa :
        a.  kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk 
            kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan 
            dipungut bayaran selain dengan cara persewaan, baik dalam trayek maupun tidak 
            dalam trayek, sepanjang menggunakan plat dasar polisi dengan warna kuning.
        b.  yang dimaksud dengan kendaraan angkutan barang adalah kendaraan bermotor 
            dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau kendaraan bak tertutup, dengan jumlah 
            penumpang tidak lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi yang digunakan untuk 
            kegiatan pengangkutan barang baik yang disediakan untuk umum maupun pribadi.

    2.4.    Berdasarkan Pasal 4 jo. Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 
        KEP-586/PJ./2001 tanggal 29 Agustus 2001, bahwa untuk memperoleh pembebasan dari 
        pengenaan PPn BM atas impor atau perolehan kendaraan bermotor yang digunakan untuk 
        angkutan umum, Pengusaha angkutan umum wajib mengajukan permohonan untuk 
        memperoleh SKB PPn BM kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak 
        di tempat importir atau pembeli kendaraan bermotor terdaftar (berdomisili), dengan 
        dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
        a.  Fotokopi kartu NPWP;
        b.  Perjanjian jual-beli kendaraan bermotor angkutan umum yang memuat keterangan-
            keterangan antara lain nama penjual, nama pembeli, jenis, dan spesifikasi kendaraan 
            yang dibeli;
        c.  Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang (untuk 
            kendaraan angkutan umum selain taksi) atau Persetujuan (ijin) Prinsip yang 
            dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat (untuk taksi);
        d.  Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan diubah 
            penggunaannya dan apabila ternyata diubah, bersedia dikenakan sanksi sesuai 
            dengan ketentuan yang berlaku;
        e.  Khusus untuk importir kendaraan bermotor, dilengkapi dengan dokumen impor 
            berupa :
            1)  Invoice;
            2)  Dokumen Kontrak Pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat 
                dipersamakan;
            3)  Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (L/C) atau bukti 
                transfer atau bukti lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.

    2.5.    Sesuai Pasal 5 jo. Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-586/PJ./2001 
        tanggal 29 Agustus 2001, kepada Pengusaha Angkutan Umum yang telah dipungut PPn BM 
        atas impor atau perolehan kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan umum 
        sebelum mendapatkan SKB PPn BM atau kepada APM/ATPM yang telah dipungut PPn BM atas 
        impor kendaraan bermotor yang kemudian kendaraan bermotor diserahkan kepada 
        Pengusaha angkutan umum yang telah mempunyai SKB PPn BM, dapat mengajukan 
        permohonan restitusi atas PPn BM yang telah dibayar tersebut kepada Kepala Kantor 
        Pelayanan Pajak di tempat pengusaha angkutan umum atau APM/ATPM terdaftar (berdomisili), 
        dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
        a.  Fotokopi kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak);
        b.  Fotokopi surat perjanjian jual beli atau yang sejenis;
        c.  Fotokopi STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang menyatakan kendaraan 
            bermotor tersebut untuk angkutan umum (plat dasar kuning) dan atau Surat Tanda 
            Uji Kendaraan dari DLLAJR yang menyatakan kendaraan bermotor tersebut untuk 
            angkutan umum;
        d.  Asli dan fotokopi Faktur Pajak dari Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur 
            kepada pembeli yang didalamnya dicantumkan Pajak Penjualan Atas Barang 
            Mewah yang dikenakan oleh APM/ATPM atau Pabrikan kepada Dealer atau Distributor 
            atau Agen atau Penyalur, atau PPn BM yang telah dibayar pada waktu impor oleh 
            importir;
        e.  Asli dan fotokopi bukti pungutan PPn BM (untuk kendaraan bermotor eks CKD);
        f.  Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang (untuk 
            kendaraan angkutan umum selain taksi) atau Persetujuan (Ijin) Prinsip yang 
            dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat (untuk taksi);
        g.  Khusus atas impor kendaraan bermotor yang dilakukan sendiri oleh pengusaha 
            angkutan umum, dilengkapi dengan dokumen impor berupa:
            1)  Invoice, Pemberitahuan Impor Barang, Surat Setoran Pajak;
            2)  Dokumen Kontrak Pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat 
                dipersamakan;
            3)  Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (L/C) atau bukti 
                transfer atau bukti lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut;
            kecuali dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2.5. huruf b, huruf 
            d, dan huruf e;
        h.  Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan diubah 
            penggunaannya dan apabila ternyata diubah bersedia dikenakan sanksi sesuai 
            dengan ketentuan yang berlaku;
        i.  Surat Keterangan yang memuat nama, alamat, dan NPWP importir kendaraan 
            bermotor yang diterbitkan oleh penjual kendaraan bermotor dimaksud (khusus 
            kendaraan bermotor eks impor kendaraan CBU).

3.  Ketentuan tentang Pajak Penghasilan (PPh)
    3.1.    Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
        Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 
        2000, diatur bahwa bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang 
        terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, antara lain 
        berupa pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan 
        usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
    3.2.    Dalam Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 
        254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan 
        Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya, diatur 
        bahwa dikecualikan dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor barang, dan atau 
        penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak 
        terutang Pajak Penghasilan dan impor barang-barang tertentu yang dibebaskan dari pungutan 
        Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai.

4.  Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 2 dan 3, dengan ini kami sampaikan sebagai berikut:
    4.1.    Atas impor kendaraan bermotor bukan baru tetap terutang PPN dan PPn BM, sedang untuk 
        kendaraan angkutan barang tidak dikenakan PPn BM.
    4.2.    Apabila kendaraan bermotor tersebut digunakan untuk keperluan angkutan umum dan 
        diimpor sendiri oleh pengusaha angkutan umum, maka PPn BM yang terutang dapat 
        dibebaskan dengan menggunakan SKB PPn BM sesuai tata cara sebagaimana tersebut dalam 
        butir 2.4 di atas yang dilakukan sebelum impor kendaraan bermotor tersebut dilakukan. 
        Untuk impor kendaraan bermotor yang dilakukan oleh APM/ATPM atau perusahaan selain 
        pengusaha angkutan umum tetap terutang PPn BM.
    4.3.    Namun apabila atas impor kendaraan bermotor tersebut dalam butir 4.2. telah dipungut 
        PPnBM, maka Pengusaha angkutan umum atau APM/ATPM yang telah dipungut PPn BM atas 
        impor kendaraan bermotor yang kemudian digunakan untuk angkutan umum dapat 
        mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) atas PPn BM yang telah dipungut tersebut 
        sesuai cara sebagaimana tersebut di atas dalam butir 2.5.
    4.4.    Impor kendaraan bukan baru tidak termasuk sebagai impor barang yang dikecualikan dari 
        pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam butir 3 di atas.
    4.5.    Berdasarkan data yang kami terima, impor kendaraan tersebut dilakukan oleh PT. XYZ dan 
        tidak mengatasnamakan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, dengan demikian atas impor 
        mobil bukan baru yang dilakukan oleh PT. XYZ tersebut tetap dipungut PPh Pasal 22.
    4.6.    PPh Pasal 22 tersebut tidak akan memberatkan konsumen karena PPh Pasal 22 merupakan 
        pembayaran pendahuluan dari PT XYZ yang tidak dapat dibebankan dalam unsur harga jual 
        kepada konsumen. PPh Pasal 22 yang telah dipungut tersebut merupakan kredit pajak dari 
        PT XYZ yang dapat diperhitungkan dengan Pajak yang terutang dalam SPT Tahunan Pajak 
        Penghasilan untuk tahun yang sama dengan tahun pemungutan.

Demikian agar Saudara maklum.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/8f2f470bb9d82081f256a839f1cc8f6c.txt · Last modified: (external edit)